A Little Punishment (Free)

4.4K 12 0
                                    


"M-mas, hiks .. please.. please ma- ahh!"

"Please what, hm ? Udah gatel ya pepek lacurnya? Lubang kawinnya udah nggak kuat pengen dirojokin pake kontol Mas? Iya?"

PLAK!

"AHH!"

Satu tamparan kuat Bara layangkan pada vagina Melisa yang sudah memerah basah.

"Jawab pake mulut, Melisa. Jangan cuma ngangguk-ngangguk aja kaya lonte yang udah mabok kontol. Mulutnya masih bisa dipake ngomong 'kan? Atau cuma bisa buat nyepong kontol aja?"

Tangisan Melisa menderas. Bibir bawahnya bergetar hebat karena isakan yang tak mau berhenti keluar. Dengan susah payah, ia coba menjawab, "m-mau.. mau dimasukin Mas.. iya- hiks! Mau.. please.. pepek aku udah gatel, mau kontol Mas Bara di dalem aku.. nggak mau cuma digesekin ajaa- hngg!"

PLAK!

Lagi-lagi, vagina Melisa ditampar cukup keras oleh tangan sang suami. Kali ini, tepat mendarat di bagian klitorisnya. Yang mana membuat Melisa langsung mengeluarkan desah melengking yang cukup kencang akibat tak kuasa menanggung sensasinya.

"Dasar lonte. Memek kamu emang haus kontol banget ya, kayanya? Ditinggal nggak sampe seminggu aja udah kegatelan nyari-nyari kontol lain. Bukannya nunggu Mas pulang, malah nyari enak pake kontol mainan. Dasar perek nggak sabaran. Nakal. Memek murahan."

PLAK! PLAK! PLAK!

Tamparan demi tamparan terus mendarat di kelamin Melisa. Buat vagina yang sudah belepotan oleh lendirnya sendiri itu makin memerah dan mulai terasa sedikit kebas.

" Hiks- ampun, Mas.. m-maafin Melisa- umhh.."

"Nggak usah nangis. Anak nakal kaya kamu emang pantes dapet hukuman. Biar memek pereknya bisa belajar sabar. Nggak gatelan minta disumpelin kontol terus-terusan."

Benar. Semua perlakuan Bara saat ini, tidak lain adalah akibat dari ulah Melisa sendiri.

Sore tadi, Melisa tak sengaja menonton film yang ternyata ada adegan eksplisitnya. Dan adegan itu, rupanya mampu memantik nafsu dalam diri Melisa sampai ke ujung. Ia sange berat. Namun masalahnya, Bara sang suami kebetulan sedang ada dinas di luar kota dan baru akan pulang ke rumah esok lusa ( begitulah yang Bara sampaikan kepadanya kemarin malam ).

Maka dari itu, Melisa pun akhirnya memilih untuk memuaskan dirinya sendiri menggunakan salah satu dildo yang belum lama ini ia beli. Meski ia ingat bahwa suaminya itu sudah pernah melarang Melisa bermain sendiri tanpa seizinnya, Melisa memilih untuk tidak peduli. Di pikirannya saat itu hanya ada orgasme, orgasme, dan orgasme. Melisa ingin segera menuntaskan hasratnya dan mencapai klimaks. Apapun caranya.

Toh, Mas Bara juga nggak akan tahu, pikir Melisa saat itu.

Namun siapa sangka? Ternyata, kepulangan dinas Bara sebetulnya dijadwalkan lebih cepat menjadi hari ini. Bara sengaja merahasiakan hal tersebut dengan niat ingin memberikan istri manisnya itu kejutan kecil. Yang mana justru jadi sebuah plot twist karena bukannya menjadi pihak yang memberikan kejutan, Bara justru malah jadi berada di posisi yang diberikan kejutan oleh Melisa. Kejutan yang sangat tak terduga.

Kala menginjakan kaki di rumah, bukannya disambut dengan binar terkejut dan pelukan hangat dari sang istri, Bara justru malah disambut dengan suara desahan dan rintihan manja yang menyebut-nyebut namanya dengan erotis, berasal dari kamar tidurnya.

Tentu saja Bara tahu itu suara milik Melisa. Dengan langkah kakinya yang cepat, ia segera menghampiri asal suara tersebut. Hendak memastikannya dengan mata kepalanya sendiri. Dan benar saja, ketika Bara membuka pintu kamarnya, nampaklah pemandangan Melisa yang sedang asyik mengocok memeknya sendiri menggunakan sebuah dildo berukuran sedang sambil mendesahkan nama Mas Bara berulang-ulang dengan penuh putus asa seperti sebuah mantra.

Sebetulnya, ada sedikit rasa senang dan bangga ketika menyaksikan bagaimana istri kecilnya itu begitu putus asa dan sangat mendamba akan sentuhannya seperti barusan. Akan tetapi, fakta bahwa Melisa sudah berani melanggar aturan yang telah dibuatnya, tentu tidak bisa untuk membuat amarah Bara tidak terpantik.

His little wife just turned into a little brat. And a little brat deserves nothing but punishment.

Maka itulah yang dilakukan Bara saat ini; menghukum istri kecilnya yang telah menjadi anak nakal dan tidak patuh.

Ia siksa Melisa habis-habisan dengan terus menerus menggoda bagian luar vaginanya-labia dan klitorisnya-dengan menggesekkan penis besarnya ke bagian tersebut tanpa berniat memasukkannya ke dalam lubang memeknya sama sekali. Bara paksa agar Melisa mau menjepit ereksinya menggunakan paha dalamnya yang super halus. Kepala penisnya itu sempat beberapa kali tergelincir masuk ke dalam pintu lubang Melisa yang memang sudah sangat basah dan licin akibat lendirnya sendiri. Namun ketika hal itu terjadi, Bara akan selalu langsung mengeluarkannya tanpa basa-basi. Tidak berniat untuk merojoknya lebih dalam sama sekali.

Hal tersebutlah yang lantas membuat Melisa frustasi setengah mati. Terlebih lagi, ia tak bisa berontak ataupun berbuat banyak karena kedua tangannya sudah Bara ikat menggunakan dasi miliknya dengan posisi di atas kepala, yang mana membuat segala pergerakannya sangat terbatas. Hanya bisa pasrah dengan apapun yang dilakukan Bara pada tubuhnya.

Harus Melisa akui bahwa sejatinya, hampir semua perlakuan Bara pada tubuhnya selalu mampu buat Melisa ada di puncak gairah. Melisa menyukai segala perkataan kasar Bara yang terkesan sangat merendahkan dan melecehkannya. Ia menyukai bagaimana perlakuan tangan suaminya itu ketika menyentuh beberapa bagian sensitif pada tubuhnya-dari mulai puting, leher, pantat, hingga kelaminnya secara asal-asalan. Ia juga menyukai bagaimana Bara yang selalu mampu membuatnya tunduk dan tak berdaya dalam kuasanya, seperti sekarang ini.

Namun tetap saja, semua itu masih belum cukup untuk bisa memuaskan hasrat Melisa yang menggebu. Melisa butuh penis Bara untuk segera memasuki liang senggamanya. Bukan hanya digesekkan pada paha dalam, labia, maupun klitorisnya saja. Melisa butuh penis besar itu untuk segera mengawininya, menggaruk dinding vaginanya yang sudah sangat gatal itu sampai puas. Sampai rahim dan perutnya dibuahi, diisi penuh oleh cairan sang suami.

Sayang seribu sayang, sepertinya keinginannya itu hanya akan jadi angan belaka untuk malam ini. Karena dari raut mukanya, Melisa sudah tahu bahwa kali ini, Bara tidak akan mau mengabulkan kemauannya.

Entah sudah berapa kali Melisa memohon dan mengemis, merendahkan dirinya sedemikian rupa bagai jalang dungu haus penis yang sedang minta disetubuhi, Bara masih tetap tak mau luluh. Bahkan ketika Melisa sudah terisak hebat dengan badannya yang mulai gemetaran, Bara hanya memandang tubuh telanjang istrinya itu dengan netranya yang tajam sambil berucap rendah,

"Memek kamu ini tuh cuma punya kontolnya Mas. Mainannya kontol Mas. Tempat pembuangan pejunya Mas seorang. Nggak ada yang bisa sentuh memek kamu selain dan tanpa izin Mas. Mau itu cuma kontol karet sekalipun, tetep gak boleh nyentuh ini pepek lacur tanpa seizin Mas. Cuma Mas yang berhak rusakin memek kamu sampe ngowoh kaya pepek lonte yang udah dipake berkali-kali."

"Sekarang, nurut. Jepit aja kontol Mas pake paha kamu yang bener. Mas mau liat memek perek ini muncrat-muncrat cuma karena itilnya dipukulin pake palkon nya Mas. Bisa 'kan?"

Maka kalau sudah begitu, Melisa bisa apa selain mengangguk patuh?

END

Short Story (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang