BAB 11

2K 86 1
                                    

Sudah hampir sebulan aku tinggal di kota kembang ini, dan sangat mudah bagiku untuk bisa mencintai kota ini. Jujur saja terkadang aku masih merindukan kota Jakarta.

Meski Jakarta terkenal dengan kemacetannya, tapi aku sudah mengadukan nasibku selama 2 tahun di Jakarta.Teringat tentang Jakarta aku jadi merindukan teman-temanku. Ratih apa kabarnya dia sekarang. Aku baru menghubunginya 2 minggu yang lalu dan betapa marahnya dia ketika aku baru memberitahunya kalau aku sudah tidak satu kota dengannya. Aku berjanji akan menelponnya nanti malam.

Cerita tentang Dimas, dia masih sama seperti dulu.Terkadang aku juga sedih jika melihat keluarga kecil yang bahagia, memiliki seorang anak yang lucu dan seorang suami yang perhatian dan dicintai tentunya.

Entah sampai kapan pernikahanku.Mulutku selalu mengatakan, ingin rasanya mengakhiri semua ini, tapi sebenarnya dalam ujung hatiku mengatakan jangan sampai pernikahan ini berakhir.

Aku juga tidak mengerti akan hal ini.Tepat ketika seorang Dimas mengatakan suatu kata sakral dua bulan yang lalu, jantungku selalu berdetak cepat. Mungkin aku sedikit memiliki kelainan.

Satria, dia masih anak yang menyebalkan dan terus memanggilku Mak Lampir, kurang ajar sekali bukan? Tapi aku masih terus berusaha menjadi ibu yang baik, karena aku tahu dia sebenarnya anak yang baik, hanya saja mungkin dia kurang mendapat perhatian. Aku tidak mengharapkan Satria akan suka padaku toh, aku hanya akan menjadi ibu sementara baginya. Karena suatu hari ini aku akan meninggalkan mereka.

"Tidak baik melamun disaat bekerja, lo bisa menghancurkan semua file di komputermu" Suara Mira membuyarkan aku dari lamunanku. Aku menoleh kearahnya dan ternyata hanya tinggal kita berdua Nadia, Raffi dan Agus entah dimana mereka.

"Lo ada masalah? gue bisa kok jadi pendengar yang baik kalau lo mau curhat kaya anak ABG."

"Umur gue udah 26 tahun dan gue gak mau disebut anak ABG"

Mira terkekeh mendengar jawabanku "Oke gue minta maaf,gue gak mau dicap anak kurang ajar karena becanda sama orang tua" Aku melotot ke arah Mira, dia pikir umur 26 tahun termasuk tua."Becanda, gak usah melotot kaya gitu, mirip susana tahu. Udah mau curhat apa?"

"Siapa yang bilang mau curhat. Lo percaya sama Cinta sejati?" Entah ini apakah hanya perasaanku saja, tapi aku lihat Mira sedikit murung setelah mendengar pertanyaanku.

"Gue gak tahu, May. Gue pernah sakit karena cinta." Jawab Mira. Sepertinya dia yang bakal curhat kaya anak ABG. Aku hanya diam menunggu kelanjutan kata-katanya.

"Cinta itu seperti sebuah taman yang penuh dengan bunga dan kupu-kupu yang berterbangan,Sungguh indah.Tapi tidak selamanya bunga akan mekar indah, ada kalanya bunga itu akan layu dan saat bunga itu layu kupu-kupu akan pergi mencari bunga lain. Dan itu menyakitkan" Mata Mira sudah berkaca-kaca dan siap kapan saja mengeluarkan sebuah kristal bening dari dalamnya.

"Lo pernah dihianati?" tanyaku.

"Gue pernah bahagia dalam sebuah ikatan pernikahan, May" Aku sedikit kaget. Pernah bahagia apa maksudnya. Tapi aku putuskan untuk tetap diam menahan rasa penasaranku.

"Semuanya tidak bertahan lama,setelah 2 tahun pernikahanku berantakan. Dia pergi ninggalin gue. Gue pikir dia cinta sejati gue tapi- entahlah" Mira menyerah sebuah cairan dari matanya kini berhasil membahasi pipinya. Aku baru tahu dibalik sosok Mira yang selalu ceria ternyata menyimpan luka akan cinta. Dia berhasil membuat seoalah-olah dirinya bahagia. Dan aku bisa menarik kesimpulan, Mira seorang janda.

Mira mengahapus air matanya dan tersenyum kearahku "Lo curang, May. Kenapa gue yang jadi kaya anak ABG begini."

"Itu bearti lo kena karma, Mir"

Cinta sejatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang