Jaemin POV
Meski awalnya malu, aku akhirnya memberanikan diri menelepon Ayah. Tidak butuh waktu lama sampai suara tegas Ayah terdengar di seberang.
"Jaemin! Kamu di mana? Kenapa kamu tidak mengangkat panggilan ayah dari tadi? Ini nomor siapa? Apa yang terjadi?!" Suaranya terdengar lebih khawatir daripada marah, tapi aku tahu ceramahnya sudah menunggu jikalau kami bertemu. Aku menjelaskan situasiku dengan singkat, dan Ayah berkata bahwa temannya yang tinggal di kota ini, Changmin, akan segera datang menjemputku.
**
Setengah jam kemudian, sebuah mobil hitam berhenti di depanku. Seorang pria tinggi, berwajah serius, turun dari mobil dan langsung berjalan ke arahku. "Jaemin, kan?" tanyanya, suaranya dalam dan tegas.
Aku hanya bisa mengangguk, merasa seperti anak kecil yang baru saja tertangkap basah. Pria itu, Changmin, menghela napas panjang sebelum mengisyaratkan aku masuk ke mobil. Aku menurut tanpa banyak bicara. Sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil terasa canggung. Changmin sesekali melirikku, tapi tidak berkata apa-apa. Aku merasa seperti tahanan yang sedang diantar untuk diinterogasi.
Begitu kami sampai di apartemenku—yang ternyata sudah disiapkan oleh Changmin atas permintaan Ayah—aku langsung disambut oleh panggilan video dari Ayah. Changmin menyerahkan ponsel padaku, dan aku tahu ini saatnya.
"Jaemin, apa kau sadar betapa cerobohnya dirimu?" Suara Ayah langsung menggelegar dari layar ponsel. Wajahnya yang biasanya tenang kini dipenuhi amarah dan kekecewaan. "Ayah sudah bilang untuk membiarkan Changmin menjemputmu di bandara, tapi kau malah keras kepala! Sekarang lihat apa yang terjadi. Barang-barangmu dicuri, kau bahkan kehilangan ponselmu!"
"Aku cuma mau mencoba mandiri, Ayah..." jawabku pelan, hampir tak terdengar.
"Mandiri?" Ayah mendengus. "Mandiri bukan berarti ceroboh, Jaemin! Kau tidak tahu caranya menjaga diri di kota asing. Kalau sampai sesuatu yang lebih buruk terjadi, apa yang akan kau lakukan?"
Aku tidak bisa membantah. Ayah benar. Aku memang ceroboh. Rasanya seperti semua energi dalam tubuhku menghilang, dan aku hanya bisa menunduk, menerima ceramah panjang yang terus berlanjut.
Changmin, yang duduk di sofa sebelah, akhirnya angkat bicara setelah beberapa saat. "Sudahlah, Hyung. Jaemin sudah cukup menyesal. Kita fokus saja untuk menyelesaikan masalahnya sekarang."
Ayah menghela napas berat di seberang sana. "Baiklah. Jaemin, pastikan semua kartumu segera diblokir, dan beli ponsel baru secepatnya. Ayah tidak mau ada masalah tambahan."
Aku mengangguk. "Iya, Ayah. Aku mengerti."
Setelah panggilan video dengan Ayah selesai, Changmin mengajakku keluar untuk membeli ponsel baru dan barang-barang yang hilang. Kota M memang dikenal sebagai kota yang tak pernah mati, makanya meskipun sudah termasuk tengah malam, suasana kota tidak jauh berbeda dengan siangnya. Di perjalanan, suasana terasa jauh lebih ringan karena Changmin mulai banyak bicara, meski aku tetap merasa canggung.
"Kau tahu," katanya sambil mengemudi, "aku punya dua anak yang seumuran denganmu. Mereka juga kuliah di kampusmu."
Aku hanya mengangguk, mencoba menunjukkan ketertarikan meskipun pikiranku masih dipenuhi rasa malu dan penyesalan. "Oh, ya?" jawabku seadanya.
Changmin melanjutkan tanpa henti. "Anak-anakku—Baekhyun dan Taehyung—mereka orang-orang yang baik. Baekhyun sedikit lebih keras kepala daripada Taehyung, tapi mereka berdua sangat perhatian. Aku yakin kamu bakal suka dengan mereka. Kalau ada waktu, kau bisa mengajak mereka keluar, agar kau tidak merasa kesepian di sini dan membiasakanmu mengenal kota ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
F For Five || MobxJaemin
Fanfiction🔞🔞 "Lima? Kalian serius? Bagaimana mungkin kalian semua bisa menyukaiku bersamaan? Aku bahkan tidak memberikan alasan untuk kalian menyukaiku? Dan lagi bagaimana bisa kalian membiarkan orang yang kalian sukai bersama orang lain?" Jaemin tidak perc...