Sepuluh

238 31 4
                                    

Kondisi Rasyid memburuk semakin cepat. Setelah serangan kejang terakhir, tubuhnya yang sudah begitu rapuh kini hampir sepenuhnya kehilangan daya. Tidak ada lagi kata-kata yang bisa ia ucapkan, tidak ada lagi suara yang dapat keluar dari bibirnya yang mencong, bahkan senyum samar pun tak bisa ia bentuk. Setiap inci tubuhnya kini terjebak dalam sunyi yang tak tertembus. Rasyid terbaring di antara kesadaran yang samar-samar, dengan napas yang semakin berat dan tidak teratur. Bahkan kelopak matanya kini tak mampu menutup, terbuka dalam tatapan kosong karena saraf-saraf di otaknya yang mengendalikan fungsi dasar itu telah rusak oleh kanker yang menggerogoti dari dalam.

Dokter memberi tahu Mira dan Andri bahwa kondisi Rasyid mungkin tak akan bertahan lebih lama lagi. Kanker di otaknya telah mencapai tahap akhir yang disebut sebagai "brainstem compression" atau kompresi batang otak, yang mengganggu seluruh fungsi vital tubuh, termasuk pernapasan, tekanan darah, bahkan kesadaran. Mira merasakan beratnya waktu yang terus berputar, seakan setiap detik yang berlalu membawa Rasyid semakin jauh dari dunia ini. Namun meskipun ia tahu bahwa saatnya sudah dekat, ia tetap tidak bisa mengingkari sakitnya kenyataan itu.

Andri selalu ada di samping Mira, menggenggam tangan wanita yang ia cintai dengan penuh ketulusan. Ia tahu, jauh di dalam hati Mira, cinta untuk Rasyid adalah sesuatu yang tak bisa ia ganti, sesuatu yang begitu mendalam dan tak pernah benar-benar hilang. Andri tidak pernah merasa tersaingi oleh Rasyid, justru sebaliknya, ia merasa bahwa rasa sayang Mira untuk Rasyid adalah bentuk ketulusan yang menginspirasi, yang mengajarkan Andri tentang cinta yang tak pernah luntur oleh waktu dan keadaan.

Di sisi tempat tidur Rasyid, Mira duduk dengan wajah yang lelah namun penuh cinta. Tangannya menyentuh kepala Rasyid dengan lembut, seakan berusaha menyalurkan kekuatan terakhir yang ia miliki pada pria yang terbaring tak berdaya di hadapannya. Saat itu, tiba-tiba Rasyid mengalami serangan sesak napas. Napasnya menjadi tersendat-sendat, seolah paru-parunya berjuang dengan segala kekuatan untuk menghirup udara yang semakin sulit didapat. Tubuhnya sedikit bergetar, sisa-sisa dari serangan kejang yang tak pernah benar-benar mereda. Dokter segera memasangkan kanula oksigen di hidungnya, tetapi setiap hela napas terasa sia-sia, seakan tubuhnya menolak bantuan apa pun.

Mira memeluk tubuh Rasyid yang semakin lemah, merasakan denyut jantung yang melambat di dalam dadanya. Air mata yang telah berusaha ia tahan selama ini kini mulai mengalir tanpa bisa dihentikan. Perasaan Mira hancur ketika ia menyadari bahwa Rasyid kini semakin dekat dengan akhir perjalanan hidupnya. Rasyid, pria yang pernah menjadi bagian hidupnya, yang ia cintai dengan begitu tulus dan dalam, kini berada di ambang perpisahan terakhir.

Hari itu tiba hari di mana Mira tahu bahwa ia akan kehilangan Rasyid untuk selamanya. Di saat-saat terakhir itu, Rasyid menghembuskan napas terakhirnya di dalam dekapan Mira. Suasana hening, penuh dengan kesedihan yang begitu mendalam. Mata Mira menatap wajah Rasyid yang kini tampak damai, seolah pria itu telah menemukan kedamaian yang selama ini ia cari di tengah penderitaannya. Tangis Mira pecah, menggema di ruangan yang sunyi, di antara kesedihan dan keikhlasan yang meresap hingga ke dalam tulang. Ia berusaha merelakan kepergian Rasyid, meski dalam hatinya ia tahu bahwa bagian dari dirinya akan selalu merasa kehilangan.

Andri ada di sampingnya, memeluk Mira dengan hangat dan penuh kasih sayang. Ia tahu bahwa perasaan kehilangan yang dirasakan Mira begitu dalam, dan ia ingin menjadi kekuatan bagi wanita itu. Bagi Andri, berada di samping Mira di saat-saat seperti ini adalah bentuk cinta yang ingin ia berikan tanpa syarat. Ia ingin Mira tahu bahwa ia tidak sendirian, bahwa meski Rasyid telah pergi, ia tetap memiliki seseorang yang akan mendampinginya dalam menjalani hari-hari ke depan.

---

Saat pemakaman, langit tampak mendung seolah ikut merasakan duka yang menyelimuti. Mira berdiri di tepi makam Rasyid, menundukkan kepala dan menggenggam tangan Andri yang ada di sampingnya. Hati dan pikirannya terasa kosong, seperti ada bagian dari dirinya yang telah terenggut dan tak akan pernah kembali. Seakan seluruh kenangan bersama Rasyid, dari tawa hingga tangis, berkumpul di dalam hatinya yang kini terasa begitu hampa. Mira tahu bahwa Rasyid telah pergi untuk selamanya, namun ia juga merasa bahwa pria itu akan selalu ada dalam kenangannya, dalam setiap momen indah yang mereka habiskan bersama.

Beberapa waktu berlalu sejak kepergian Rasyid. Mira perlahan kembali ke kehidupan sehari-harinya, meski bayangan Rasyid selalu hadir di sudut hatinya. Andri tetap setia mendampingi Mira, memberikan dukungan dan kasih sayang tanpa henti. Hari demi hari, kehadiran Andri menjadi kekuatan bagi Mira untuk kembali menemukan dirinya, untuk merelakan apa yang telah terjadi, dan untuk melanjutkan hidup dengan perasaan yang lebih damai. Andri tak pernah memaksa Mira untuk melupakan Rasyid, justru ia menerima semua perasaan Mira dengan tulus, karena ia tahu bahwa cinta bukanlah tentang memiliki sepenuhnya, melainkan tentang mengerti dan menerima tanpa syarat.

Suatu hari, ketika matahari terbenam dengan indahnya di balik cakrawala, Andri memandang Mira dengan lembut. Setelah sekian lama bersama, melalui segala suka dan duka, ia merasa bahwa inilah saatnya untuk menyampaikan perasaannya dengan lebih mendalam.

“Mira,” ujar Andri dengan suara lembut, “aku tahu kamu telah melalui banyak hal, dan aku selalu kagum pada ketulusan hati kamu. Selama ini, aku melihat kamu berjuang untuk menerima kenyataan yang sulit, untuk merelakan apa yang tidak bisa kita miliki. Aku ingin ada di sampingmu, bukan hanya sebagai teman, tapi sebagai seseorang yang bisa menjadi bagian hidupmu.”

Mira menatap Andri dengan mata yang penuh haru. Kata-kata Andri menyentuh hatinya yang begitu rapuh, menghangatkan perasaannya yang selama ini terbalut dalam kesedihan. Andri mengeluarkan sebuah cincin sederhana, simbol dari ketulusan cinta yang ia tawarkan pada Mira.

“Will you marry me, Mira?” tanya Andri dengan lembut, suaranya penuh harap.

Mira terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca. Dalam hatinya, ia merasakan kehadiran Rasyid, seolah pria itu tersenyum dengan damai, merestui keputusannya. Mira tahu bahwa cinta yang ia rasakan untuk Rasyid akan selalu ada, namun ia juga menyadari bahwa hidup harus berjalan. Ia mengangguk pelan, menyambut lamaran Andri dengan perasaan yang penuh cinta dan ketulusan.

“Iya, Andri. Aku bersedia,” jawab Mira, senyum tipis terbentuk di wajahnya, menggantikan perasaan kehilangan dengan harapan baru yang ia genggam dengan hati yang tulus.

Dengan penuh kasih sayang, Andri memeluk Mira, merasakan bahwa ia kini menjadi bagian dari hidup wanita yang ia cintai. Perasaan bahagia bercampur haru mengisi suasana, seolah alam semesta ikut merasakan kebahagiaan yang menghangatkan hati mereka berdua. Bagi Mira, cinta adalah tentang ikhlas, tentang menerima dan melepaskan, dan Andri adalah babak baru yang ia jalani dengan perasaan yang lapang.

---

Perjalanan hidup Mira bersama Andri berlanjut dengan penuh kebahagiaan dan ketenangan. Rasyid mungkin telah tiada, namun kehadirannya akan selalu menjadi bagian dari perjalanan hidup Mira, mengajarkan arti cinta yang tulus dan ikhlas. Dalam setiap langkah yang ia jalani bersama Andri, Mira merasakan bahwa kebahagiaan tidak pernah benar-benar hilang, meski ia harus melewati kehilangan. Kini, dengan Andri di sampingnya, Mira melangkah ke depan dengan hati yang damai, membawa kenangan, cinta, dan kebahagiaan yang selalu hidup dalam ingatan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One Love Two Souls [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang