8: Jejak Penghianat

4 4 0
                                    

⚠️Ini adalah cerita pendek! Jadi kemungkinan saya hanya akan up 10-15 bab⚠️

---

Happy Reading!

---
Pulang dari pantai, hubungan antara Aretha dan Dareen semakin dekat. Dareen mulai lebih sering berbicara dengannya, dan Aretha mulai merasa nyaman berada di dekatnya. Namun, kehangatan itu tidak berlangsung lama. Sehari setelah mereka kembali, Marcus memanggil mereka untuk misi baru.

"Aretha, Dareen. Ini tugas untuk kalian berdua," kata Marcus tegas sambil menyerahkan sebuah map berisi informasi target. "Zayn Briggs dan Harris Ford, dua pengkhianat yang mencoba menjual informasi pribadi organisasi ini ke pihak lain. Koper berisi informasi itu harus kembali ke tangan kita. Jika mereka tidak mau menyerahkan koper itu... habisi saja. Jika menyerahkan koper itu, tetap habisi mereka."

Aretha menatap Marcus dengan tatapan dingin. "Dimana mereka?"

"Gedung terbengkalai di utara kota. Aku ingin ini selesai malam ini," jawab Marcus.

Cyrus yang berdiri di dekat mereka hanya mengangguk. "Gue punya misi sendiri malam ini, jadi gue gak ikut. Kalian jaga diri kalian, terutama lo, Aretha."

Aretha tidak menjawab, hanya mengangguk kecil sebelum dia dan Dareen meninggalkan ruangan.

---

Mereka naik ke dalam mobil samaran yang biasa mereka pakai untuk misi. Dareen duduk di kursi pengemudi, dan Aretha di sebelahnya. Perjalanan terasa hening, hanya suara mesin mobil yang terdengar.

"Lo gugup ya?" tanya Dareen tiba-tiba, memecah keheningan.

Aretha menoleh, menatap matanya sekilas. "enggak, kamu?"

Dareen menggeleng kecil sambil tetap fokus mengemudi. "Tentu tidak. Ini cuma tugas kecil."

Aretha mendesah pelan, memalingkan pandangan ke luar jendela, menatap jalanan yang gelap.

---

Mereka tiba di gedung terbengkalai itu. Dari kejauhan, mereka melihat cahaya redup dari lampu yang menyala di salah satu ruangan.

"Baiklah," Dareen berbicara pelan sambil mematikan mesin mobil. "Strategi seperti biasa. Kita mengepung mereka. Gue masuk dari sisi barat, lo dari sisi timur. Kalau mereka menyerah, bagus. Kalau nggak..."

"Kita habisi mereka," potong Aretha dingin, menyelesaikan kalimatnya.

Dareen tersenyum tipis. "Ya, benar."

Mereka turun dari mobil dan bergerak menuju gedung itu. Langkah mereka senyap, menyatu dengan kegelapan malam.

---

Di dalam gedung, Aretha dan Dareen mengambil posisi. Aretha mendekat dari sisi timur, melihat kedua target mereka-Zayn Briggs dan Harris Ford-sedang berbicara sambil memegang koper berisi informasi itu.

"Bersiaplah," Dareen berbicara melalui alat komunikasi di telinga Aretha.

Aretha memberi isyarat bahwa dia siap. Dalam hitungan detik, mereka berdua menyerbu masuk.

"Lepaskan koper itu!" teriak Dareen sambil mengarahkan senjata ke arah mereka.

Zayn dan Harris tampak terkejut, tetapi dengan cepat mereka mencoba melawan.

"Kalian benar-benar bodoh," kata Zayn sambil melempar pisau kecil ke arah Dareen.

Aretha menembakkan pistolnya, tetapi Harris melompat ke samping, menghindari peluru itu. Mereka terlibat dalam baku tembak singkat, sementara Zayn mencoba menyerang Dareen dengan belati.

Aretha melihat Zayn berhasil melukai pipi Dareen dengan belatinya sebelum dia menembaknya di dada. Zayn terjatuh, terengah-engah, tetapi masih hidup.

Harris mencoba melarikan diri dengan koper, tetapi Aretha berhasil menembak kakinya. Dareen yang sudah berdarah di pipinya menghabisi Harris dengan satu tembakan ke kepala.

"Selesai," kata Dareen sambil menghela napas berat, darah masih mengalir dari pipinya.

Aretha mengambil koper itu, memastikan isinya aman, lalu mengangguk ke arah Dareen.

---

Mereka membawa jasad Zayn dan Harris ke mobil, memasukkannya ke bagasi belakang. Di dalam mobil, Aretha duduk di sebelah Dareen yang masih memegang pipinya.

"Diam," kata Aretha sambil merogoh tas medis kecil yang selalu dia bawa. Dia mulai membersihkan luka di pipi Dareen dengan kapas alkohol.

"Lo nggak perlu-"

"Diam saja," potong Aretha dingin.

Dareen menurut, membiarkan Aretha menempelkan plester kecil di lukanya. Saat Aretha mendekat untuk memasang plester, dia menyadari betapa dekat wajah mereka.

Dareen menatap Aretha, matanya penuh ketenangan.

"Sudah selesai," kata Aretha buru-buru, menjauhkan dirinya dari Dareen. Wajahnya sedikit memanas, tetapi dia segera memalingkan pandangan. "A-ayo kembali ke markas."

Dareen tersenyum kecil, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Dia menyalakan mesin mobil, dan mereka mulai perjalanan kembali ke markas.

Selama perjalanan, Aretha hanya diam, menatap lampu jalan yang berkedip di kejauhan. Dareen fokus mengemudi, sementara pikirannya dipenuhi dengan kejadian tadi.

Di tengah jalan, ponsel Dareen berdering. Dia mengangkatnya, berbicara singkat dengan seseorang.

"Kita harus membuang jasad mereka di sungai," katanya sambil menutup telepon.

Aretha hanya mengangguk. Mereka berbelok menuju sungai terdekat, lalu membuang jasad mereka ke dalam air gelap itu. Setelah selesai, mereka kembali ke markas untuk menyerahkan koper itu kepada Marcus.

---

Di lobby, Cyrus sudah menunggu mereka. Dia tersenyum lebar saat mereka datang.

"Jadi, gimana misinya?" tanyanya.

"Koper sudah diserahkan, dan dua pengkhianat itu sudah kami buang," jawab Dareen singkat.

Cyrus tertawa kecil. "Sudah kuduga, kalian memang pasangan sempurna dalam misi."

Aretha hanya mendengus, sementara Dareen tersenyum tipis. Mereka duduk bersama di sofa panjang, menceritakan detail misi mereka kepada Cyrus. Meskipun misi itu selesai dengan sukses, Aretha tidak bisa menghilangkan perasaan aneh yang muncul selama perjalanan tadi.

---

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

Hi there 👋🏻👋🏻

Gimana? seru nggak bab 8 nya?
Janlup voting ya! n follow akun ku <⁠(⁠ ̄⁠︶⁠ ̄⁠)⁠>

See you, all (⁠.⁠ ⁠❛⁠ ⁠ᴗ⁠ ⁠❛⁠.⁠)

Takdir Sang Pemburu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang