JINGGA sudah ditorehkan oleh sore kala itu. Sudah menandakan waktunya pulang. Gerbang-gerbang besar rumah-rumah gedongan di sisi-sisi jalan, mengiringi perjalanan Laras. Sederet mobil mewah terparkir di garasi ataupun depan rumah mereka.
Mereka kerja apa ya? Hal yang sering terpikir di benak Laras. Pegang duit puluhan juta saja keluarganya tidak pernah. Laras yang terlahir di keluarga biasa yang serba kekurangan.
Cukup jauh Laras harus berjalan hingga mendapati gerbang masuk kompleks elit tersebut. Belum sampai penghujung perjalanan, Laras dikagetkan oleh klakson motor tepat disamping telinga.
"Astaghfirullah!"
Wajah kaget Laras dibalas dengan tawa renyah pemotor di sebelahnya. Lelaki tampan itu tertawa tak henti hingga sepasang matanya membentuk bulan sabit. Sangat menawan.
"Bisa nyebut juga lu, Ras."
"Bisalah, apalagi kalau ketemu setan kaya lu!"
Melihat Laras jengkel malah membuat lelaki tampan itu semakin senang. Ia bersiap dengan ledekan-ledakan jahilnya yang lain. "Mana ada setan ganteng kaya gue."
"Dih, pede bener."
"Sudah teruji klinis IPB dan ITB kalau gue itu ganteng, Ras."
"Kaya merek air mineral aja, teruji klinis."
"Ya kan emang gue nyegerin."
Laras menunjukkan wajah jijik, membuat lelaki tampan bernama Adrian itu kegirangan. "Iya deh, berhenti."
Adrian memelankan laju motornya kerennya yang bergaya retro dan berkesan macho serta elegan. Ia menyejajarkan langkahnya dengan Laras. Perempuan berkucir kuda itu masih lengkap dengan seragam sekolahnya. Adrian bisa memastikan Laras baru saja selesai mengajar tetangga kompleknya - Kirana - gadis manis berusia sepuluh tahun. Salah satu kerja sambilan Laras selama ini.
"Gue denger lo habis dipanggil ke BK. Seorang Laras Maharani dipanggil BK. Pindah baru berapa hari udah bandel aja ya lo," gurau Adrian yang selalu tampil dengan potongan rapi dari atas sampai bawah.
"Gak usah ngeledek deh, Yan."
"Gak boleh dikit-dikit ngambek ah, Ras," Kekeh siswa tampan bernama Adrian sambil mencolek bahu Laras.
"Bosen nih gue gak ada lo di kelas. Gak seru sekarang kalo ulangan, gak ada saingan."
"Sombong amat."
Laras yang sebal dengan tingkah Adrian, memukul pelan bahu kokoh lelaki tampan itu. Tak terduga, Adrian merintih kesakitan "Argh. Sakit."
"Beneran? Coba gue lihat."
Adrian tertawa berbahak-bahak melihat Laras sangat khawatir. "Gue gak papa, Ras. Gak luka sedikitpun. Apalagi lu udah bukan saingan gue. Tenang aja."
"Ini bukan buat bercandaan, Adrian!"
Adrian tahu ini topik sensitif mereka berdua, seharusnya ia tidak menjadikannya bahan bercandaan. Laras seperti kehilangan jantungnya ketika Adrian memberitahu bahwa itu hanya candaan.
"Maaf. Sebagai permintaan maaf gue anter sampai rumah deh."
Ajakan Adrian terlihat cukup menguntungkan, bisa menghemat biaya. Apalagi sudah mau gelap dan jika ia menggunakan kendaraan umum lumayan memakan waktu. "Oke."
.
Dalam perjalan ke rumah, Laras kembali melamunkan kata-kata Bu Heri tadi di ruang BK. Kesalahan mengata-ngatai teman sekelasnya bisa dimaafkan oleh Bu Heri begitu saja. Topik bahasan Bu Heri sebenarnya adalah bagaimana para guru bahkan beliau sendiri menyangsikan keputusan Laras untuk masuk jurusan IPS. Sampai-sampai beliau yang notabene guru BK kelas X pun berusaha membuatnya berubah haluan.
![](https://img.wattpad.com/cover/319874766-288-k616735.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
What We Liked Those Days
Teen FictionLaras, siswa paling pintar di SMA Nusantara tiba-tiba memilih untuk masuk jurusan IPS. Keputusannya itu disangsikan semua orang. Alih-alih belajar, Laras malah harus mengurusi kelasnya yang dipenuhi oleh bocah kematian dan anak-anak badung di sekola...