4: Misi Pertama yang Menentukan

5 4 0
                                    

⚠️Ini adalah cerita pendek! Jadi kemungkinan saya hanya akan up 10-15 bab⚠️

---

Happy Reading!

---

Suasana di markas Marcus dipenuhi ketegangan saat Aretha, Dareen, dan Cyrus menerima briefing tentang misi pertama mereka. Marcus, dengan suara beratnya, menjelaskan target mereka: Jake Gyllenhaal, seorang mantan rekan bisnis Marcus yang telah menipu dan merugikan organisasi bertahun-tahun lalu.

"Jake adalah pria licik, tapi dia sudah terpojok. Kalian bertiga akan menyelinap ke markasnya. Jangan tinggalkan saksi. Kalau Jake menyerah, pastikan dia tak keluar dari gedung itu hidup-hidup," kata Marcus sambil mengisap sebatang rokok yang dia pegang.

---

Malam itu, mereka bertiga memasuki mobil hitam tanpa tanda yang membawa mereka ke lokasi target. Cyrus, yang duduk di belakang kemudi, melirik ke arah Aretha melalui kaca spion.

"Jadi, Aretha," katanya dengan nada bercanda, "ini misi pertamamu. Gugup?"

Aretha hanya menjawab dengan dingin, "Tidak."

Dareen, yang duduk di sampingnya, menoleh ke Cyrus. "Diam dan fokus. Jangan mengganggunya."

Cyrus mengangkat bahu dan tersenyum. "Baiklah, Kapten~"

Aretha memandang keluar jendela, matanya yang hijau memantulkan cahaya lampu jalan. Tangannya menggenggam belati di pinggangnya, mempersiapkan dirinya untuk apa pun yang akan terjadi.

---

Mereka tiba di gedung yang menjadi markas Jake. Gedung itu gelap dan sunyi, dengan beberapa penjaga berjaga di luar. Aretha, Dareen, dan Cyrus mengenakan pakaian serba hitam, membawa senjata, dan berjalan menyelinap di bawah bayang-bayang.

"Pintu belakang," bisik Dareen sambil menunjuk ke arah pintu kecil di sisi gedung.

Mereka bergerak cepat dan senyap. Cyrus membuka pintu dengan alat pembuka kunci, dan mereka menyelinap masuk tanpa suara. Di dalam, mereka tetap waspada, bergerak melewati lorong-lorong gelap hingga tiba di ruangan utama tempat Jake biasanya bekerja.

"Ini dia," kata Dareen pelan sambil menatap pintu di depan mereka.

Cyrus membuka pintu perlahan, dan mereka bertiga masuk. Tapi begitu mereka melangkah ke dalam, suara derak senjata memenuhi ruangan.

"Dikepung, sial.." gumam Aretha sambil mengangkat senapannya.

Jake berdiri di ujung ruangan, dikelilingi oleh anak buahnya. "Marcus benar-benar mengirimkan anak buahnya untuk membunuhku, ya?" katanya dengan senyum penuh ejekan. "Aku harus mengakui, ini cukup menghibur."

"Kau terlau banyak bicara," kata Dareen dingin. "Kita habisi mereka."

---

Pertempuran pun dimulai. Peluru melesat ke segala arah. Aretha menembak dengan cepat dan tepat, menjatuhkan satu demi satu anak buah Jake. Dareen dan Cyrus bergerak seperti bayangan, menembak dan menyerang tanpa ragu.

Namun, di tengah kekacauan itu, Aretha lengah. Dia tidak menyadari salah satu anak buah Jake yang tergeletak di lantai memegang pistol kecil, mengarahkannya ke Aretha.

"Aretha, awas!" seru Dareen.

Dareen dengan cepat mendorong dan memeluk Aretha untuk melindunginya. Terdengar suara letusan peluru, dan Dareen terhuyung saat peluru menembus pergelangan tangannya.

Aretha menatap Dareen dengan mata membelalak. "Daren?.. Kau terluka!"

"Bukan masalah," jawab Dareen sambil meringis.

Cyrus, yang melihat kejadian itu, langsung menembak mati pria yang menyerang Aretha. "Sudah kubilang jangan lengah!" serunya, tetapi suaranya terdengar lebih khawatir daripada marah.

Dareen menahan rasa sakit di tangannya dan memimpin mereka mendekati Jake, yang kini tampak panik.

"Oke! Oke! Aku menyerah!" Jake mengangkat kedua tangannya. "Kita bisa bicarakan ini."

Cyrus mendekat dengan senyuman licik. "Tidak ada negosiasi."

Satu tembakan tepat di kepala Jake mengakhiri misinya.

---

Setelah memastikan ruangan aman, mereka bertiga keluar dari gedung, kembali ke mobil dengan hati-hati. Darah menetes dari tangan Dareen, tetapi dia hanya menggenggam perban darurat yang disediakan Cyrus.

"Bagus, Aretha," kata Dareen pelan saat mereka duduk di dalam mobil. "Kau masih hidup. Itu yang penting."

Aretha, yang biasanya dingin, hanya menunduk. "Terima kasih," katanya pelan, suaranya dipenuhi rasa bersalah.

Cyrus memecah suasana dengan tawanya. "Kau tahu, misi pertama selalu seperti ini. Tapi kita berhasil! Selamat. Aku mulai suka bekerja sama dengan kalian."

Dareen melirik Cyrus. "Terserah mu."

Aretha tersenyum kecil, tetapi dengan cepat menyembunyikannya. Misi pertama mereka sukses, tetapi perasaan campur aduk mengisi hati Aretha—ketegangan, rasa syukur, dan sesuatu yang berbeda ketika dia melihat Dareen.

Di markas, Marcus hanya memberi mereka anggukan penuh arti. "Kerja bagus. Bersiaplah untuk misi berikutnya. Ini baru permulaan."

---

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

Hai readers 👋🏻👋🏻

Sudah vote belum? kalo belum vote ya!
Seru nggak bab 4 nya?
Kalo kurang seru, tulis di komen ya! n terus dukung aku <⁠(⁠ ̄⁠︶⁠ ̄⁠)⁠>

See you, all (⁠.⁠ ⁠❛⁠ ⁠ᴗ⁠ ⁠❛⁠.⁠)

Takdir Sang Pemburu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang