・┆✦ʚ happy reading ɞ✦ ┆・
Jam istirahat seharusnya Mirela bisa menyantap makan siangnya di sudut kantin sekolah yang menggunakan sistem self-service lunch.
Perutnya sudah sejak tadi mengerang lapar, tapi baru saja ia mengambil menu dan duduk di salah satu kursinya, matanya bersitatap dengan orang yang masuk dari pintu kantin.
Ricky, tuan muda yang dikenal banyak orang dengan privilege kaya, dan tampan. Di sampingnya ada Gentala, siswa yang memiliki hobi di dunia e-sport, khususnya di League of Legends. Gentala adalah pemain pro yang sering mewakili sekolah ini dalam turnamen e-sport antar sekolah.
Image keduanya memang sangat bagus, berbeda dengan cowok satunya lagi yang berdiri tepat di samping kanan Ricky. Hiro, si bad boy yang kontras dengan sosok Gentala.
Mirela memejamkan matanya sejenak, sepertinya sesuatu akan terjadi padanya meskipun Mirela tidak bisa memprediksi hal tersebut. Apalagi saat Ricky menampakkan smirk khas nya.
Ah, ada lagi satu gadis yang sering berada di sekeliling mereka, Lavina Ivory yang sangat begitu jelas menunjukkan raut ketidaknyamanannya berada dekat Ricky, Hiro maupun Gentala, entah kenapa, tapi Lavina sering bergabung dengan mereka.
Dan tentunya Lavina itu gadis yang akan bertindak atas perintah Ricky, seperti sekarang, Ricky menarik lengan gadis yang daritadi di belakangnya itu agar mendekat lalu membisikkan sesuatu pada Lavina.
Tak lama kemudian, tatapan Mirela dan Lavina bertemu.
Deg.
Mirela paham betul, Lavina pasti akan merudungnya, kali ini entah dengan cara seperti apa, yang pasti Mirela bersiap pergi, namun ia kalah cepat dengan Lavina yang sudah berada di dekatnya, keduanya saling berdiri berhadapan, Lavina dengan sorot mata tajamnya itu mengambil sup panas yang belum disentuh Mirela sama sekali lalu di siram ke tubuh gadis itu.
"Aaa!" jerit Mirela tertahan, kini panas dari kuah sup itu meresap ke dalam seragamnya mengenai langsung kulitnya.
Seisi kantin hanya melihat kejadian barusan, tanpa berniat memisahkan bahkan menolong Mirela seolah hal biasa yang sering terjadi.
"Please, ada di pihak gue, Lav." ucap Mirela pelan yang tak mungkin di dengar Ricky, Hiro dan Gentala.
Sedangkan Lavina, gadis itu tertawa sinis padanya, "You wish!"
──★──
Sore ini mengharuskan Mirela pulang sekolah terlambat, jam 18.00 baru bisa menginjakkan kakinya di rumah ini. Hanya bisa menggunakan bus dan sisa perjalanannya harus ia lanjutkan dengan berjalan kaki yang cukup jauh.
Sesampainya di rumah, tubuhnya terasa lelah, tapi ia tak ingin berlama-lama di lantai bawah. Orang tuanya sedang tidak ada di rumah, dan jika ia tinggal terlalu lama, ada kemungkinan Ricky akan mulai mengganggunya lagi. Lebih baik ia langsung naik ke kamarnya, tempat aman yang jauh dari orang-orang yang tak berpihak padanya
Namun, langkahnya terhenti ketika ia menaiki tangga. Di sana, terlihat Ricky berdiri sambil menatap dalam sebuah pigura yang tergantung di dinding. Raut wajah Ricky kosong, tapi Mirela tahu ada banyak perasaan yang tersimpan di balik tatapan itu. Ia diam sejenak, memperhatikannya. Mirela sering mendapatinya berdiri di sana, melihat foto itu dengan ekspresi yang sama.
Selagi Ricky tampak tenggelam dalam pikirannya, gadis itu melangkah ke kamarnya yang berada tepat di sebelah kamar Ricky.
Tetapi baru saja ia hendak menghela napas lega dan menutup pintu, sebuah tangan menahannya dari luar. Ricky mendorong pintu itu hingga terbuka lebar. Mirela hanya bisa pasrah, percuma melawan, ia tak punya tenaga.
“Rapihin airsoft range gue,” kata Ricky dengan nada dingin. “Gue gak biarin sembarang orang sentuh alat-alat itu.”
Mirela terdiam sejenak, “Jadi, gue bukan orang sembarangan buat lo?”
Ricky tertawa sinis. Ia mengangkat dagu Mirela agar gadis itu menatapnya. “Karena lo spesial buat gue.”
Rasanya ingin Mirela meludah di depan cowok itu, tapi ia tahu risiko yang akan ditanggung jika melakukannya, ia hanya menepis tangan Ricky dari wajahnya.
“Gue bakal rapihin, tapi setelah gue ganti seragam gue,” jawab Mirela sambil menahan kekesalan.
“Siapa yang ngizinin lo ganti baju?” Ricky memandangnya tajam, seperti memberitahu bahwa perintahnya tak bisa ditunda. “Sekarang.”
Mirela menahan napas, lalu menghembuskannya dengan kasar. Mau tak mau, ia pun melangkah ke arah Airsoft range di lantai bawah. Jika saja orang tuanya ada, setidaknya Ricky tak akan bersikap sejahat ini walaupun di sekolah, Ricky dan teman-temannya, terutama Lavina, bisa lebih buruk lagi.
Hanya butuh waktu lima belas menit baginya untuk merapikan area tersebut. Begitu selesai, ia kembali ke lantai dua, ke arah kamarnya. Tapi ketika mencoba membuka pintu tak bisa dibuka. Terkunci. Ia mengetuk pintu kamar Ricky di sebelahnya, berharap ada respons. Namun, hening. Tak ada tanda-tanda Ricky di dalam, atau mungkin saja dia sengaja tidak menjawab. Jam masih menunjukkan pukul enam sore mustahil Ricky sudah tidur.
“Ricky!” Mirela memanggil sambil mengetuk pintu kamar itu. “Ricky, please, gue butuh kunci kamar gue!”
Namun, tak ada jawaban.
"Ricky!"
Akhirnya, ia memberanikan diri untuk mencoba membuka pintu kamar Ricky, tapi hasilnya sama saja, terkunci.
“Ricky, lo di dalam kan?” Teriaknya.
“Tuan muda baru saja pergi,” ujar kepala asisten rumah tangga yang muncul dari arah tangga.
Mirela menoleh. “Ada titipan kunci kamar?”
“Tidak, tuan muda hanya izin pergi ke tempat teman-temannya dan akan pulang larut malam.”
Damn. Lagi dan lagi ia harus tidur di sofa ketika orang tuanya tidak ada.
𝄃𝄃𝄂𝄂𝄀𝄁𝄃𝄂𝄂𝄃 to be continued 𝄃𝄃𝄂𝄂𝄀𝄁𝄃𝄂𝄂𝄃
KAMU SEDANG MEMBACA
THREAD OF DESTINY | 04 LINE
Fiksi PenggemarThis story for kpop fan ────୨ৎ──── ・┆Thread of Destiny | 04 line┆・ Takdir selalu menemukan caranya sendiri-membelokkan, mempertemukan, dan memisahkan hati yang terhubung dalam cara yang tak terduga. Terkadang menjadi sekutu yang lembut, kadang menja...