San

2.6K 159 5
                                    

Aku selalu mengingatnya, rangkai kejadian yang memuakan. Rangkai kejadian yang tak bisa aku hentikan. Yang tak bisa aku cegah, yang selalu aku sesali.

Malam itu kami pulang larut setelah mengantar teman-teman kami dari Jakarta yang berkunjung, kembali ke bandara.

Saat tiba2 sebuah bis dari belakang menabrak mobil kami dengan keras, hingga membentur tebing. Merusak pintu penumpang sebelah kiri, tempat aku berada.

"YUMEEEEEEEE!!!"

Aku masih bisa mendengar jelas suara Yumi, aku ingat bagaimana tangan kami berusaha saling meraih. Tapi, gravitasi menarik ku menjauh. Mereka terjebak dalam mobil, sedang aku terpental dijalanan. Mobil itu terus didorong bus...

Aku menyaksikannya dengan kesadaran yang menipis.... dinginnya aspal membuat darah ku membeku....
Aku takut, Ayah.... Ibu.....

"Sa-sakura kun."

Wajah tirus itu langsung menoleh kearah ku dan mengukir senyum. Dia duduk santai di kursi taman rumah sakit, tapi ada sesuatu yang aneh.

"A-ano... di kepala mu ada burung."

"oh, ya? biarkan saja mungkin rambut ku menjadi sarang yang hangat baginya." Jari-jarinya memainkan ujung rambut yang melalui mata, tidak keberatan sama sekali akan hadirnya hewan bersayap di atas kepalanya.

"hmph."

"Kamu tertawa?"

"Ah! Iie. Gomenne. Aku hanya membayangkan kalau burung itu buang air besar di rambut mu."

Wajahnya berubah khawatir, Dia mengenadah membangunkan burung yang ada di kepalanya. "Hei ini mungkin tempat tidur, tapi bukan toilet ya." Ancamnya membuat ku tertawa.

Oh mungkin ini pertama kalinya aku tertawa setelah satu tahun. Bukan hanya tertawa tapi juga bicara banyak. Selain karna bahasa jepang ku yang memang tidak terlalu lancar, aku juga tidak memiliki banyak keberanian dan kepercayaan.

Semua orang disekolah menatap ku kasihan setelah para guru menceritakan bagaimana seharusnya aku dan Yumi datang berdua kesekolah, namun kecelakan itu terjadi begitu saja. Aku benci tatapan kasihan, dan pertanyaan keingintahuan yang mengingatkan ku pada rangkaian kejadian itu. Akhirnya tak seorang pun yang aku jadikan teman.

Sakura menatap ku hangat, aku baru menyadarinya setelah tawa ku reda.

"Aku baru tahu kau bisa tertawa seperti itu. Kau sangat manis kau tahu. Kenapa tidak coba untuk lebih sering tersenyum?"

"Aku tidak tersenyum tanpa alasan."
Dia tertawa renyah mendengar jawaban ku, aku duduk di sampingnya. "Aku kemari hanya ingin mengucapkan terimakasih kok."

"Atas?"

"Atas saran mu tadi pagi. Mungkin peritah lebih tepatnya" aku mengangkat bahu, mencoba menyampaikan rasa terimakasih ku lewat sebuah senyuman.

"Rasanya hari ini kau jadi lebih ceria ya!" Tangan usilnya mengacak rambut ku tanpa sungkan. Bibir tipisnya tak pernah lepas dari senyuman. Aku jadi penasaran kenapa dia selalu ada dirumah sakit ini.

"Sakura kun, kenapa kau selalu ada disini?"

"Hidup ku terikat dengan rumah sakit ini, Yume chan. Hidup ku bergantung pada tempat ini." Katanya masih dengan senyum. Tapi aku bisa melihat jelas luka dan kesedihan dalam matanya. Apa aku bertanya sesuatu yang tidak pantas? Apa dia mengalami sesuatu yang buruk? Atau dia sedang mengidap penyakit mematikan? Kenapa?

"Wajah mu terlihat sangat penasaran. Apa kau tertarik dengan ku?"

Detik itu juga aku mencubit pinggangnya. Aku rasa wajah ku memerah. Semua kekhawatiran dan pikiran ku lenyap. Oh tuhan, kenapa kau pertemukan aku dengan spesies ini. "jangan bicara sembarangan!"

"Aargght! Aku hanya bercanda! Kau mencubit ku terlalu keras!" Wajah kesakitannya membuat ku merasa bersalah, dan akhirnya aku yg meminta maaf.

Dia tertawa,

Lagi.

"Hei, mau lihat-lihat bunga sakura dibelakang rumah sakit?"

"Eh? Kau bilang hidup terikat dengan tempat ini?"

"Ya, tapi kalau tidak terlalu jauh masih boleh kok." Dia mengedipkan matanya. Berjalan menuju gerbang rumah sakit. Tanpa diminta aku ikut dibelakangnya. Masih dengan seifuku seperti biasanya.

Dia berjalan pelan agar aku dapat menyeimbangi langkahnya. Matahari mulai lelah, tapi sinarnya masih begitu sempurna dilangit. Aku merasakan angin dingin membuat tulang-tulang ku membeku.

"Dinegara asal mu tidak sedingin ini ya? Ini musim semi lho."

Dia menarik ku merapat kedekatnya. Aku hanya mengangguk, ini bukan soal suhu, namun soal tubuh ku. Sejak kecil aku tidak kuat berada di tempat sejuk, apa lagi dingin.

"Kita sampai!" Dia berteriak sambil tiba2 berlari. Aku yang sedari tadi hanya menatap jalan yang aku tapaki, mengangkat pandangan ku.

What the.....

Aku menatap takjub pada bunga-bunga sakura yang melambai, memenuhi mata ku sejauh apa pun aku memandang. Bunganya yang sudah mekar sempurna menghasilkan suara gemerisik yang indah, angin berhembus kencang tapi aku tidak merasa dingin lagi. Seolah angin musim semi yang hangat membelai ku lembut.

"Yumeeeeeee chaaannn"

Laki2 itu melambai dari tengah-tengah lapangan, bibirnya jelas menampakan dia sedang tertawa. Aku hanya menatapnya dari pinggir. Melihatnya menoleh kearah pohon-pohon sakura, seolah-olah sedang bicara dengan mereka.

Tatapan nya, senyum dan tawanya bisa aku lihat walau begitu jauh. Aku berdebar, lagi. Dia indah seperti bunga sakura. Dia menghangatkan seperti musim semi.

Terimakasih telah menjadi kekuatan dalam kelemahan, pencerahan di tengah kegelapan, dan telah mendatangkan musim semi ku.

****

Yohooooo, minna!
Maaf baru bisa update. Baru mulai kuliah, jadi banyak banget tugasnya. Maaf juga kalo part ini agak gak jelas hahaha

Terimakasih sudah meluangkan waktu nya, terimakasih sudah baca><

SakuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang