Pagi ini, Gio dan Feni berangkat ke sekolah bersama dengan motor seperti biasanya. Namun, suasana di antara mereka terasa berbeda. Keheningan menyelimuti perjalanan mereka, hanya terdengar deru angin dan mesin motor saja. Feni duduk di belakang dengan sikap dinginnya, terdiam dan menjaga jarak dari Gio.
Malam sebelumnya, sekitar tiga hari yang lalu, ucapan Feni yang mengatakan Shani pulang bersama Chiko terus terbayang di benak Gio. Feni berbicara seperti itu saat sedang menelepon, dengan nada yang marah dan pada akhirnya dia membanting pintu di depan Gio. Sejak saat itu, sikap Feni berubah drastis—tidak lagi hangat dan ceria.
Setiap kali Gio mencoba berbicara, Feni hanya menjawab singkat, seringkali juga menjawab dengan nada yang sinis. Apalagi saat Gio mencoba bersama dengan Dey dan kebetulan Feni melihat, sikap Feni akan lebih parah dari biasanya, bahkan Gio sampai kesal sendiri karena Dey juga jadi korban sinis tatapan Feni.
Akhir perjalanan mereka tiba saat motor Gio sudah memasuki parkiran, Feni langsung turun dari motor sesaat setelah motor itu berhenti, ia melepaskan helmnya, kemudian dengan kasar menyerahkannya pada Gio. Helm itu menghantam perut Gio dengan sedikit kencang, membuat Gio terkejut sekaligus kesal.
"Kak Mpen! Kenapa sih?" Tanya Gio langsung menarik lengan Feni sebelum wanita itu pergi dari hadapannya.
Feni tentu saja tidak menjawab, dia hanya menatap balik Gio dengan tatapan dingin, lalu memutarkan matanya sebelum akhirnya menepis tangan Gio dan berjalan menjauh dari sana. Menghadapi tingkah Feni yang seperti itu, membuat Gio harus menghelakan nafasnya, berusaha meredam emosinya karena bagaimanapun juga ini masih pagi.
Gio memilih untuk tidak peduli, dia menaruh helm yang Feni berikan di atas motornya, lalu berniat untuk langsung menuju ke kelas. Namun, pandangannya tiba-tiba teralihkan ke arah mobil yang baru saja masuk ke area parkiran menuju area parkiran khusus guru dan staf sekolah.
Semua orang tahu siapa pemilik mobil itu, mereka tahu karena Pak Akbar sang kepala sekolah lah sang pemiliknya. Namun, seorang wanita yang Gio kenal yang pertama kali keluar dari mobil itu. Gio sudah tersenyum dan bersiap untuk menyapa, tapi kemudian dia melihat Chiko bersamaan dengan Pak Akbar keluar dari setelah pintu kursi depan terbuka.
Semua orang yang tadinya heboh karena Shani keluar dari mobil Pak Akbar menjadi lebih heboh lagi membicarakan Shani dan Chiko yang tampak dekat. Keduanya saling tersenyum, berpamitan pada Pak Akbar kemudian jalan bersama mulai masuk ke lorong sekolah.
Niat Gio untuk menyapa Shani langsung sirna, saat melihat itu. Dia kesal dan dia akui dia juga cemburu, dengan wajahnya yang mengeras, dia memilih memalingkan wajahnya dan meninggalkan parkiran dengan langkah cepat. Bahkan tanpa peduli begitu saja melewati Chiko dan Shani yang sudah lebih dulu berjalan di lorong sekolah.
*
Raut wajah Chiko berubah ketika raut wajah Shani juga berubah dan menatap sedih punggung Gio yang mulai menjauh di depan sana. Sebenarnya saat mobil mulai masuk parkiran, Shani sudah menyadari keberadaan Gio di parkiran. Dia bahkan sudah menghelakan nafas berkali-kali sampai Pak Akbar saja keheranan.
Senyuman ramah Shani, sikap tenangnya saat bersama Chiko dari pertama turun dari mobil adalah alibi Shani untuk terlihat baik-baik saja tanpa Gio. Lalu Chiko yang langsung menyadari apa yang Shani pikirkan ikut hanyut dalam permainan Shani.
"Teruslah tersenyum, aku suka senyuman kakak" Ujar Chiko saat Shani tak lagi tersenyum seperti tadi.
Shani menoleh ke arah Chiko, dia tersenyum seperti yang Chiko inginkan, "Makasih ya" Ujar Shani lalu dengan cepat membuang muka ke arah lain dan terdiam lagi.
Sedangkan Chiko, dia terdiam bahkan berhenti melangkah membuatnya sedikit tertinggal oleh Shani. Dia tidak menyukai senyuman Shani yang tadi, terlihat palsu dan tidak tulus. Karena sikap Shani yang seperti itu membuatnya semakin ingin mematahkan batasannya dan ikut campur dengan masalah Shani dan Gio.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Rasa [TAMAT]
Historia CortaBagaimana rasanya mencintai dalam diam? Mungkin satu-satunya yang bisa menjawab pertanyaan itu adalah Gio. Dia dengan segala pertimbangan di kepalanya memilih memendam rasa pada sang kakak kelas saat dia masih SMP. Rasa yang dia kira akan pudar saat...