Bab 5. Basket dan Osis

3 1 0
                                    

Saat jam istirahat aku kembali menyibukkan diri dengan kegiatan lain, bosan mendekam di perpustakaan aku akan beralih nongkrong di kantin sambil menonton acara running man itu lebih terlihat seru dan mengalihkan beberapa hal. Bosan dengan satu hal lainnya aku akan mencari satu hal yang baru dan kali ini sasaranku adalah bola basket. Ya, aku seperti seseorang yang sedang melarikan diri dan aku tidak tahu harus kemana lagi mencari tujuanku.

Aku menghela nafas. Sudah lebih dari 10 menit aku memperhatikan orang-orang bermain basket, ada satu orang yang menarik perhatianku pemain basket dengan tubuh tinggi tegapnya putih dan sedikit berotot yang saat ini sedang mendribble bola basket dengan tampang coolnya entah mengapa aku sangat tertarik dengannya.

Lagi-lagi ia mendribble bola basket menggiringnya menuju ke ring sekali putaran bola itu masuk begitu saja dan sorak-sorak dari warga sekolah cukup memeriahkan permainan. Ia tersenyum sumringah sambil bertos riah dengan timnya, aku masih menatapnya, satu kali dalam sudut seperti ini tatapannya bertemu dengan tatapanku yang memang sedang menatapnya saat ini. Hanya satu kali hingga detik berikutnya ia fokus kembali dengan permainannya. Aku mulai bosan dan memilih menghampirinya, ah, aku akui aku tidak mengenal semua anak basket yang di gemari para siswa perempuan yang bahkan sekarang mereka sedang berteriak kegirangan melihat pujaan mereka bermain dengan tampan.

"Main bareng ya?" aku mendekati salah satu anak basket yang sedari tadi aku perhatikan tidak lupa aku juga tersenyum manis padanya. Hanya berusaha untuk memperkenalkan diri, ah, bukan, lebih tepatnya memaksakan diri.

"Boleh tidak, diam saja sih?!" suaraku lagi karena ia tetap diam dan fokus pada permainan bolanya. Aku mengedipkan mata padanya satu kesempatan yang sangat bagus karena ia menatapku intens satu kedipan saja berhasil membuatnya diteriaki teman satu timnya.

"Woi! Fokus, Ed!" teriak teman satu timnya dari ke jauhan. Pandanganku berputar tak kala ia kembali mendribble bola basketnya memutariku dengan tatapan yang sulit ku mengerti, beberapa putaran bisa-bisa aku pingsan di buatnya.

Ed? Aku mengenyit.

"Ed? Apa dia yang dimaksud Katrina? Apa dia juga yang kemarin berkelahi dengan Kevin? Kenapa aku tidak pernah melihatnya?" aku bermonolog dengan diriku sendiri. Ternyata memang benar sepertinya ia yang di maksud Katrina ah, pantas saja anak itu sampai kesetanan menyebutku jalang, ternyata Ed memang sangat tampan dan mempesona.

Lalu__aku menatap Ed dengan lekat ada bekas luka robek di bibirnya, benar ia juga-lah yang berkelahi dengan Kevin dengan alasan yang menggelikan, cemburu? Aku tertawa.

"Siapa?" bisikan setan, ah, maksudku bisikan temannya yang masih bisa aku dengar bertanya siapa aku.

"Tidak tahu." Ed menggeleng acuh tak acuh. Aku mendengus karena Ed memilih untuk tidak mengenaliku atau aku yang salah mengira? Masabodo saja. Aku ingin bermain basket dengannya.

"Kamu..." Tiba-tiba telingaku di sentuh oleh tangan nakal seseorang___.

"Aduh!" Aku mengadu kesakitan, menepuk tangannya yang masih menempel pada telingaku hanya satu orang yang bisa bertindak seperti ini padaku, Jihan.

"Kamu kenapa ada di tengah-tengah orang main basket. Mereka sedang bertanding, Hanna!" teriak Jihan seraya menyeret lenganku seperti kambing yang susah masuk kandang karena sedang asik main di luar.

"Kenapa, sih!?" tanyanya lagi. "Kamu tahu aksi kamu tadi banyak anak-anak cewek bisik-bisik tahu, gara-gara kamu dekati kapten basket."

"Oh! Jadi dia kapten basketnya, bagus dong!" aku masih berusaha untuk mendekat ke arah Ed yang katanya kapten basket tetapi lagi-lagi Jihan berhasil menyeretku untuk menjauh.

"Kenapa jadi mau main basket sih, Hanna. Lebih baik kamu ke ruang OSIS saja sana deh! Pasti Vano sedang menunggumu, dia pusing karena kamu tidak ada''

"Aku sudah mengundurkan diri." Aku mengingatkan Jihan.

Soon Be in Your ArmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang