Ni

3.3K 162 6
                                    

Aku lahir di Indonesia, dibesarkan di Indonesia. Orang tua ku keduanya asli keturunan Idonesia, lalu kalau kalian bertanya kenapa nama ku seperti orang jepang, jawabannya sederhana ; orang tua ku otaku.

Mereka begitu terpesona pada bumi sakura ini dan bermimpi suatu hari tinggal disini bersama kamiーanak-anaknya. Tidak, tidak untuk menetap lama, mungkin setahun atau dua tahun. Namun saat impian mereka hampir terwujud, aku kehilangan mereka.....

"Mau berangkat sekolah, Yume-chan?" Suara itu memerintahku untuk menoleh dan mengangguk. Pagi ini sangat cerah, aku bisa mendengar beberapa burung berkicau merdu.

Dia mendekat dan aku berusaha mundur. Namun sepertinya kaki ku kalah panjang dengan laki-laki ini. Dia mencapai pipi ku menarik keatas dan jemarinya mencubit dengan gemas.

"Sha-shakula-kun, shakit"

Dia menatap ku dalam. "Ini masih pagi lebih baik seperti ini, tersenyum lah jangan buat teman-teman mu takut untuk mendekati mu." Katanya tersenyum tipis.

Tak lama dia melepaskan tangan nya dan tertawa melihat wajah merah ku. Ditertawakan seperti itu, aku.....

"Arigatou."

Dia menoleh dan terdiam melihat ku. Aku tersenyum kecil. Dia melakukan hal yang menyebalkan tapi aku yakin dia hanya ingin menghibur ku. Dia tidak banyak bertanya soal apa yang menimpa ku, tapi tanpa ragu mau berteman dengan ku. Suaranya terngiang berulang dikepala ku seperti sebuah penyemangat.

"Ittekimasu." Kata ku lagi, menyadarkan nya dari lamunan yang dia ciptakan sendiri. Dia tertawa dan berteriak nyaring saat aku sudah menjauh dari gerbang rumah sakit.

"Itterasshai!!"

Sekolah di Jepang mulai pukul 08.50, siang bukan? Tapi bagi orang jepang itu sudah termasuk pagi. Bahkan banyak murid yang telat juga. Aku harus banyak menyesuaikan diri begitu pindah disini. Budaya, bahasa, aturan. Aku harus mengatur ulang jadwal tidur ku. Cara makan ku, cara bicara ku. Kegiatan sekolah, kurikulum.

Ditambah dengan suhu disini yang tidak akrab dengan tubuh ku. Saat dingin rasanya aku akan membeku dan saat panas aku pasti mencair. Semua berbeda dengan di Indonesia.

Tiba disekolah pun aku sendirian. Tidak ada yang peduli, hanya ada orang-orang yang ingin tahu. Atau orang-orang yang ingin melatih bahasa Indonesianya. (Yup, disini juga ada pelajaran bahasa Indonesia). Kadang aku merindukan sahabat-sahabat ku di Indonesia. Tapi aku tak ingin menyusahkan mereka dengan mengeluh.

"Tersenyumlah.."

Aku menggeleng cepat saat mengingat kejadian pagi tadi. Aku ini kenapa sih, baru disemangati sedikit saja sudah melayang seperti ini. Sejujurnya aku tidak terbiasa dengan laki-laki, di Indonesia pun aku hanya dekat dengan dua teman laki-laki.

Oh, ada bola yang menggelinding ke arah ku. Aku melirik kelapangan, semua yg disana terdiam dan sebagian mulai berbisik-bisik. Aku yakin mereka membicarakan ku. Akhirnya aku hanya bisa menunduk lagi.

"Tersenyumlah....."

Ugh, atau aku ambilkan saja bolahnya ya?

"Itu anak itu yang katanya orang tuanya meninggal?"
"Dia bukan orang jepang kan?"
"Lebih baik kau saja yang meminta dia mengambilkan bolanya, dia dingin sekali, aku takut."
"Kau saja, aku tidak mau dimarahi karna meminta tolong."

Apa aku sejahat itu......? Aku tidak marah kok...

"Yumeee-san, bisa kah kau ambilkan bola itu untuk kami?" Itu suara Suzuki Hikaru, dia teman sekelas ku saat kelas 1. Aku tahu, bahkan walau tak pernah bicara dengannya, aku menghapal seluruh teman sekelas ku. Dia tersenyum lebar sambil melambai-lambaikan tangannya. Aku tahu, dia memang selalu seceria itu...

"Tersenyumlah...."

Aku menarik napas ku "tangkap ini, Suzuki-kun!" Teriak ku. Si pemilik nama menangkapnya dengan lincah, dan tertawa. Sial, sekarang aku jadi terlihat seperti tomboy. Tambah lagi aku sok akrab dengan memanggil nya begitu. Padahal aku jarang bicara. Ugh, gawat, semua mata melihat ku. Aku harus bagaimana, bodoh bodoh bodoh.

"Arigatou, Yume san" dia tidak menunjukan ekspresi menghina ku, walau jarak kami jauh aku tahu dia tersenyum dengan tulus.

Mungkin di bumi ini masih ada orang baik...

"Douitashimashite..." ku balas senyum tulusnya. Sebelum mempercepat langkah ku kembali ke kelas.

Aku sangat malu. Sungguh. Ini pertama kalinya aku berteriak dan tersenyum disekolah. Tapi entah kenapa hati ku menghangat, aku sangat senang. Mungkin sisi dingin ku mulai mencair.

Semua karna Sakura, mungkin aku harus berterimakasih padanya saat pulang nanti.

And whispered to her neighbor:
"Winter is dead."

SakuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang