Want You Badly

2 1 0
                                    

Nayaka memejamkan matanya saat Bahana meletakkannya di ranjang. Ingin rasanya dia berlari.
"Ka," bisik Bahana yang kini berbaring di samping Nayaka.
"Hm," balas Nayaka tanpa membuka matanya.
"Tatap aku," bisik Bahana.
Nayaka bergeming, sampai akhirnya, Bahana memiringkan tubuhnya. Melumat bibirnya yang sedari tadi berdiam.
"Na," desis Nayaka saat Bahana memberinya jeda untuk bernapas setelah lumatan demi lumatan di bibirnya.
"You know that, I want you so badly," bisik Bahana disela deru napasnya yang memburu. Akhirnya, mau tak mau Nayaka membuka matanya, menelusuri wajah Bahana dengan jarinya. Ini waktunya, menikmati ciptaan Tuhan yang sempurna ini, hanya untuk dirinya sendiri.
"You know that, I want you so badly, too," gumam Nayaka lalu mencium bibir Bahana dengan lembut. Bahana tersenyum, merespons ciuman itu dengan penuh hasrat. Meraih tengkuk Nayaka sehingga ciuman mereka begitu intens dan dalam.
Bahana menurunkan ciumannya, ke leher Nayaka. Membuat wanitanya itu mendesah. Kepala Bahana semakin turun, beserta tangannya yang menjelajah setiap inchi tubuh Nayaka.
"Na ... beri aku jeda," desis Nayaka saat Bahana melucuti semua pakaiannya. Bahana tak memedulikan kata-kata Nayaka. Memandangi tubuh istrinya yang begitu bersih dan menggoda.
"How if, I touch you here, and here?" Seperti menemukan bagian yang tepat, Bahana tak melepasnya, kemudian bibirnya kembali menelusuri setiap lekuk dada Nayaka.
"Na," desah Nayaka tak tahan dengan semua itu.
Nayaka tak tahan, dia menarik kepala Bahana ke atas. Melumat bibirnya tanpa ampun.
"Do it!" desis Nayaka tak bisa menguasai dirinya, melupakan kewarasannya, tapi tubuhnya, menginginkan lebih dari sekedar sentuhan dan bibir Bahana.
"As your wish," bisik Bahana. Kali ini, Nayaka terkesiap menatap tubuh Bahana tanpa sehelai kain. Tangannya mulai menelusuri dada bidang Bahana, ke perutnya, ke luka yang menyisakan jahitan yang harus dilepas. Membuat Bahana geram.
"Jangan menggoda, Lady," desis Bahana kembali menciumi tubuh Nayaka.
Nayaka tersenyum. Ini Bahana, suaminya. Ah, mengucapkan kata itu saja di kepalanya, sudah membuat buncahan bahagia di dada Nayaka.
"I will make it slowly," kata Bahana saat melakukan penetrasi.
Nayaka hanya bisa mengangguk dan meredam degup jantungnya sendiri. Tubuhnya menegang sesaat, karena sakit di bawah sana. Bahana, mencium bibirnya lembut, mengalihkan rasa sakit itu.
Nayaka mengangguk saat rasa sakitnya berkurang, membuat Bahana bergerak. Mereka, mendapatkan puncaknya setelah sekian waktu.
"I love you," bisik Bahana sambil memeluk Nayaka erat.
"I love you, more," desis Nayaka tak mau kalah.
"Bisakah itu keluar," imbuh Nayaka, karena rasa menganjal di bawah sana.
"No. I want it there. While we were sleep." Bahana kembali melumat bibir Nayaka.
"Tidurlah." Bahana membeli pipi Nayaka yang merona.
"Aku, tak akan meninggalkanmu. Tidurlah," ucap Bahana membenarkan pelukannya. Nayaka, entah kenapa, merasa nyaman dengan semua ini. Jantungnya masih berdegup tak karuan dengan keadaannya sekarang, tanpa baju, menempel pada Bahana. Tapi hatinya bermekaran. Dia memiliki Bahana seutuhnya, sekarang, dan dia memastikan untuk selamanya.
Tangan Nayaka menelusuri wajah Bahana dengan lembut. Mengusap pipinya. "Tidur, Ka," gumam Bahana.
"Aku, masih ingin menikmatimu, untukku sendiri, dengan caraku," desis Nayaka.
"Aku milikmu, kamu bisa menikmatiku setiap waktu selama yang kamu mau," sergah Bahana masih memejamkan matanya.
"Tapi aku ingin sekarang, mengagumimu, membelaimu, menatapmu, saat tak ada orang lain," desah Nayaka membuat Bahana tersenyum.
"Lakukan sepuasmu, Lady," kata Bahana pada akhirnya.
Nayaka tersenyum, mengusap bibir Bahana yang beberapa waktu lalu sudah membuatnya merasakan gelenyar aneh di tubuhnya.
Tangannya turun menuju leher Bahana, bekas ciumannya yang berwarna kemerahan ada di sana. Nayaka malu mengingat betapa dia melupakan kewarasannya tadi.
"Aku tak ingin, orang lain melihat ini. Apakah Sangka pernah melihatnya?" desis Nayaka meredam nyeri di dadanya mengingat Sangka.
"Tidak, dia tak pernah melihatnya," gumam Bahana, karena memang dia tak pernah menyentuh Sangka lebih dari sekedar menciumnya.
"Kalau begitu, aku akan memegang kata-katamu. Tak ada yang boleh melihatnya selain aku," ucap Nayaka sambil menyapukan jemarinya di dada Bahana.
"Jangan menggoda, apa kamu tak tahu di bawah sana sudah kembali menegang?" Bahana menahan dirinya agar tak mengulangi perbuatan mereka tadi.
"Dan itu, tak boleh juga menyentuh wanita lain. Aku akan membunuhmu bila itu terjadi." Nayaka menggeram.
"You are the one and only, my lady." Bahana tak membuka matanya, tapi mendengarkan semua pernyataan Nayaka yang membuatnya bahagia. Membuatnya merasakan dadanya mengembang sempurna.
Nayaka mengulas senyumnya, pernyataan-pernyataannya, mengalir begitu saja. Tapi dia sadar sepenuhnya, dia mencintai laki-laki ini. Dia yang pertama membuatnya merasakan kenikmatan barusan.
"Apakah Doni juga menyentuh ini?" bisik Bahana saat tangannya berada di dada Nayaka.
"Tak pernah, setoksik hubungan kami, aku selalu menjaga diriku. Aku tak pernah mengiyakan permintaannya, mungkin karena itu aku dicampakkannya," ucap Nayaka.
"Good. Now, I fall in love with you more," bisik Bahana kembali mengeratkan pelukannya. Mengabaikan ketegangan tubuhnya yang lain, karena tak ingin menyakiti Nayaka karena ini masih pertama kalinya bagi Nayaka.
"Tidurlah," bisik Nayaka sambil mengusap punggung Bahana lembut.
"Aku ingin setiap tidur, merasakan pelukanmu, belaianmu," desis Bahana.
"Kamu akan mendapatkannya setiap hari." Nayaka mengecup bibir Bahana dan ikut memejamkan matanya.
Debur ombak di kejauhan membangunkan Nayaka. Dia tertegun melihat Bahana sedang memeluknya. Lalu dia mengingat apa yang telah mereka lakukan. Bahkan, dia masih merasakan penyatuan mereka di sana.
Tangannya mengelus lengan Bahana, menikmati wajah Bahana yang tertidur lelap. Dia masih merasakan ini mimpi, bisa menikahi Bahana yang sangat sempurna. Bahkan mungkin banyak wanita yang mau menjadi istrinya.
Tapi Bahana memilihnya. Setahun belakangan ini, bahkan dia menghabiskan waktunya bersama Nayaka. Tak pernah membiarkannya sendiri.
"I love you. More than I thought," desis Nayaka sembari mengecup bibir Bahana.
Bahana menggeliat. Masih terlelap. Tangannya tak melepaskan tubuh Nayaka, dan penyatuan mereka.
Nayaka tersenyum. Begitu posesifnya Bahana padanya, membuat perasaannya tak karuan. Sanggupkah dia menerima limpahan rasa yang begitu besar dari Bahana? Sanggupkah dia mengimbangi perasaan itu?
"Why you so fall in with me?" bisik Nayaka heran.
"Because, I want you badly," gumam Bahana dalam tidurnya.
"Kamu sudah bangun?" tanya Nayaka kesal.
"Kamu membuat semuanya bangun, Sayang." Bahana membuka matanya pelan. Mengecup bibir Nayaka yang mengerucut karena kesal.

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang