7> Harus Bagaimana?

94 11 3
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, Shani baru saja sampai di rumahnya, ia melihat mobil sang ayah yang sedang terparkir di depan rumah, Shani yang melihat itu menarik nafas panjang sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk kedalam rumah, baru saja akan membuka pintu ia sudah mendengar keributan di dalam rumahnya, ia sudah menduga apa yang terjadi di dalam rumah sekarang, benar saja Shani melihat orang tua nya yang sedang bertengkar, sang ayah yang membanting semua barang yang dia lihat dihadapan sang ibu, Shani yang melihat itu mencoba menengahi kedua orang tuanya.

“pa udah pa, malu didengar tetangga”

 “masuk ke kamarmu Shani, jangan ikut campur urusan orang tua!” bentak sang ayah

“papa tenang dulu ya, jangan main tangan pa, semuanya bisa dibicarakan baik baik”

“jangan melawan papa Shani, ini bukan urusan kamu, masuk ke dalam kamarmu sebelum papa kehilangan kendali dan menghajarmu juga!!”

“gapapa pa, papa pukul aku aja sampai papa puas, aku udah biasa menerima itu, udah cukup pa aku malu didengar tetangga kalau keluarga kita ribut terus, setiap kalian pulang kerumah selalu bertengkar dan menghancurkan seisi rumah”

“sudah berani melawan papa kamu Shani!!”

Sang ayah geram mendengar ucapan Shani pun langsung mengambil sabuk kopel nya dan memukul Shani, Shani terlihat seperti biasa saja menerima setiap pukulannya, mungkin Shani sudah kebal terhadap rasa sakit yang ia rasakan, sekarang ia sudah terbiasa.

Apa yang diharapkan Shani dari kedua orang tuanya? mau meminta pengampunan pada sang ayah agar berhenti memukulnya pun tidak mungkin, bahkan sang ibu hanya diam saat melihat putrinya dihajar sampai menyisakan banyak bekas luka di tubuh putri kandungnya itu, seusai kejadian itu sang ayah langsung pergi keluar dari rumah ntah kemana, kebiasaan seperti itu sudah menjadi rutinitas di keluarganya, Shani tau kalau ayahnya pasti akan tetap pulang ke rumahnya nanti.

Shani langsung masuk kedalam kamarnya meninggalkan sang ibu yang duduk di meja makan sendirian, Shani mengambil handuk dan langsung mandi sekaligus membersihkan lukanya, saat melepas baju terlihat banyak luka gores dan juga luka lebam di tubuhnya, Shani yang melihat itu dari pantulan kaca pun hanya tersenyum miris

“sampai kapan aku harus menerima semua ini?” batinnya…

Tak mau terlalu lama terpuruk dalam kesedihannya, Shani pun langsung bergegas mandi membersihkan tubuhnya, setelah itu ia mengoleskan obat luka pada tubuhnya yang terluka agar tidak menyisakan bekas nantinya, Shani memakai kaos putih oversize dengan celana pendek mengambil laptop lalu duduk di meja belajarnya, Ia mengerjakan beberapa pekerjaan yang ia punya sampai ketiduran.

--------------------------------------------------

Shani terbangun mendengar dering alarm, ia mengecek handphone nya lalu bergegas untuk siap siap berangkat sekolah.

Seperti biasa Shani datang kesekolah menggunakan sepedanya, kegiatan Shani berjalan lancar seperti biasa, tak ada hal menarik sampai bel istirahat berbunyi, Shani tak memperdulikan bel tersebut karna Shani benar benar tak sanggup menahan matanya untuk tetap terbuka, bagaimana tidak? ia baru tidur pukul 05.00 pagi dan harus bangun jam 06.00 agar tidak terlambat sampai di sekolah, karna itulah Shani memilih untuk tetap tidur di mejanya sampai sebuah tangan menepuk pundaknya, Shani terpaksa membuka matanya untuk melihat siapa yang mengganggu waktu tidurnya, Shani sedang tak ingin bertengkar dengan siapapun sekarang, Shani sangat berharap kalau tidak ada kekacauan hari ini, ia tak punya energi lebih untuk menerima bullyan teman sekolahnya itu, saat Shani menoleh ke arah uluran tangan itu Shani hanya bisa diam melihatnya, perkiraan Shani salah kali ini, bukan si pembully melainkan Gracia yang sedang tersenyum ke arahnya.

Everything in my life is only about you >GRESHAN<Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang