"Jihan? Astaga, jihan?!" pekikiku keras. "Ini sungguh kamu?"
"Tunggu. Kamu pakai baju ini?" aku mengernyit melihat pakaian Jihan yang sama persis dengan pakaian yang di gunakan Ed saat bekerja.
"Iya. Aku bekerja di rumah sakit, Hanna. Aku satu kerjaan sama Ed." Aku meringis entah mengapa.
"Kemarin aku juga melihat kamu di rumah sakit. Awalnya aku tidak peduli karena aku pikir kamu hanya perempuan gila yang sulit di obati namun saat Ed teriak panggil nama kamu, saat itu juga aku sadar kalau itu benar-benar kamu!"
Aku mencebik. Apa katanya, perempuan gila! Ah, tidak salah juga sih, karena memang penampilanku memang merujuk kesana terlebih aku menolak untuk di obati sampai menjadi tontonan seisi rumah sakit di ruang IGD.
"Kamu bodoh! kenapa menolak di obati padahal kamu terluka, Hanna."
"Luka itu tidak seberapa..."
"Tapi tetap aja, kamu membutuhkan obat."
Aku tersenyum tipis mendengar kalimat khawatirnya yang tidak pernah berubah ketika ia mengkhawatirkan aku.
"Sekarang aku sudah di obati, nih lihat." Aku menunjukkan luka di lengan pada Jihan.
"Kalau kamu tidak mau di obati sama Ed, kamu bisa meminta tolong sama aku, Hanna. Kamu tahu kan, aku temanmu sampai kapanpun." Aku tersenyum dan mengangguk-angguk di depan Jihan.
"Hanna...!" kali ini suara cempreng itu begitu nyaring di telingaku, sungguh! Siapa lagi kalau bukan Seruni, ia kemudian menyingkirkan tubuh Jihan dengan menggesernya pelan lalu beralih memelukku erat.
"Kakak ipar baik-baik aja?" ucapnya dengan nada imutnya yang di sengaja aku hanya tersenyum dan mengangguk.
"Tunggu! Kakak ipar? Sejak kapan kamu__ kamu sudah menikah, Hanna?!" seru Jihan
"Bukan...maksudku, aku belum menikah."
"Aku hanya menyebutnya kakak ipar karena dia akan menikah dengan abang Edku!" bisik Seruni pada Jihan aku tidak tahu bagaimana ekspresi Jihan yang sebenarnya karena ia hanya diam sambil menatapku. Apa ia terkejut senang atau terkejut dengan maksud lain? Mengingat Ed juga menjadi daftar calon pacarnya dulu.
"Aku tidak akan menikah dengannya, Seruni."
"Tidak bisa! Kamu harus menikah dengannya aku tidak mau abang Edku menikah dengan perempuan lain." Entah mengapa sepertinya Seruni berbicara serus kali ini tetapi entah mengapa rasanya aku merasa ada yang aneh dengan Jihan, apa Jihan menyukai Ed?
"Tidak bisa aku bayangkan jika kalian berdua menikah..." ungkap Jihan secara tiba-tiba entah mengapa ia mendongak dengan mulut menganggah. "Apa sebutannya, Seruni?" Jihan kini beralih pada Seruni yang sedang tampak berfikir.
sementara aku menatap keduanya bingung terlebih pada Jihan yang seolah mengenal Seruni dan tidak ada raut kecewa di wajahnya begitu mendengar Ed dekat denganku.
"Sudah aku bilang, pasangan yang akan mengguncangkan dunia secara mereka sama-sama jomblo sejak dulu sampai sekarang!"
"Benar! Pasangan yang mengguncangakan dunia... dunia apa!? Dunia mafia?" di ujung kata Jihan mencebik kesal seolah mencari kata yang lebih nyambung. Aku hanya geleng-geleng saja membiarkan mereka berfikir dengan caranya masing-masing toh sekeras apapun aku mengatakan tidak akan menikah dengan Ed mereka tetap akan membuat fatasinya bahwa pernikahanku dengan laki-laki itu pasti akan terjadi.
"Bukan dong, keluarga kita bukan dari keluarga mafia soalnya. Bagaimana kalau pasangan yang mengguncangkan dunia perjombloan!" Seruni tergelak begitupun Jihan.
"Serius sekali, apa yang sedang kalian bahas sampai bisa tertawa begitu." Suara perempuan yang tidak lagi muda namun parasnya yang cantik dan terawat tidak menujukkan bahwa ia menua cantik dan bersinar. Aku mengernyit karena tidak mengenalinya begitu saja tetapi mengingat ia datang dengan Jihan apa ia, Mamanya? Mama Ed? Entah mengapa jantungku sedikit berdebar.