Bab 17. Serangan Lily.

1 1 0
                                    





Sudah empat hari ini aku menghabiskan hari-hariku dengan menulis, makan, dan tidur lalu menulis kembali pergerakanku lebih banyak di habiskan di dalam kamar. Aku tidak berbicara dengan Ed apalagi dengan Jack mereka mempunyai kesibukan masing-masing. Ed yang sibuk di rumah sakit dan sering membuatnya lembur hingga dini hari sementara Jack sibuk mengawasi pembangunan vila milik Ayah Jo yang tidak jauh dari sini. Pagi ini seperti biasa sebelum sarapan aku memilih untuk menikmati sejuknya udara pagi di balkon ruang tengah duduk dengan nyaman sesekali memejamkan mata. Benar, aku semakin menyukai tinggal di sini dengan situasi yang sangat nyaman udara yang sejuk, setiap pagi selalu di sambut dengan matahari yang baru menyongsong di ufuk barat dan udaranya masih bersih jauh dari polusi.

"Sudah mulai menikmati tempat ini." suara Ed mulai terdengar dan laki-laki itu mulai menempelkan pantatnya pada kursi di sebelahku, secangkir kopi dan satu kotak susu.

"Nih... kamu suka susu ini kan?"

Aku menoleh ke arah meja, Ed meletakkan sekotak susu rasa pisang tetapi akhir-akhir ini aku sudah tidak menyukainya lagi. "Aku sudah tidak suka lagi." Jawabku dan Ed hanya mengangguk-angguk paham.

"Apa yang paling kamu suka?" tanyanya begitu saja, ia menyesap kopinya. Aku tersenyum tipis lalu menatapnya.

Entah mengapa aku bertingkah seperti ini hanya untuk menarik perhatiannya, lebih. Aku mencondongkan wajahku lalu menopang dagu dengan posisi tangan kanan ku letakkan di atas meja kaca yang kini menjadi saksi kalau aku sedang menggoda Ed.

"Uang!" jawabku dengan senyuman manis. "Sudah aku kataka aku suka uang, kamu sudah memberikan uangmu kemarin, rasanya membuat aku ketagihan."

"Kalau kamu suka uang kenapa menolak bekerja sama dengan Jimmy lalu berakhir di sini. Bukankah dia seorang bintang top?" Ed memicingkan matanya menatapku.

Aku mengernyit bingung lalu mengingat kejadian saat di kantor Lucas. "Sayang sekali aku tidak suka bekerja sama dengan laki-laki brengsek seperti dia."

"Ahhh. Aku lupa sesuatu, kalau, kamu memang pandai memilih targetnya."

"Cih! Kamu mengatakan seperti itu seolah aku ini benar-benar gila dengan uang. Baiklah!"

"Bukankah kamu sendiri yang bilang?"

Aku tersenyum iblis. "Selain uang aku juga menginginkanmu."

"Menginginkanku?" Ed tersenyum smrik. "Tubuhku maksudmu?"

"Berbicara denganmu lama-lama memang sinting!"

"Kamu yang memulai, ingat?"

Sejenak aku bisa melihat Ed tersenyum tipis. "Apa sekarang kamu sedang menggodaku? Setelah pertanyaanku yang kemarin tidak kamu jawab, hm." Suaranya terdengar serak ia meletakkan gelas kopinya di atas meja kaca dan sibuk mengelap sisa-sisa kopi di mulutnya serta bajunya yang sejak tadi ia abaikan.

"Aku berhak tidak mejawabnya, kan?"

"Kalau begitu, aku anggap kamu mengakui aku tampan dan menarik untukmu terlebih kamu menginginkanku, kan?" Seulas senyum manis terbit di bibirnya. Ah sial! Aku segera memalingkan wajahku ke arah lain.

"Kamu tahu aturan mainnya kan, menggoda itu artinya akan ada yang tergoda... jika tujuanmu adalah menggodaku selamat kamu berhasil" ucap Ed seraya terkekeh aku tidak tahu pasti bagaimana ekspresinya karena aku sedang menghindari tatapannya. Aku yakin, jika aku bertingkah gila justru ia akan bertingkah lebih gila.

"Ck! Apa aku terlihat seperti perempuan penggoda?"

"Tidak! Maksudku lebih dari itu dan kamu sangat pintar memilih targetnya." Ed tertawa sementara aku mencebik menatapnya tajam.

Soon Be in Your ArmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang