BAGIAN 4

0 0 0
                                    

~moga seru~
Part nya segini dlu ya, nanti part selanjutnya nyusul, kita mikirin alur nya dlu, okee?

Inget ini bukan hasil karya aku doang, tapi karya author Theodore yaa, mampir semua ke akun nya dan karya nya, di jamin bagus ga mengecewakan.
.........................

Pukul 06.47 WIB

Waktu sebelum bel masuk bersenandung, mobil sport hitam milik Mattew sudah terparkir rapih di tempat parkir. Setelah beberapa detik tak ada pergerakan, Mattew keluar dari mobilnya, menghampiri pintu seberang kiri, membuka dan mempersilahkan seorang gadis berseragam sekolah keluar.

Tas ransel terpasang rapih di punggung gadis itu, tak ada barang yang tertinggal. Mattew menggandeng lengan kanan Cathline, memandunya agar tak tersesat di hari pertama masuk sekolah gadis itu. 

Sorotan mata seakan terpusat pada mereka, mulut para siswa-siswi memang diam, namun dari tatapan mata mereka saling bertanya siapa gadis itu. Lorong kelas begitu sunyi, hanya suara langkah kaki yang terdengar.

Begitu masuk ke dalam kelas pun, tidak banyak pergerakan heboh karena kedatangan Cathline, mereka seolah takut akan sesuatu atau waspada terhadap orang asing.

"Kau tunggu sini, aku pergi bentar." Bisik Mattew, lantas berbalik badan dan melirik sekilas Cathline yang duduk sambil menahan gugup. Tubuh yang terbalut baju sekolah Mattew menghilang terhalang dinding, kelas baru Cathline tidaklah sepi, namun sangat ramai oleh penghuninya. Walau begitu, Cathline tetap merasa sendiri.

Wajahnya menunduk kebawah, pikirannya larut pada penyesalan menerima ajakan Mattew. Seharusnya, ia memikirkan nasibnya sebelum mengangguk.

"Tapi, setidaknya Keylova tak akan berani mendekat jika ada di keramaian sekolah." Lirih Cathline, menguatkan tekad.

Sentuhan pelan telunjuk jari di bahu Cathline menegangkan badannya. Dengan cepat Cathline menoleh ke arah kirinya, memperhatikan sosok gadis berseragam sekolah lain yang terkejut dengan reaksinya.

Gadis itu mengangkat kedua ujung bibirnya, mengambil buku notenya, menuliskan kalimat penyesalan di sana dan memperlihatkan pada Cathline. "Maaf, kamu kayak gugup soalnya." Raut wajah gadis itu menunjukkan ekpresi menyesal saat menunjukkannya.

Cathline bingung ingin menanggapi seperti apa, mau bagaimanapun ia melihat tulisan rapih gadis itu, Cathline tetap tidak mengerti tulisan manusia bumi. "Itu maksudnya apa?" Tanyanya menunjuk tulisan tangan gadis itu.

Mulut gadis itu terbelalak bersamaan dengan bola matanya, tangannya dengan cepat menulis kembali di lembar lain buku notenya. "Ini permintaan maafku karena sudah mengagetkanmu." Tangannya gemetar saat menunjukkannya.

Sebagian besar mata melirik kearah kedua gadis itu, saling menanti pertunjukan apa yang akan dilihat mereka, kedua gadis yang baru saja pindah ke sekolah menakutkan mereka.

"Aku tidak bisa membacanya, bisa kau ucapkan saja?" Pinta Cathline menurunkan buku note milik gadis itu, agar wajah kebingungan gadis itu tidak tertutupi.

"Eh, nggak salah denger nih?" Sungut satu siswi ke siswi lain, menepuk dahinya tak mempercayai fakta aneh namun nyata.

"Kau nggak bisa baca?!" Siswa yang baru bangun dari tidurnya di belakang bangku sebelah kanan Cathline berteriak. "Beneran kah ini, weh?" Sahutnya lagi, menatap kusut wajah putih bersih Cathline.

Seisi kelas menggulum bibirnya, menahan unek-unek.

"Lagian, aku bukan orang asli sini. Mana mungkin bisa baca dalam waktu semalam," bela Cathline tak ingin dianggap bodoh oleh teman sekelas barunya.

Tawa puas bersuara satu tempo, di tengah situasi sekolah yang sedang rumit, masih bisa tertawa bersama sungguh membuat lega hati. "Yang ada dimarahi pak Budi nanti kau, hati-hati ya." Sungut yang lain mencairkan salju yang seolah menyelimuti seisi kelas.

"Waduh, kayaknya seram itu." Kekeh Cathline menanggapi.

***

Lorong sekolah sepi, waktu ketika pelajaran berlangsung terasa begitu lama bagi para siswa-siswi yang mendapat pelajaran matematika. Waktu di mana banyak siswa-siswi menempati kelas ialah waktu paling terbaik bagi pelaku pembunuhan berantai untuk beraksi.

Mattew bersama rekannya sudah memblokir tempat sepi seperti, gudang, belakang sekolah, dan gudang olahraga. Sudah tiga bulan berlalu sejak mereka menerima tugas ini, waktu berjalan dengan cepat, namun mereka masih belum mendapat petunjuk pelaku.

"Perketat lagi pengamatan kalian!" Titah mutlak dari Mattew, jarinya sibuk membuka rekaman cctv sekolah, memilah kejadian ganjal yang tak memberi banyak petunjuk.

Tangan kiri Mattew menggaruk kencang kepala atasnya, kerutan di dahinya semakin bertambah seiring waktu berjalan. "Cari petunjuk sebanyak mungkin, hal kecil atau apapun itu. Ambil semua informasi yang beredar dari dalam maupun luar, jangan beri celah pada pelaku!" Suara berat bergema di markas kecil di sekolah.

"Pelaku tidak bergerak jika tempat kesukaannya diblokir. Mattew, tugas kita ialah menangkap pelaku, bukan menghentikan pelaku untuk bertindak." Cegat pria lain yang sedang memilah bukti para korban.

"Jadi kau tidak peduli dengan siswa-siswi yang bersekolah di sini, Valerie?" Sergah Mattew, rahangnya mengeras bersamaan dengan Valerie yang meliriknya.

Valerie memutar bola matanya malas seraya menghela napas. "Mana aku peduli, mereka bukan siapa-siapa ku, lagipula kita hanya menjalankan tugas. Kau tidak suka membuang waktu untuk hal tidak penting bukan, Mattew?" Tundik Valerie balik, memiringkan senyumnya seolah baru menang lotre.

Decakkan kasar dilontarkan oleh Mattew, ia sedikit tertawa setelahnya. "Aku manusia yang memiliki hati, tidak seperti kau yang hatinya dicuri musang!" Sindir Mattew, memutar bola matanya malas.

"Minimal sadar diri, siapa di sini yang paling maju soal penyiksaan sandera coba. Itu kau, kocak!" Tunjuk Valarie. Mengingatnya saja sudah seperti merebus air, memancing amarah.

Brakk

"Pelaku baru bertindak!!" Seru dari pria yang baru saja mendobrak pintu masuk. Valerie dengan rekan yang lain bangkit dari kursi, memasang posisi siap menangkap musuh.

Lengan kanan Mattew terangkat menarik perhatian, tak seperti dua detik yang lalu, sorotan matanya menajam. Sudah tak ada Mattew yang becanda di sini. "Lakukan apapun untuk menangkap bajingan itu!" Titahnya, mengusir jauh kehadiran mereka dari ruangan.

Mattew ikut menuju tempat kejadian setelah ruang markas kosong menyisakan dirinya. Begitu tiba, Mattew disambut dengan raut kesal. "Pelaku berhasil melarikan diri, sama seperti sebelumnya, identitasnya tak terbongkar." Lapor Valerie, melirik arah lain dari mata gelap Mattew.

Bola mata tajam Mattew terpejam, kehabisan energi untuk mengumpat atau mengamuk di hadapan Erza, teman minum yang terkapar menyedihkan dengan bola mata kanan yang pecah.

"Kalian memalukan sekali, sudah gagal mendapat petunjuk, sekarang kalian membuat Erza kehilangan mata gatelnya. Persiapan rumah sakit terbaik untuk mengobatinya." Mattew menggaruk tengkuknya seraya menurunkan sorotan matanya kearah darah yang menggenang.

"Bersihkan juga tempat kejadian, jangan sampai ketakutan para murid lebih membesar!" Valerie mengambil alih kepemimpinan dari Mattew yang tak tahu tujuannya berjalan.


**********

Vote nya nya janlup

Komen nya juga

Share jga

CERITA INI COLLAB GUYS!!
INI CERITA DI BIKIN SAMA MIMIN BOHAY AND AUTHOR THEODORE!!!

MAMPIR KE AKUN NYA YUKKK

Ngeng!!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love is complicated Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang