|C H A P T E R T H R E E|

37 9 5
                                    

WARNING⚠️ Dilarang Keras untuk men screenshot cerita ini untuk hal yang tidak baik seperti mengcopy paste, Dilarang Keras plagiat untuk masuk ke sini

Enjoy

H A P P Y R E A D I N G💞💐

Chapter Three: Akhir yang Buruk?

📍 Arena Balapan.

Senja mengerutkan kening, merasakan firasat tak enak merayap di hatinya. Matanya tertuju pada Bumi yang sedang sibuk menyiapkan motornya. Ada sesuatu dalam malam itu, sesuatu yang membuat udara terasa lebih berat.

“Senja, lo kenapa ngelamun?” tanya Najla yang mendekatinya, mengerutkan alis.

Senja menarik napas dalam-dalam. “Kalian, tolong cek motor gue lagi. Pastikan semua aman. Gue mau ngomong sebentar sama Bumi,” ujarnya, lalu berjalan menghampiri Bumi yang berdiri sambil memutar-mutar helm di tangannya.

“Hai, sayang,” sapa Senja, suaranya lembut namun penuh perhatian.

Bumi tersenyum sekilas, ekspresi santainya sedikit terkejut saat Senja mengulurkan tangan. “Sekarang helm kamu, aku mau cek dulu.”

“Ini, tapi kenapa? Helmnya baik-baik aja, kok,” ujar Bumi, menyerahkannya dengan alis terangkat.

Senja memeriksa helm itu dengan cermat, mengusap visor dan memicingkan mata. “Kamu nggak bisa pakai helm ini. Lihat, kacanya agak buram. Nanti penglihatan kamu terganggu,” kata Senja, lalu melirik Bulan yang berdiri tak jauh darinya. “Bulan, ambil barang-barang di mobil. Di dalam ada helm cadangan, sarung tangan, dan pelindung lutut. Cepat ya.”

Bulan mengangguk dan segera berlari ke arah mobil, meninggalkan Senja dan Bumi dalam keheningan yang terasa tegang.

“Gas-nya aman, stangnya juga stabil. Gue cuma pengin pastiin nggak ada yang bocor atau rusak. aku nggak mau kecelakaan terjadi,” ujar Senja sambil menyalakan mesin motor Bumi, mendengarkan bunyi derunya dengan penuh perhatian.

Bumi tertawa kecil, meski cemas di matanya tak sepenuhnya hilang. “Senja, tenang, tadi sore semua udah dicek. Semua aman, aku janji.”

“Kenapa kamu jadi overprotective begini?” tanya Bumi, nadanya setengah bercanda, namun ada nada penasaran di sana.

“Sayang, ini namanya safety care dari pacar kamu,” kata Senja, tersenyum tipis. Ada keseriusan dalam matanya yang sulit diabaikan.

Bumi tertawa, kali ini lebih tulus, dan mengulurkan tangan untuk mengacak rambut Senja. “Pacar aku perhatian banget, ya.”

Senja mendesah, perasaan gelisahnya tak sepenuhnya hilang.

“Kamu sekarang siap-siap, giliran kamu pertama. Ingat, safety care buat diri sendiri, ya. Lawan kamu cuma Caroline, nggak usah khawatir. Dia bukan tandingan kamu.” Ujar Bumi

“Siap, Kapten,” kata Senja sambil tersenyum lebar, kemudian berjalan menuju garis start.

Senja menatapnya dengan tatapan penuh makna, hatinya tetap dikepung oleh firasat yang tak bisa ia jelaskan. Suara deru mesin balap mulai terdengar nyaring, menggema di seluruh arena. Namun, hanya waktu yang akan membuktikan apakah perasaan itu sekadar kekhawatiran belaka atau pertanda buruk yang sesungguhnya.

Senja memasang helm hitam miliknya dengan penuh keyakinan, tatapannya tajam menusuk Caroline yang berdiri di seberangnya. Suasana di arena balapan semakin memanas, sorak-sorai penonton bergemuruh seolah mendesak para pembalap untuk segera memulai.

Caroline tersenyum tipis, penuh tantangan. "Gue pastiin lo bakal bertekuk lutut di hadapan gue, Senja. Hari ini lo akan tahu rasa kalah yang sesungguhnya," katanya, suaranya lantang dan penuh percaya diri.

Bumi Untuk Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang