Epilog : Mark, Haechan, Mingrui ⚠️

609 66 10
                                    

Haechan berbaring nyaman di sofa, sementara Mingrui kecil yang kini sudah memasuki usia empat tahun duduk di pangkuannya, sembari sibuk menggambar di atas buku gambar dengan menggunakan krayon. Tak lama, terdengar suara pintu depan terbuka.

"Papaaa!"

Mingrui segera melompat dari pangkuan Haechan dan berlari kecil menghampiri Mark. Bocah itu langsung memeluk Mark erat, tak peduli bahwa seragam putih ayahnya sudah terlihat lusuh setelah seharian di Aewol Memorial Hospital. Mark tersenyum lebar, walaupun dirinya merasa lelah setelah bekerja seharian ini, namun Mark tetap mengangkat Mingrui dengan satu tangan dan berjalan mendekat ke Haechan yang tersenyum di sofa.

"Aduh, Papa Mark cuma peluk Mingrui terus. Padahal yang rindu Papa Mark bukan cuma Mingrui ya?"

Haechan berpura-pura merajuk—bibirnya memberengut maju sambil mengusap lembut perutnya yang sudah mulai terlihat membuncit. Mark terkekeh, menurunkan Mingrui lalu duduk di sebelah Haechan dan merangkulnya bahu sempit Haechan.

"Ah iya, lupa jika aegi di perut juga rindu Papa?"

Mark menunduk dan mencium perut Haechan—menggoda Haechan seakan tidak tahu jika bibir istri manisnya itu semakin mengerucut maju.

"Akuuu! Aku yang rindu!"

Haechan berkata dengan wajah ngambek namun menggemaskan bagi Mark juga manja, Haechan mendelik pada Mark dan menepis usapan Mark di perutnya. Tapi belum sempat Mark membalas ucapan Haechan, Mingrui memanjat ke pangkuan Mark dan memeluk leher ayahnya, wajahnya menunjukkan rasa cemburu.

"Papa buat Mingrui saja! Papa enggak boleh pegangin Mommy!"

Haechan tertawa kecil, mimpi apa Haechan melahirkan saingannya sendiri? Sudahlah wajah mirip dengannya, ternyata kelakuan dan manjanya pada Mark pun sebelas dua belas. Haechan menyingkir dari samping Mark karena Mingrui melesak masuk diantara keduanya sambil menggelayut pada lengan Mark, lucu sekali. Disela tawa, Mark mengecup pipi bulat Mingrui sebelum menoleh kembali ke Haechan dan membisikkan kata-kata lembut.

"Tenang saja, Papa Mark punya banyak cinta buat kalian semua.."

---

Setelah seharian bekerja di Rumah Sakit, Mark akhirnya menyempatkan diri mandi. Begitu selesai, Mark keluar dari kamar mandi dengan rambut masih basah, mengenakan kaus tipis dan celana pendek. Mark berjalan ke ruang keluarga, Mingrui dan Haechan masih di sana. Mingrui suka sekali menggambar, kali ini sebelah tangan kecilnya sibuk juga mencemil kentang dan ubi manis.

Mark menghampiri dan langsung duduk di samping Haechan, melingkarkan lengannya di bahu istrinya yang tengah hamil anak kedua mereka. Mark senang sekali mengusap perut Haechan dan menempelkan telinganya di sana. Karena masa kehamilan Haechan yang pertama terlewatkan begitu saja oleh Mark, jadi kali ini Mark benar-benar tidak ingin melewatkan momen sekecil apapun. Tanpa aba-aba, Mark langsung menarik Haechan ke pelukannya, membiarkannya bersandar nyaman di dadanya.

"Stt.. selagi Rui fokus menggambar, aku bisa bebas memelukmu bukan?"

Haechan merona, masih merona setiap Mark melontarkan pujian ataupun sentuhan-sentuhan lembut padanya. Kesalahannya di masa lalu membuktikan jika cinta Mark terlalu besar, jadi Haechan juga ingin memperbesar kapasitasnya dalam mencintai Mark.

Baru saja mereka mulai merasa nyaman, Mingrui datang dengan langkah kecil tapi tegas—menghentak-hentak lantai dengan kuat. Bocah empat tahun itu memandangi Mark dengan tatapan penuh kesal.

"Apa lagi kali ini?"

"Papa! Mingrui mau duduk di pangkuan Mommy! Papa gak boleh!"

Mingrui berkacak pinggang dan mencoba mendorong Mark yang masih memeluk Haechan. Melihat tingkah lucu putranya, Mark malah tertawa kecil dan semakin erat memeluk Haechan, berpura-pura tidak mau kalah.

WEDDING RING [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang