5 - Worst Day

76 13 2
                                    


Jeno melangkah keluar dari lift dan memasuki lantai 12, yang merupakan lantai bersama bagi keluarga mereka di gedung apartemen mereka. Suara TV terdengar samar, bercampur dengan obrolan ringan dari Baekhyun, Taehyun, Vernon, dan Hyunjin yang sedang bersantai di sofa. Hyunjin, yang duduk dengan buku catatan di tangannya, langsung menoleh begitu melihat Jeno.

"Jeno, darimana saja kau?" tanyanya dengan nada tajam. "Kupikir kau sudah pulang sejak tadi karena kau tidak datang untuk rapat persiapan orientasi besok."

Jeno menggaruk belakang kepalanya dengan canggung, mencoba memasang senyum tenang meskipun kepalanya masih berdenyut karena alkohol. "Aku... ada urusan mendadak."

"Urusan mendadak?" Vernon menimpali sambil menaikkan alis. "Kau terlihat seperti baru saja berjalan dari bar terdekat, bukan dari urusan mendadak."

Baekhyun tertawa kecil, melirik Taehyun yang duduk di sampingnya. "Sepertinya ada cerita menarik di sini. Jeno, apa kau mabuk? Lagi?"

"Tidak terlalu," bantah Jeno cepat, meskipun jelas dari langkahnya yang tidak sepenuhnya stabil bahwa ia belum sepenuhnya sadar.

Hyunjin menghela napas panjang, menutup buku catatan di pangkuannya. "Jeno, kau tahu orientasi ini penting, kan? Kau senior yang ditugaskan untuk kelompok mahasiswa baru, dan kau tidak bisa datang ke rapat persiapan? Aku harus memikirkan cara membagi tugasmu tadi."

Jeno, yang masih merasakan sisa mabuk, hanya melirik Hyunjin sekilas sebelum berjalan menuju kulkas kecil di sudut ruangan. "Sudah kubilang sejak awal aku tidak mau berpartisipasi dalam hal ini," jawabnya dengan nada datar sambil membuka botol air mineral. "Sejak kapan aku bersedia untuk merepotkan diriku sendiri?"

Hyunjin hanya bisa memutar matanya, menyerah. Ia tidak ingin memperpanjang perdebatan dengan Jeno yang tidak akan ada ujungnya.

"Oh ya, sejak kapan lantai 8 ada penghuninya? Apa ada yang menyewakannya?" Tanya Jeno.

Hyunjin, yang sudah mulai membuka kembali buku catatannya, mendongak dengan alis terangkat mendengar pertanyaan Jeno. "Lantai 8?" ulangnya. "Ya, Vernon bilang paman Changmin yang menyewakannya pada anak temannya. Kenapa?"

Jeno langsung melirik pada si kembar yang tidak memberitahunya apa-apa tentang tindakan ayah mereka ini.

Mereka serentak menjawab, "Aku tak tahu apa-apa."

Vernon, yang sedari tadi terlihat lebih tertarik pada pembicaraan ini daripada Hyunjin, menyeringai. "Tunggu, tunggu. Jadi kau baru saja dari lantai 8?" tanyanya, mencondongkan tubuhnya ke depan karena ia tahu pasti siapa orang yang ada di lantai 8. "Apa kau sudah bertemu dengan Jaemin?"

Jeno melirik Vernon sekilas, senyum tipis terangkat di sudut bibirnya. "Yah, begitulah."

Reaksi Jeno yang santai itu langsung memancing perhatian semua orang di ruangan. Vernon bersandar lebih dekat, tatapan nakalnya semakin tajam. "Dan? Bagaimana dia menurutmu?" tanyanya penuh antusias.

Jeno membuka botol air mineralnya, meminum sedikit sebelum menjawab dengan nada datar, "Dia... menarik."

Ruangan langsung dipenuhi gumaman tertahan. Taehyun menatap Baekhyun dengan alis terangkat, sementara Hyunjin hanya menggelengkan kepala pelan, tampaknya sudah terlalu lelah untuk ikut campur.

Vernon, di sisi lain, tertawa keras. "Menarik? Itu saja? Ayolah, Jeno. Aku tahu kau tidak pernah tertarik pada orang baru. Apa yang membuat dia berbeda?"

Jeno hanya menatap Vernon tanpa menjawab, senyum kecil masih bermain di wajahnya. "Kau akan mengetahuinya sendiri besok saat orientasi," katanya akhirnya, lalu duduk di salah satu kursi kosong di dekat mereka.

"Wah, ini semakin menarik, ia mengucapkan hal yang sama dengan Vernon kemarin." ujar Baekhyun sambil menyilangkan lengannya. "Aku ingin tahu seperti apa mahasiswa baru ini. Kalau Jeno sampai menyebut seseorang 'menarik,' pasti ada sesuatu yang spesial."

"Dia bukan siapa-siapa," kata Jeno cepat, meskipun suaranya terdengar sedikit defensif. "Aku hanya kebetulan bertemu dengannya. Itu saja."

"Tentu saja," jawab Vernon, tapi nada menggoda dalam suaranya jelas tidak hilang. "Tapi tetap saja, aku ingin tahu bagaimana reaksi Jaemin ketika tahu kau adalah salah satu seniornya."

Jeno menghentikan gerakannya sejenak, tapi kemudian hanya tersenyum kecil lagi. "Kita lihat saja nanti," jawabnya. Namun dalam hatinya, ia sedikit penasaran sendiri.

Hyunjin menutup buku catatannya dengan bunyi keras, mengakhiri pembicaraan yang menurutnya tidak relevan dengan agenda utama. "Baiklah, cukup soal itu. Jeno, aku tidak peduli siapa yang kau temui di lantai 8. Tapi ingat, besok kau punya tanggung jawab. Jangan membuatku pusing lagi."

Jeno mengangkat tangannya dengan gerakan santai, seolah berkata ia tidak akan membuat masalah. "Tenang saja. Aku tidak akan mengacaukannya."

Namun, saat dia menyandarkan tubuhnya ke kursi dan mengingat pertemuannya dengan Jaemin, senyum kecil itu tidak pernah hilang dari wajahnya. Ya... besok akan menjadi hari yang menarik.

**

Jaemin's POV

Hari pertama orientasi. Harusnya aku merasa bersemangat, kan? Sebuah awal baru di kampus, bertemu teman-teman baru, dan memulai babak baru dalam hidupku. Tapi tidak.

Aku berdiri di tengah lapangan utama bersama ratusan mahasiswa baru lainnya, mengenakan seragam orientasi yang seragam dan topi yang terasa terlalu kecil di kepalaku. Dan di sana, di depan semua orang, berdiri pria itu.

Jeno.

Pria yang kemarin menciumku di lift tanpa peringatan.

"Ini hari terburuk," gumamku pelan, cukup rendah agar tidak ada yang mendengar. Tapi kepalaku penuh dengan pikiran panik. Bagaimana ini bisa terjadi? Apa semesta sedang bercanda?

Semalam aku sudah mencoba melupakan kejadian itu. Aku bahkan memaksakan diri untuk tidur lebih awal, berharap pagi ini semua yang terjadi kemarin akan langsung terlupakan. Tapi tidak.

Pagi ini justru menghantamku dengan kenyataan yang jauh lebih buruk: Jeno bukan hanya seorang penghuni apartemen yang kebetulan kutemui. Dia senior yang bertanggung jawab untuk memastikan tidak ada mahasiswa baru yang melanggar peraturan selama orientasi.

Dan sekarang dia berdiri di depan, mengenakan jas seniornya yang rapi, matanya menyapu seluruh barisan mahasiswa baru dengan tatapan tegas namun santai. Tatapan itu akhirnya berhenti di barisanku.

Aku langsung menundukkan kepala, berpura-pura memeriksa tali sepatuku yang tidak bermasalah sama sekali. Jantungku berdegup kencang, dan aku hampir yakin keringat dingin mulai mengalir di pelipisku.

"Selamat datang di orientasi mahasiswa baru," suara Jeno terdengar tegas, meskipun ada sedikit nada santai di dalamnya. "Selama beberapa hari ke depan, kalian akan diawasi oleh para senior untuk memastikan kalian mematuhi semua peraturan. Jika kalian melanggar... kalian akan berurusan dengan kami."

Berurusan dengannya? Tidak, terima kasih.

Aku mencuri pandang ke arahnya, dan saat itu juga aku menyadari dia sedang melihatku. Mata kami bertemu hanya untuk sesaat, tapi itu cukup untuk membuatku langsung menunduk lagi. Aku merasa wajahku memanas.

"Ini benar-benar hari terburuk," gumamku lagi, lebih keras kali ini.

Seseorang di sebelahku, mungkin calon teman sekelasku, melirikku dengan penasaran. "Kau bilang sesuatu?"

"Tidak," jawabku cepat, berusaha terdengar biasa saja.

Tapi tentu saja, pikiranku tidak bisa tenang. Aku tahu ini akan menjadi beberapa hari yang panjang. Bagaimana aku bisa melewati orientasi ini sementara orang yang bertanggung jawab untuk mengawasiku adalah pria yang sudah menciumku di lift?

Aku menahan napas saat Jeno melanjutkan instruksinya, mencoba mengalihkan perhatianku. Tapi setiap kali aku mencuri pandang ke arah depan, tatapannya terasa terlalu sering berhenti di tempatku berdiri.

Ya Tuhan, aku sedang berada di nerakamu yang mana. Batinnya.


To Be Continued..
Jangan Lupa Like and Comment nya ya^^

F For Five || MobxJaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang