Bab 14 keluarga kecil

2.4K 88 2
                                    

Cinta. Hanya sebuah kata singkat, tapi begitu banyak mengandung arti dan juga misteri.

"Nad, lo mau kemana kok buru-buru banget?" tanyaku pada Nadia yang saat ini terlihat sekali sedang terburu-buru.

"Gue ada janji sama seseorang, gue duluan ya," Jawabnya dengan nada yang terburu-buru.

Mungkin hanya perasaanku, tapi 2 hari ini melihat Nadia seperti sedang menyimpan sesuatu, kadang dia terlihat murung walau didepan kami dia berusaha menampakkan wajah cerianya.

Sejak percakapan kami di kantin,aku makin penasaran dengan mereka semua, Mira yang tak pernah aku bayangkan dia seorang janda dan ditambah lagi Agus yang ternyata memiliki anak diluar nikah, itu saja sudah sanggup membuatku terkejut, lalu bagaimana dengan Nadia dan Raffi, seperti apa mereka sebenarnya. Kenapa aku jadi kepo gini.

"Woyyy...." Tepukan Raffi yang tiba-tiba cukup membuat aku terkejut. Untung gue gak punya penyakit jantung, andai tadi aku mati gara-gara serangan jantung akan aku pastikan arwahku tidak akan berhenti mengganggunya.

"Bengong mulu, kesambet setan baru tahu rasa lo"

"Iya, lo tuh setannya" jawabku dengan nada kesel.

"Mana ada setan seganteng gue"

"Iya ganteng kalau liatnya sambil merem. Eh, tadi gue liat Nadia pergi buru-buru banget, kayanya dia lagi ada masalah" kataku.

"Ahh, paling juga mau ketemu sama si Om om lagi," Ujar Raffi yang membuat aku mengernyit bingung.

"Om om?" tanyaku dan kini ekpresi wajah Raffi juga seperti orang yang terkejut, mungkin dia baru saja keceplosan.

"Ma-maksud gue mungkin dia mau ketemu sama Om-nya" jawab Raffi. Raffi terlihat salah tingkah seperti sedang menutupi sesuatu. "Ya udah, gue pulang duluan ya," pamitnya dan pergi meninggalkan aku.

Huh, sudah pasti ada yang mereka sembunyikan, tapi ya sudahlah itu urusan mereka sebaiknya aku tidak terlalu ikut campur, suatu saat aku yakin dengan sendirinya mereka akan bercerita denganku.

Setelah harus menempuh perjalanan selama 30 menit, akhirnya aku sampai juga di di rumah. Sepi, rumah ini begitu besar tapi sayang hanya ada hawa dingin yang aku rasakan disini. Tidak ada kehangatan. Dimas dia suamiku, itu hanya sebuah ungkapan, pernyataan, kalimat atau apalah, yang jelas Dimas tidak pernah menganggap aku sebagai istrinya. Apa ini? apa aku sedang berharap Dimas akan menganggap aku sebagai istri yang dicintainya.

Cinta. Lagi lagi tentang cinta. Cinta itu sederhana tapi rumit. Ahh, aku bicara seperti orang yang sedang jatuh cinta saja. Jatuh cinta sama.Dimas.Oh, tidak mungkin aku jatuh cinta pada laki-laki seperti dia. Ganteng sih banget, soal hartanya yang gak bakal habis itu udah pasti, tapi kalau ditanya sikapnya, ahh males.

"Kamu udah pulang?" jantungku seperti berhenti berdetak saat aku mendengar suaranya.

Aku yang masih duduk disofa langsung menoleh "Dimas"

Ternyata dia tidak sendirian, "Satria" kataku dengan raut wajah gembira. Aku benar-benar merindukan dia, sudah dua hari tidak bertemu tapi rasanya seperti setahun.

Aku segera berjalan ke arah mereka dan berlutut di depan Satria "Akhirnya kamu pulang juga, aku sudah rindu padamu, bagaimana keadaanmu, kamu sudah sehat sudah makan sud-.."

"Cukup" kata Satria yang memotong ucapanku, "Aku lapar" ucap Satria lagi yang membuat aku ingin tertawa.

"Tapi aku belum sempet masak apa-apa" Jawabku dengan penuh penyesalan.

"Ahh, kamu memang nenek lampir yang payah"

Nenek lampir, aku tersenyum mendengar dia memanggilku, ternyata aku juga merindukan panggilannya, walaupun aku masih tetap mengakui bahwa aku sama sekali tidak ada kemiripan sedikitpun dengan nenek lampir.

Cinta sejatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang