18. Bad News

355 25 5
                                    

Jeonghan terbangun di kamar hotel yang asing dengan kepala berdenyut keras, seakan setiap urat sarafnya menjerit diiringi denyutan yang menyakitkan. Tirai tipis di kamar itu membiarkan sedikit sinar matahari pagi masuk, membuatnya harus menyipitkan mata saat mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Pikirannya masih samar, seperti terjebak dalam kabut tebal yang sulit ditembus. Sebelah tangannya meraba tempat tidur di sampingnya—kosong. Tidak ada siapa-siapa di sana, kecuali seprai yang kusut dan dingin.

Dengan tubuh yang masih terasa berat, ia bangkit dari tempat tidur, menyadari bahwa ia hanya mengenakan celana dalam. Jantungnya berdegup kencang saat menyapu pandangan ke sekeliling kamar, melihat pakaian yang dikenakannya semalam berceceran di lantai. Ingatannya berkedip-kedip, merangkai kejadian-kejadian yang terjadi di bar tadi malam, ketika ia bertemu dengan Sowon. Mereka duduk berdua, mengobrol lama dengan alunan musik jazz di latar belakang, mengingat masa lalu yang pernah mereka bagi. Ia ingat senyum Sowon yang tampak hangat dan akrab, tawa yang mereka bagi, dan segelas demi segelas minuman yang mereka habiskan bersama.

Namun, detail itu menjadi semakin kabur setelah ingatan akan sebuah ciuman mulai muncul di benaknya—ciumannya dengan Sowon yang terasa dalam, hangat, tetapi asing di saat yang sama. Wajah Jeonghan mengeras, dan ia menggigit bibirnya sambil menatap lantai kamar. Sial. Mungkinkah… ia benar-benar melewati batas dengan Sowon malam itu?

Sejenak, Jeonghan hanya duduk di tepi tempat tidur, memijit keningnya dengan frustasi. Ciuman itu memang ada. Ia masih bisa merasakan bibir Sowon menyentuhnya, bagaimana jemari Sowon menyelusup ke rambutnya, dan percikan emosi yang tersulut di antara mereka. Tapi apakah mereka melangkah lebih jauh dari itu? Pikirannya mulai dipenuhi oleh kekhawatiran yang tak bisa ia jelaskan, seperti kekhawatiran yang membelitnya sejak pertemuan mereka berakhir semalam.

Setelah menghela napas panjang, Jeonghan bangkit dari tempat tidur, berjalan pelan menuju kamar mandi dan menatap dirinya di cermin. Refleksinya tampak kacau. Mata yang sedikit sembab, rambut yang kusut, dan wajah yang penuh kebingungan. Tangannya terulur menyisir rambutnya dengan jari, mencoba menata dirinya. “Apa yang sudah kulakukan?” bisiknya, namun suara itu terdengar begitu jauh, seolah-olah ia bertanya pada orang lain di dalam cermin.

Di dalam hatinya, Jeonghan tahu bahwa perasaannya pada Sowon seharusnya sudah menjadi bagian dari masa lalu. Mereka sudah berpisah dengan baik, dan masing-masing telah mencoba melanjutkan hidup. Namun, saat ia melihat wajah Sowon tadi malam, kenangan lama kembali muncul—kenangan yang membuatnya ragu pada pilihan-pilihannya, bahkan pada perasaannya sendiri. Sekarang, kebingungan itu terasa lebih kuat, bercampur dengan rasa bersalah yang ia tidak bisa jelaskan sepenuhnya. Ia bukan hanya merasa bersalah pada Sowon, tetapi juga pada seseorang yang lain. Seseorang yang hadir dengan diam-diam, tanpa pernah ia sadari akan memberikan dampak sebesar ini.

Dengan tubuh yang masih terasa lelah, Jeonghan berjalan menuju meja kecil di dekat tempat tidur untuk mengambil ponselnya. Layarnya menunjukkan satu pesan baru yang baru saja masuk pagi ini. Nama pengirimnya membuat jantungnya berdetak lebih kencang. Seungcheol.

Ia menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk. Setelah seminggu berlalu sejak terakhir mereka bertemu, sejak malam yang penuh kehangatan dan kedekatan, Seungcheol akhirnya menghubunginya lagi. Pesan itu singkat, tetapi cukup membuatnya tercengang.

"Jeonghan, apakah kita bisa bertemu? Aku ingin membicarakan sesuatu yang penting. Aku akan menunggu kabarmu."

Jeonghan mengerjapkan mata, mencoba mencerna isi pesan itu. Selama ini, Seungcheol memang tidak menghubunginya lagi, dan ia pun merasa lega karena memiliki ruang untuk memikirkan situasinya dengan Sowon. Tetapi sekarang, ketika nama Seungcheol kembali muncul, perasaan yang sama sekali berbeda kembali menguasai dirinya—rasa rindu yang ia coba hindari dengan dalih sibuk atau berpikir ulang.

[TAMAT] The Heirs : Quiet Flames [Jeongcheol]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang