15.Bab 15

3.3K 111 17
                                    


Aku menghentakkan kakiku dengan kesal, mereka berdua benar benar makhluk Tuhan yang paling menyebalkan.

Tega sekali Dimas tidak membangunkan aku, alhasil aku terlambat masuk kerja dan si tengil Satria masih saja usil dan menyebalkan, dia menyembunyikan semua pasangan sepatuku hingga yang tersisa kini sepatu yang bentuknya berbeda beda. Aku tidak ingin ditertawakan seperti dulu maka dengan terpaksa aku harus memakai sandal jepit untuk berangkat ke kantor.

"Hahaha... Lo udah mirip Cleaning service tahu gak," ledek Nadia yang kini sedang tertawa terbahak bahak melihat penampilanku. Celana bahan hitam pajang dengan kemeja warna oren tua dan sepasang sandal jepit Swallow warna hijau sumpah ini penampilan terburukku.bahkan mungkin aku sudah mirip PRT.

"Diem atau gue lempar pake sandal," ancamku.

Aku berjalan ke meja kerjaku dan segera menempelkan bokong seksiku di atas kursi.

"Lo bakal dapet masalah kali ini," ucap Mira.
Aku melirik Nadia, dia masih saja tetawa. Aku tahu Agus juga ingin tertawa tapi dia masih baik hati untuk menahannya, tapi tetap aku tidak suka melihatnya.
Hanya Raffi yang seolah cuek dengan penampilanku. Ada apa dengan dia? Seperti bukan Raffi saja. Aihhh, peduli amat sama Raffi, mungkin dia lagi kebelet.

"Tadi Bu Nataline nyariin lo dan dia keliatan marah banget saat tahu lo belum dateng, alias terlambat," jelas Agus. Sekarang aku benar-benar mampus selain gajiku yang akan dipotong nyawaku juga pasti akan dipotong sama Bu Nataline.Dimas sialan, kenapa aku mesti punya suami kaya dia.

Aku cuma bisa duduk lemas menunggu hukuman dari Bu Nataline.

Aku semakin heran dengan Raffi yang sedari tadi masih saja diam.

"Raf, lo lagi gak kesambet, kan?" tanyaku.

Dan sumpah demi apa, Raffi hanya menggeleng tidak bicara sama sekali. Sepertinya dia sedang ada masalah.

"Lo kenapa si, Raf?? kalau ada masalah cerita dong sama gue," tanyaku lagi.

Raffi lagi-lagi hanya menggeleng, aku jadi semakin heran.
"Raf, ngomong dong jangan cuma geleng-geleng doang, lo bisa percaya gue pendengar yang baik buat curhat, kita disini semua kan temen lo, iya kan?" Kataku sambil melirik ke arah teman temanku yang lain, tapi bukannya merespon mereka semua hanya cuek tidak peduli. Ada apa dengan mereka??

"Raff, ayoo dong ngo--"

BRAKKKK.....

Aku kaget setengah mampus ketika Raffi tiba tiba berdiri dan menggebrak meja.

"Lo pengen ngebunuh gue ya, May?" bentak Raffi yang tidak aku mengerti. Membunuh, memangnya aku ada tampang pembunuh.

"Raf, gu-gue--" Ucapku terbata karena masih syok dengan sikap Raffi.

"Gigi gue SAKIT tau gak denger lo ngomong terus, lo ngertiin gue dong, May. Gue gak suka di giniin" kata Raffi dengan gaya super lebay. Aku cuma bisa mlongo sempurna.Jadi ini gara-gara si gigi yang lagi sakit. Kamprett, minta dikasih sambel nih Raffi.

"Sial, lo ngebentak gue, gebrak meja cuma gara gara lo sakit gigi?" tanyaku setengah tidak percaya.

"Hahaha.. Lo gak usah heran, May. Si Raffi sama si gigi emang udah jodoh banget, hampir setiap bulan dia pasti bakal sakit gigi dan sifatnya emang lebay kalau menyangkut masalah gigi" Tutur Agus.

"Hmmmm...sepertinya kalian sedang sibuk, boleh saya ganggu sebentar" Suara halus bak malaikat tapi mengandung banyak percik api neraka.

Sekita semua sibuk kembali pada meja masing masing hanya aku yang duduk santai tanpa dosa.Sebenarnya sih deg-degan, tapi aku gak boleh kelihatan lemah di depan Bu Nataline, manusia dengan seribu muka.

"Mayang, bisa ikut ke ruangan saya sebentar sekerang!!" Tanya Bu Nataline yang lebih tepat seperti perintah.

"Baik, Bu." jawabku, aku sudah seperti itik yang sedang digiring oleh induknya.

Bu Nataline sudah berjalan terlebih dahulu, aku melihat ke arah teman temanku, Nadia yang sudah menggerakkan tangannya di depan lehernya seperti berkata 'Lo bakal mati'. Mira dengan tampang semelas mungkin agar terlihat seolah olah dia ikut bersimpati padaku, Agus sibuk dengan kertas dihadapannya yang aku yakini itu sebegai bagian dari aktingnya, sedangkan Raffi melihatku dengan sebelah tangan menempel dipipinya raut mukanya sungguh memelaskan seperti orang yang sedang menderita tumor otak.

✩✩✩

"Berapa kali saya harus memperingatkanmu mengenai kedisiplinan waktu" Kata Bu Nataline ketika kita telah sampai ruang kerjanya.

"Saya minta maaf" Ucapku, mungkin maaf akan lebih baik dari pada menjelaskan alasan mengapa aku bisa terlambat, tidak mungkin aku bilang ini gara-gara mantan pancarnya yang tidak mau membangunkan aku, takut nanti wanita cantik didepanku kini berubah menjadi Singa.

"Saya tidak perlu permintaan maafmu, jangan hanya karena kamu rekomendasi dari Dimas dan kamu berpikir saya tidak bisa memecat kamu. Hari ini saya memberimu surat peringatan pertama, semoga cukup membuat kamu jera," ujar Nataline, aku hanya mampu menahan geram sadar akan posisiku sebagai bawahannya.

"Saya berjanji untuk lebih disiplin lagi."

"Saya tunggu buktinya, sekarang kamu boleh pergi"

Setelah mengucapkan permisi aku langsung berbalik meninggalkan Bu Nataline.

"Tunggu, Mayang" ucap Bu Nataline menghentikan aku ketika sudah ingin membuka pintu.

"Saya harap ini terakhir kalinya kamu memakai sandal, seperti kamu juga harus belajar mengenai penampilan, jangan bergaya urakan seperti itu!" Kata Bu Nataline.Urakan dia bilang, asal dia tahu gadis yang dibilang urakan ini adalah istri dari mantannya.

"Iya, Bu. Saya permisi." Kalau bukan atasanku sudah kucoret coret tuh muka pake areng.

✩✩✩

Aku butuh minuman dingin untuk mendinginkan hati dan otakku yang sedang panas saat ini, jadi aku membeli es jeruk tanpa gula sama sekali biar rasanya asem kaya hidupku.

"Uwekk..... Sumpah kecut banget," ujar Nadia yang tiba-tiba merebut minuman yang aku bawa setelah aku sampai di meja mereka.

"Rasain siapa suruh lo minum," kataku

Berrrrr...Bener kata Nadia rasanya kecut banget.

"Mampus lo, jangan harap sumbangan minuman dari gue" ujar Nadia dengan memegangi Es teh miliknya. Dasar kutit.

"Pelit ba−" Aku berhenti berbicara ketika ponselku berdering tanda ada panggilan masuk.

"Hallo.."

"Kamu dimana?" ditelpon saja suaranya sudah mengitimidasiku, siapa lagi kalau bukan Dimas.

"Aku ada di kafe kantor, ada apa?"

"Kebetulan aku lapar. Anterin aku makanan ya, sekarang!!" Kurang ajar, dia pikir aku pembantunya main minta seenak jidatnya.

"Heh, kamu pik-"

Tut.....tut...

Dimas sialan aku belum selesai ngomong dia sudah mematikan ponselnya terlebih dahulu.

"Siapa, May?" tanya Mira.

"Eeee...it-itu tadi adik gue, dia emang ngeselin orangnya" bohongku.

"Ehh.. iya, gue butuh kerja sampingan nih, kalian punya kenalan gak yang bisa ngasih gue kerjaan sampingan"

Nadia tampak berpikir, "Kakak ipar gue punya Restaurant kecil kecilan kayanya juga lagi butuh orang buat kerja khusus buat hari Sabtu dan Minggu"

"Nah, itu cocok buat gue. Gue mau dong, Nad. Gue lagi butuh banget duwit, adik gue bentar lagi lulusan, itu artinya gak lama lagi dia harus kuliah, gajiku gak cukup kalau harus biayain dia kuliah, lo tahu sendiri kuliah sekarang mahal" Jelasku. Bicara soal Reza aku jadi baru mengingat soal ini, bagaimanapun Reza tidak boleh putus sekolah.

"Oke, bisa diatur" jawab Nadia.

Aku menepuk jidatku lupa jika aku harus menemui Dimas, aku langsung berdiri dan lari menuju penjual makanan, bisa bisa aku diamuk Dimas.

Cinta sejatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang