Terlihat jelas garis-garis lelah diwajah cantiknya, keringat membasahi wajah dan sebagian rambutnya, juga kaos khusus badminton Vitanion yang ia kenakan basah kuyup oleh keringat.
Nara kini berdiri didepan gerbang sekolah setelah melakukan latihan yang cukup intens bersama anak badminton lainnya, tenaganya terkuras habis, dia kelelahan.
Saat ini dia sedang menunggu Dona yang sudah janji akan menjemputnya karena hari ini katanya dia pulang lebih cepat dari biasanya. Namun, sampai kini Dona tak kunjung datang menjemputnya.
Jam 16.50
Sudah hampir 20 menit Nara berdiri disana menunggu Dona datang menjemputnya. Nara juga sudah beberapa kali coba menghubungi bundanya namun tak pernah diangkat. Mungkinkah Dona sedang sibuk diperjalanan sehingga tak sempat untuk mengangkat telepon darinya.
Nara menoleh ke kanan-kiri, tidak ada orang, anak-anak yang lainnya kini sudah tak ada, mereka satu-persatu pergi tanpa dia sadari. Nara hanya bisa merutuk, menyesal kenapa tadi dia menolak ajakan Gen untuk pulang bareng.
Sorak-sorai lelaki terdengar dari arah parkiran dibelakangnya, Nara menoleh ke sumber suara tersebut, ada segerombolan anak laki-laki disana.
Rey dan beberapa anak futsal lainnya ternyata belum pulang, mereka baru saja sampai parkiran.
Nara langsung memalingkan pandangannya pura-pura tidak melihat mereka ketika Rey menoleh ke arahnya.
Nara pura-pura tidak tahu jika Rey masih ada disekolahan, dia kembali menatap ke arah jalanan dan dia berharap sang bunda cepat datang. Namun, roda mobilnya saja tidak pernah terlihat olehnya.
Nara kembali memeriksa ponselnya dan kembali menelepon sang bunda, tapi tetap saja Dona tak mengangkat panggilan darinya meskipun berdering.
Nara menghela berat, dia bingung harus pulang naik apa karena kini dia hanya memiliki sisa uang 5 ribu lagi.
"Kenapa?" tiba-tiba saja Rey sudah ada berdiri disampingnya.
"Gakpapa."
"Mau pulang bareng gue gak?" tawar Rey.
"Nggak, makasih."
"Ya gakpapa sih gak mau juga."
"Rey duluan ya," ucap salah seorang yang baru keluar gerbang.
"Iya."
"Terus lo mau pulang pake apa? Jalan kaki? Terbang?" tanya Rey.
"Lo pikir gue gak punya duit apa buat bayar ojek, angkot, atau semacamnya."
"Apa? Angkot?" Rey ketawa sinis begitu medengar Nara mengucapkan kata angkot.
"Gue gak yakin lo mau naik angkot, desak-desakan dengan ibu-ibu yang banyak ngomel, bapak-bapak yang cuman pake kaos kutang doang dan keteknya bau. Belum lagi kalo ada preman, lo bisa di gangguin sama mereka, terus supir angkotnya disuruh berhenti di tempat sepi, terus lo dipaksa ikut dengan mereka. Hish, gak kebayang gue apa yang akan terjadi selanjutnya sama lo." Rey menakut-nakuti cewek yang kini tertegun setelah mendengar penuturannya.
"Gue gak percaya diangkot ada orang-orang kaya begitu."
"Yaudah kalo lo gak percaya coba aja! Tapi saran gue sih mendingan lo pulang bareng gue aja deh daripada nanti lo kenapa-napa."
"Halah modus lo."
"Bentar ya gue ambil motor gue dulu, lo tunggu disini!" Rey berjalan ke arah parkiran dimana Bima, Fikri, dan Saka masih ada disana setia menunggu dimasing-masing motornya.
"Dih siapa juga yang mau pulang bareng lo."
"Lo gue anter, bahaya pulang naik angkot sendirian," jawab Rey masih berjalan mundur.
KAMU SEDANG MEMBACA
REYNARA
Random"Gue akan balikin ini kalung ke elo, tapi ada syaratnya." "Syarat?" Rey mengangguk. "Apa?" tanya Nara, "Bukan yang aneh-aneh kan?" "Nggak, cuman tiga aja kok syaratnya, gak banyak dan gak aneh." "Oke, apa aja syaratnya?" tanyanya lagi dengan malas. ...