⋆ 3: Deceitful Skies ⋆

204 16 0
                                    

・┆✦ʚ happy reading ɞ✦ ┆・

Hanya beberapa orang yang tahu kalau Mirela sebenarnya tinggal serumah dengan Ricky, dan itu hanya teman-teman dekat Ricky saja. Bahkan Lavina, yang cukup dekat dengan Ricky, tidak tahu menahu.

Gadis itu berangkat sekolah naik bus dan lanjut jalan kaki dari halte. Beda dengan teman-temannya yang biasanya diantar mobil hingga depan gedung utama. Wajar saja kalau orang-orang mengira Mirela mungkin berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang mampu, apalagi sekolah ini tergolong elit.

“Hai!”

Seseorang tiba-tiba menghadang langkahnya keluar gedung. “Gue minta tolong dong.”

Mirela mengenali cowok itu. Dia Gentala, salah satu teman dekat Ricky. Reputasinya cukup bagus, beda dengan Hiro. Gentala masih dengan gaya khasnya, seragam yang dilapisi jaket ala-ala gamers dan headphone di lehernya.

Gentala memang terlihat manis, tapi Mirela belum bisa memastikan apakah dia manipulatif atau tidak. Mirela menunjuk pada dirinya sendiri, “Gue?”

Gentala mengangguk.

Meski punya trust issue dengan teman-teman Ricky, Mirela rasa Gentala adalah yang paling jarang terlibat kalau Mirela sedang dirundung.
Tapi, dia coba gali dulu mau minta tolong apa cowok ini.

“Minta tolong apa?”

“Lo bisa nyetir, kan?” tanya Gentala. “Bawain mobil gue ke rumah lo, ya? Gue ada urusan mendadak, nanti gue ambil setelah selesai.”

“Kenapa nggak lo bawa aja mobilnya?” Mirela balik bertanya.

“Gue pergi sama Ricky. Lagian lo juga untung, kan? Pulang nggak perlu jalan jauh,” jawab Gentala.

Terlihat Mirela yang tengah berpikir. Setidaknya, hari ini dia bisa pulang cepat tanpa harus jalan kaki.

“Oke.” final Mirela.

Gentala tersenyum, lalu memberikan kunci mobilnya ke tangan Mirela.

──★──

Mirela percaya sepenuhnya pada Gentala. Awalnya, dia pikir Gentala berbeda dari teman-teman lainnya yang sering mengganggunya. Namun, kepercayaannya itu ternyata dimanfaatkan. Gentala yang selama ini dikenal sebagai pecinta game itu justru tengah menjebaknya.

Harusnya Mirela paham kalau Gentala dan Ricky adalah teman dekat.

Saat mengemudi, mobil Gentala tiba-tiba dihentikan oleh polisi. Mirela diminta turun dan menyerahkan surat-surat kendaraan. Namun, Gentala tidak memberinya apa pun terkait mobil itu. Akibatnya, Mirela dibawa ke kantor polisi dengan tuduhan mencuri mobil dan membawa kabur uang sebesar lima puluh juta rupiah yang ditemukan di dalamnya.

Mendengar tuduhan itu, Mirela melongo, tak tahu harus berkata apa. Polisi memintanya memberikan keterangan langsung di kantor, di hadapan pemilik mobil itu.

Hah? Pemilik mobil ini bukannya Gentala? Ada apa ini? Apa Gentala benar-benar menjebaknya?

Bingung dan pasrah, Mirela mencoba mengikuti alurnya. Sesampainya di kantor polisi, dia melihat Hiro sudah menunggu dengan wajah cemas, mengaku kehilangan mobil dan uang lima puluh juta.

Oh jadi ini rencana Hiro? Jago juga actingnya.

Saat itu juga, Mirela menyadari semuanya. Ini memang jebakan.

“Ahh! Kalau dia sih teman satu sekolah saya, Pak,” jelas Hiro pada polisi, seolah kaget melihat Mirela yang jelas-jelas sudah dia setting sendiri, sementara Mirela menatapnya datar.

“Baik, silakan duduk dan beri kami keterangan,” kata salah satu polisi.

Mirela duduk di sebelah Hiro. “Kalau lo mau penjarain gue juga nggak apa-apa, lagipula gue udah nggak punya tujuan hidup,” ujarnya pasrah.

Hiro tercengang dengan pengakuan itu, sesuatu yang di luar rencana dan harapannya.

“Silakan berikan keterangannya terlebih dahulu,” sahut polisi.

“Kalau Hiro mau masukkan saya ke penjara, saya nggak masalah. Saya nggak punya rumah untuk pulang, jadi saya terima hukuman ini,” tambah Mirela sambil menunduk.

Hiro mulai panik, rencananya seharusnya tidak begini. “E-eh, begini saja, Pak. Karena Mirela ini teman saya, mungkin akan saya selesaikan baik-baik dengannya. Oh iya terima kasih sudah menemukan mobil saya,” ucap Hiro.

“Baik, kalau Anda butuh bantuan, jangan ragu menghubungi kami,” jawab polisi.

Hiro pun menarik Mirela keluar dari kantor polisi, membawa gadis itu menjauh dari tempat ini. Di dalam mobil, ia melampiaskan kekesalannya.

“Lo tuh bego atau gimana sih? Kenapa malah nyerahin diri?” bentaknya.

Mirela melirik ke arah Hiro yang menampakkan wajah marah dan emosi sambil mengemudi.

“Kenapa? Gagal jebak gue? Gagal gue mohon-mohon ke lo buat bebasin dari sana, terus lo kasih syarat bakal bebasin gue kalau gue bantu lo?” ujar Mirela, nada suaranya terdengar tak kalah marah.

“Gue bisa aja jeblosin lo ke penjara kalau gue mau,” ancam Hiro.

“Oh, kalau gitu sama aja lo jeblosin Gentala. Lo pikir gue bego?” balas Mirela.

Hiro menggerutu kesal lalu menepikan mobilnya. “Turun lo!”

“Terima kasih. Gue juga mendingan balik ke kantor polisi, mereka bisa nganterin gue pulang dan mungkin mereka bakal nanya tentang lo lewat gue, apalagi mereka temuin uang lima puluh juta di mobil lo.”

“Shit!” geram Hiro kesal sambil kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, tidak membiarkan Mirela turun. Gadis itu terlalu cerdik untuk Hiro hadapi.

Mirela hanya tertawa kecil dalam hatinya. Setidaknya kali ini dia berhasil mengalahkan Hiro. Malam ini, hanya malam ini! Besok, lusa, besoknya lusa lagi, gatau deh nasibnya gimana. Mirela itu sendirian, sedangkan sang lawan bersatu.

𝄃𝄃𝄂𝄂𝄀𝄁𝄃𝄂𝄂𝄃 to be continued 𝄃𝄃𝄂𝄂𝄀𝄁𝄃𝄂𝄂𝄃

THREAD OF DESTINY | 04 LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang