Langsung saja Hayi temui Bu Amelia setelah mendengar berita dari Tere mengenai peserta terpilih program pertukaran pelajar tadi. Sebelumnya ia sempat menghubungi Shinta dan Devin untuk mengonfirmasi berita itu. Ternyata Shinta juga tak tahu apa-apa, sementara Devin mengaku hanya sempat dapat kabar dari temannya yang lain juga. Mungkin memang belum diumumkan secara resmi. Namun, Devin tak bisa ikut untuk menemui Bu Amelia sekarang karena sedang les. Jadi, cuma Hayi dan Shinta yang saat ini menghadap Bu Amelia untuk meminta klarifikasi.
"Iya, bener. Itu pilihan dari Pak Dekan berdasarkan proposal proyek desain kalian," terang Bu Amelia setelah sebelumnya Hayi bertanya tentang berita yang ia dengar.
Sungguh, Hayi benar-benar terkejut mengetahuinya. Ia tak menyangka jika draf proposal proyek desainnya untuk tugas akhir juga dijadikan bahan tinjauan dalam penyeleksian peserta program pertukaran pelajar. Bahkan proposal miliknya itu pun masih draf awal dan belum direvisi.
"Proposal kalian punya potensi, dan kalau kalian mau, itu bisa dilanjut sembari kalian belajar di sana." Bu Amelia menjabarkan kausa dari pemilihan proposal milik tiga orang yang sudah terpilih itu. "Misalnya, topik tentang sistem pendidikan di luar negeri punya Shinta, kamu bisa ngelakuin observasi langsung selama di sana nanti. Jadi, kamu bisa punya data riil dan bukan cuma dari basis literatur. Punya Hayi juga lebih bagus lagi. Terkait edukasi gerakan anti-rasisme. Kamu bisa aja masukin pengalaman pribadi kamu selama di sana nanti."
Bu Amelia menjelaskan itu sambil bergantian menatap ke arah Shinta dan Hayi. Mereka berdua sama-sama belum ada tanggapan. Mungkin karena menyadari kalau ucapan Bu Amelia masih akan berlanjut.
"Walaupun fokus kita memang lebih ke desain dan visual, tapi data dan informasi seperti yang saya bilang tadi itu juga penting. Karena, tujuan kita, kan, juga mengomunikasikan. Jadi, basis dari yang kita komunikasikan itu juga harus serelevan mungkin."
Hayi dan Shinta kompak mengangguk-anggukkan kepala karena merasa sependapat dengan penjelasan teoritis itu. Dari awal kuliah pun mereka sudah diberi pengetahuan soal itu.
"Jujur, saya bakal excited banget kalau kalian beneran mau lanjutin judul-judul kalian itu sambil belajar di sana. Apalagi kampus yang kalian tuju termasuk kampus terbaik di dunia. Kalian bakal punya kesempatan untuk nyobain fasilitas-fasilitas keren di sana. Perkembangan desain di sana juga pasti lebih maju, dan kalian bakal bisa dapetin insight baru untuk implementasi di proyek desain kalian nantinya." Bu Amelia melanjutkan lagi. Rautnya tampak berseri, selaras dengan impresi yang diungkapkan.
Semua itu bisa Hayi pahami. Namun, ia berpikir jika pembicaraan yang dibawa Bu Amelia itu sepertinya sudah cukup jauh. Sementara itu, Hayi masih punya isu di tahap permulaannya. "Tapi, Bu. Sebelumnya saya udah bilang kalo saya nggak bisa ikut program ini, terus kenapa saya masih ikut diseleksi juga, ya, Bu?" ujarnya kemudian.
Bu Amelia tampak menaikkan alisnya sambil memandang ke arah Hayi. "Nah, itu. Saya sebenernya sangat menyayangkan keputusan tergesa-gesa kamu itu. Karena program ini adalah kesempatan emas buat kalian. Sayang kalau disia-siain. Jujur, saya ngeliat ada potensi dari kamu, Hayi. Makanya, pas Pak Dekan minta draf proposal kalian, saya juga masukin punya kamu. Dan saya bener, kan? Akhirnya malah kamu yang kepilih."
Hayi mengulum bibirnya sendiri. Bagaimana pun, sebenarnya ia cukup bangga pada dirinya sendiri karena berhasil terpilih. Namun, tetap saja dirinya merasa tak mampu. Tentu saja masalahnya adalah soal biaya.
"Maaf, Bu, sebelumnya. Sebenernya dari awal saya udah ragu untuk ikut program ini waktu tau kalau program ini cuma partial funded. Karena, jujur aja, kondisi finansial keluarga saya lagi kurang baik untuk saat ini, Bu." Hayi lanjut memaparkan kondisinya yang sebenarnya. Saat dirinya menolak waktu itu memang belum menjelaskan secara detail mengenai alasannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Carpe diem that is hard to find
Teen FictionDi keluarganya, keberadaannya sering tak dianggap. Bukannya dikucilkan, orang-orang di rumahnya hanya tak mempedulikan ataupun memperhatikannya. Sama sekali tak ada pengaruh khusus dari ada atau tidaknya ia, bagi mereka rumah itu tetap terasa utuh. ...