⚠️Semua cerita ini adalah fiktif. Dimohon untuk pintar dalam memilih cerita. Jika ada narasi atau lain hal yang buruk, sangat dimohonkan untuk tidak ditiru⚠️
Menyerah lebih baik daripada bertahan. karena pada dasarnya dirinya kembali ditinggalkan se...
Malam ini Sakha baru saja pulang dari sekolah, karena kebetulan sekali dirinya dipilih untuk mengikuti olimpiade matematika yang dilaksanakan di bandung bulan depan. Dan mulai hari ini Sakha akan menyibukkan dirinya, mencoba mencari kegiatan yang membuat dirinya tidak lagi merasakan sepi atau bahkan Sakha membuat dirinya sendiri tidak berada di rumah selain untuk tidur. Maka dari itu setelah dirinya berkunjung ke kediaman Ryan hari itu dan harus kembali menelan kekecewaan yang besar setelah harapan satu-satunya untuk bertahan hidup dalam kesepian dan jurang luka yang sudah sangat dalam ini, tepat pada hari itu semua harapan Sakha hilang ketika melihat tatapan mata Ryan yang terlihat tidak nyaman melihat kehadirannya di hadapan Ryan hari itu.
Dan Sakha pun hanya manusia biasa, memiliki rasa lelah dan juga sakit ata semua harapan yang telah ia buat. Tetapi semua harapan yang ia buat tidak pernah berakhir sesuai keinginannya, pasti dan selalu dipatahkan dengan rasa kecewa dan juga sakit yang amat dalam. Maka dari itu, Sakha sudah tidak mau berharap apapun lagi, dirinya lelah. Setiap malam selalu berdoa agar Tuhan mengambil nyawanya saja, karena jika boleh jujur Sakha tidak kuat jika harus bertahan dalam rasa sakit yang sudah tidak dapat di ungkapkan lagi. Menangis pun sudah tidak terlalu bisa Sakha lakukan, air matanya sudah kering. Dirinya sendiri pun bingung harus menangis bagaimana lagi? Jika pun dirinya menangis darah itu semua belum tentu salah satu dari semua harapannya terkabul.
Dalam satu bulan ini sungguh hari-hari dimana Sakha berada pada titik terendahnya. Sepulang dirinya dari kediaman Ryan pada sore itu, Sakha berdiam diri di taman hingga larut malam tanpa melakukan kegiatan apapun. Tatapannya kosong, hatinya sakit dan juga kepalanya berisik. Semua kemungkinan jelek terus memenuhi isi kepalanya.
Hingga malam ini pun Sakha masih harus berjuang untuk dapat tertidur nyenyak setiap malamnya. Karena mimpi buruk terus mengganggu waktu tidurnya, mimpi dimana semua perkataan Bunda yang pernah ia dengar langsung sebelum bunda memilih untuk meninggalkannya tanpa alasan yang jelas.
Sakha sudah sempat tertidur selama kurang lebih satu jam dan selalu seperti itu setiap harinya selama satu bulan terakhir ini. Sakha sudah tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, karena meski tubuhnya terasa lelah luar biasa, tetapi pikirannya tidak bisa ia kendalikan dan karena hal itulah Sakha lelah. Baik secara fisik maupun mental.
Sakha sudah berdiam diri di meja belajar, membuka buku catatannya mencoba untuk belajar hanya untuk mengalihkan semua kata-kata yang terdengar jelas ditelinganya. Kata-kata yang membuat dirinya lelah, hingga setengah jam berjalan Sakha melemparkan pulpen yang sebelumnya ia pegang ke sembarang arah. Kedua tangannya yang terkepal memukul keras kepalanya yang berisik.
"Aku mau tenang tolong jangan berisik, aku juga mau berhenti, aku juga mau nyerah, aku juga mau Tuhan panggil aku sekarang juga. Tolong jangan berisik, aku capek... Capek.." Pukulan itu semakin keras hingga dirinya tidak menyadari jika sedari tadi ada seseorang yang memperhatikannya dipintu kamar.
Ia adalah Jevano, kakak kedua Sakha itu tadinya berniat untuk mengambil beberapa keperluannya yang masih tersisa di rumah ayahnya dan Jevano sendiri terkejut ketika melihat rumah yang begitu menyimpan banyak memori itu terlihat bersih dan juga jangan lupakan hawa dingin dan juga sepi yang mencekam. Hingga tungkainya membawanya menuju ke arah kamarnya dan kebetulan kamarnya itu melewati kamar adik bungsunya. Berniat untuk menyapa tapi hal yang ia lihat bukanlah adiknya yang tengah tertidur pulas atau bagaimana, tapi dirinya harus melihat bagaimana adiknya itu berusaha melukai dirinya sendiri dengan cara memukul kepalanya itu dengan keras.
Jevano bahkan tidak dapat melangkahkan kedua kakinya untuk mendekat, karena terlalu terkejut. Rasa bersalah semakin memenuhi hatinya, selama hampit lima bulan ini dirinya tidak bertemu dengan adik bungsunya dan kini dirinya harus melihat adiknya terpuruk seperti ini. Sudah berapa jauh Jevano meninggalkan adik bungsunya sendirian? Sudah berapa luka yang ia berikan untuk adiknya? Sudah berapa kali dirinya mengabaikan panggilan dari adiknya?.
Dengan langkah terburu-buru Jevano berlari ke arah kamarnya dan mengambil barang yang ia butuhkan. Dan kegiatan mencari barang itu terhenti ketika melihat sebuah foto keluarga, ya foto yang belum pernah Jevano lihat sebelumnya. Seingatnya dirinya tidak pernah menyimpan foto di atas meja nakas samping tempat tidurnya. Tangan Jevano mengambil foto tersebut dan membacanya, terdapat tulisan dibelakang figura foto tersebut yang sudah Jevano hafal siapa yang menulis dan menyimpan foto ini.
Abang Jevano dan aku.
Hanya itu yang tertulis di belakang figura foto tersebut, lalu setelahnya Jevano menyimpan foto itu ke tempat semula. Tanpa Jevano sadari terdapat surat di dalam figura tersebut, tapi sepertinya Jevano tidak melihatnya sama sekali. Setelah mendapatkan apa yang ia cari, Jevano segera bergegas pergi meninggalkan rumah penuh kenangan itu.
Jevano menyalakan motornya dan melaju membelah gelapnya malam. Di atas sana, disebuah jendela Sakha melihat itu. Melihat bagaimana Jevano yang ternyata pulang ke rumah ini, bahkan Jevano tidak mau menyapa nya barang sekali pun.
"Apa yang kamu harapkan lagi Sakha? Semua harapan kamu pupus, jangan lagi berharap apapun lagi."
Sakha terkekeh kecil, tetapi lama kelamaan suara tawa itu menjadi keras tetapi kedua mata Sakha meneteskan air mata.
"Kamu sendiri Sakha! Kamu sendiri! Kamu dibuang, kamu sampah!" Anak itu berteriak sembari memukul dadanya yang terasa sangat sakit.
'Bahkan abang kamu juga enggak mau cuma buat sekedar nyapa kamu Sakha! Buat apa kamu lahir Sakha? Buat apa kamu ada di dunia ini Sakha?'
Suara itu semakin keras ketika sepi melanda. "Buat apa aku ada di dunia ini? Buat apa?!"
Sakha melukai dirinya lagi, tidak ada yang tahu atau mungkin tidak ada yang ingin tahu bagaimana tangan kurus serta putih itu sudah penuh oleh goresan-goresan memanjang. Sakha melakukannya hampir setiap malam, hanya untuk mengalihkan rasa sakitnya yang selalu hinggap di hatinya.
Bukannya kesakitan, Sakha hanya terkekeh kecil. "Kamu di buang, Kamu sampah Sakha!"
17 November 2024
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.