Miss me, honey

4 0 0
                                        

Die merasakan kegelisahan sejak menginjakan kaki di kota K. Hotel yang menawarkan sejuta pesona keindahan kota K tak juga menyurutkan.

Ia bersandar di sisi pintu balkon.

Ini hari ketiga.

Selama di kota ini, tak satupun orang yang di kenalnya menghubungi karena simcard baru. Iapun enggan.

Terdengar suara ketukan di pintu kamar. Die berbalik, menyesap kopinya sebelum membuka pintu.

Tubuhnya membeku.

"Hallo sayang, miss me?"

Hodie Morgan berdiri di hadapan Die dengan senyum kaku, ia mengamati penampilan Die yang santai.

Baju kaos berbentuk V tanpa kerah, celana pendek di atas lutut, rambut basah sehabis mandi dan mata yang terkejut.

Sungguh menggoda.

Die cepat menutup pintu tapi terlambat, tangan Hodie Morgan mendorongnya masuk kemudian menutup pintu dengan suara kunci.

"Mau apa kamu di sini?"

"Kamu tidak merindukanku, honey."

Hodie Morgan maju perlahan, sontak Die mundur. Jarak tidak terlalu jauh tapi Die bisa merasakan kemarahan sekaligus keinginan yang mengebu-gebu.

"Sayang, kamu melukai hatiku?"

Mata Die melotot lebar mendengar hal itu, tangan Hodie Morgan terulur ke arah pinggangnya.

Menarik.

Menghapus jarak.

Die lambat merespon.

Bibirnya sudah di kuasai Hodie Morgan dengan cepat, keras dan menuntut. Tidak ada waktu untuk berfikir selain mengikuti alurnya, rasa di butuhkan membungkam segalanya.

Rasa yang membuat kecanduan.

Dimana semua berpusat hanya padanya. Ini seperti pulang ke rumah.

Namun, Hodie Morgan melepaskan Die secara tiba-tiba. Badan Die sontak terjatuh ke arah sofa di belakangnya, Die memandang bingung ke arahnya.

Hodie Morgan memperhatikan ke sekeliling kamar hotel, "Kamu lari dariku, Die."

Isi kepala Die mulai berjalan, ia menjadi kesal dan malu secara bersamaan. Die bisa merasakan bibirnya bengkak dan basah.

Bagaimana bisa merespon ciuman ini?

Apa katanya tadi? Lari?

Hei, kamu siapa.

Hodie Morgan melirik sekilas ke arah Die kemudian berjalan ke arah balkon. Ia harus menahan diri.

Ini terlalu cepat pikirnya.

Keheningan terasa menyengat di setiap saraf keduanya, menggoda untuk bertindak tetapi ragu.

"Tuan Hodie Morgan, anda melewati batas yang sewajarnya."

Hodie Morgan berbalik, berjalan ke arahnya dengan ketegasan mengancam. Die di buat ketakutan dalam hatinya, ia seorang pria tulen tapi merasa takut seperti wanita abg.

Tidak benar pikirnya.

Jarak mereka tidak terlalu jauh. "Aku rasa tidak, Die." Kepala sedikit miring berikan kesan mengejek dari wajahnya.

Tak mau larut.

Die mengatur duduknya selayaknya pria, "Anda masuk tanpa basa basi melakukan hal yang tidak sopan. Saya bisa melaporkan anda ke pihak berwajib."

"Hal yang tidak sopan? Bagian mana yang tidak sopan? Kamu ikut menikmatinya."

"Kamu--"

Seringai kejam muncul di wajahnya bikin Die merinding, aura tak terbantahkan dari Hodie Morgan bisa memutar balikan kondisi.

Die, Are You Sure?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang