Eps 3 : Di antara pilihan yang mustahil

6 1 1
                                    

Sofia menyandarkan tubuhnya ke dinding taman setelah Daniel menghilang di balik bayang-bayang pepohonan. Di dalam hatinya, berbagai perasaan berkecamuk. Adrenalin masih mengalir deras dalam nadinya, sementara pikirannya berputar tanpa henti. Keputusannya untuk membiarkan Daniel pergi mungkin telah membawanya pada jalan tanpa kembali dan mungkin ia tak akan pernah merasa aman lagi.

Sofia melangkah pelan meninggalkan taman. Rasa takut mulai mengintainya. Ia tahu bahwa pelacak sistem populasi di gelang tangannya telah merekam seluruh pergerakannya. Jika ia gagal melaporkan hasil eksekusi, sistem akan segera mencurigainya. Dengan cepat, Sofia menyadari bahwa ini bukan hanya soal hidupnya keputusannya untuk menolong Daniel mungkin akan membuatnya menjadi sasaran berikutnya.

Setibanya di apartemennya, Sofia duduk di meja kecilnya yang penuh dengan dokumen-dokumen eksekusi sebelumnya. Setiap berkas itu berisi nama, usia, angka, dan detail kehidupan para target. Setiap kali ia membacanya, Sofia merasa seakan hidup mereka tereduksi menjadi angka dan kata-kata yang tak memiliki makna. Namun kali ini, dokumen-dokumen itu tampak berbeda baginya. Sofia mulai melihat tiap nama sebagai seseorang dengan harapan, ketakutan, dan perasaan seperti yang ia lihat dalam diri Daniel.

Tiba-tiba, telepon di apartemennya berdering. Sofia tercekat, merasakan gelombang ketegangan menjalari tubuhnya. Ia meraih telepon dengan tangan gemetar dan menjawab dengan suara datar yang telah ia latih selama bertahun-tahun.

"Ini Sofia," suaranya terdengar tegas, namun ada sedikit getaran yang tak bisa ia sembunyikan.

"Eksekusi hari ini. Kenapa belum ada laporan?" suara dingin dari seberang telepon terdengar begitu tegas. Itu adalah suara Petugas Hensley, pengawas Sofia yang bertanggung jawab memastikan setiap eksekusi berjalan lancar.

Sofia menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Ada… masalah tak terduga. Target tidak ada di lokasi yang seharusnya."

"Apa kau mengatakan bahwa dia lolos?" tanya Hensley dengan nada penuh kecurigaan.

Sofia mengeraskan suaranya, berusaha terdengar yakin. "Aku masih mencarinya. Akan segera kuhabisi begitu kutemukan."

Suara di seberang hening sejenak, seolah mempertimbangkan kata-kata Sofia. "Kau tahu konsekuensinya jika kau gagal dalam tugasmu, bukan? Sistem tidak pernah memberi peluang kedua."

Sofia menelan ludah. "Ya, aku mengerti. Target akan selesai sebelum hari berakhir."

Setelah menutup telepon, Sofia merasa seluruh tubuhnya gemetar. Ia tahu bahwa jika ia tidak melaporkan kematian Daniel, pengawasnya akan segera menempatkan dirinya dalam daftar target. Tapi, hati nuraninya semakin memberontak, seolah-olah memintanya untuk menemukan cara lain. Apakah ia akan hidup dalam ketakutan dan mengorbankan seseorang yang seharusnya bisa hidup?

Sambil merenung, Sofia menyadari bahwa ia hanya memiliki dua pilihan, ia bisa mencoba melarikan diri seperti Daniel, atau ia bisa memalsukan laporan eksekusi dan berharap tak ada yang menyadarinya. Namun, memalsukan laporan bukanlah hal yang mudah. Sistem pengawasan pemerintah sangat ketat, dan setiap pelanggaran akan segera terdeteksi.

Dalam keheningan malam, Sofia mulai menyusun rencana berbahaya. Ia memutuskan untuk kembali ke taman tempat ia melepaskan Daniel, berharap bisa menemukan petunjuk yang bisa membantunya memalsukan eksekusi. Dengan langkah hati-hati, ia meninggalkan apartemennya, menyelinap keluar menuju taman yang sunyi.

Di sana, bayang-bayang pohon menyelimuti seluruh tempat, memberikan kesan mencekam pada suasana malam. Sofia mengingat titik terakhir ia melihat Daniel, di mana bayangan pria itu menghilang dalam kegelapan. Ia berharap Daniel sudah cukup jauh dan aman, namun ia juga merasa bahwa tempat ini menyimpan sisa-sisa dari momen berani yang telah ia lakukan.

Tak lama kemudian, Sofia mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Ia berbalik, merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Dari balik bayangan, muncul seorang pria muda dengan ekspresi serius di wajahnya. Sofia mengenalinya sebagai Jasper, seorang rekan eksekutor yang telah lama bekerja dengannya.

"Apa yang kau lakukan di sini, Sofia?" tanya Jasper, pandangannya tajam menembus kegelapan.

Sofia terdiam sesaat, mencoba mengendalikan kegelisahannya. "Aku hanya memastikan… tidak ada jejak yang tertinggal."

Jasper menatapnya dengan pandangan penuh curiga. "Kau tahu, ada desas-desus bahwa seseorang dari kita mungkin mulai ragu. Mereka bilang ada yang berani mempertanyakan sistem."

Sofia merasakan bahaya yang semakin dekat, namun ia berusaha tetap tenang. "Kau tahu kita semua punya peran yang harus dijalani, Jasper. Aku hanya melakukan tugas."

Namun Jasper tidak menyerah begitu saja. "Semua orang bisa menjalani tugas mereka, tapi pertanyaannya adalah… apakah kau masih setia pada tugas itu, Sofia?"

Kata-kata Jasper menggetarkan hati Sofia. Selama ini, ia telah berdedikasi pada tugasnya, mengabdikan hidupnya pada sistem tanpa pernah mempertanyakan apa pun. Namun, pertemuannya dengan Daniel telah meruntuhkan semua keyakinannya. Ia merasa bahwa ia bukan lagi alat dari sistem ini, melainkan seorang manusia yang memiliki pilihan meskipun pilihan itu berbahaya.

"Apakah setia berarti tidak punya hati nurani?" Sofia balik bertanya, suaranya lebih lembut.

Jasper menatapnya dengan sorot yang tak bisa ditebak. Ia tidak menjawab pertanyaan itu, tetapi Sofia tahu bahwa ia juga seorang manusia yang menyimpan keraguan yang sama. Mungkin ada banyak orang seperti dirinya, yang merasa terperangkap dalam sistem yang mengabaikan nilai hidup manusia.

Akhirnya, setelah jeda yang panjang, Jasper hanya mengangguk pelan, seolah memberi isyarat. "Berhati-hatilah, Sofia. Dunia ini mungkin tak memberikan belas kasih, tetapi kita masih punya pilihan."

Dengan kata-kata itu, Jasper melangkah pergi, meninggalkan Sofia dalam kesunyian. Malam itu, Sofia sadar bahwa ada lebih banyak orang yang merasa sama sepertinya bahwa mereka adalah manusia yang berhak memutuskan jalan hidup mereka sendiri.

Sofia merasa sedikit lega. Meski ia tidak tahu ke mana jalan ini akan membawanya, ia tahu bahwa ia tidak lagi sendirian dalam perjuangannya. Untuk pertama kalinya, ia mulai berpikir bahwa mungkin, hanya mungkin, ia bisa menemukan jalan keluar dari sistem yang mencekam ini dan membantu mereka yang bernasib sama.

When Life Becomes a NumberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang