2: Kehilangan dan Kebohongan

13 7 0
                                    

⚠️Ini adalah cerita pendek! Jadi kemungkinan saya hanya akan up 10-15 bab⚠️

---

Happy Reading!

---

Aretha terbangun di tempat yang asing, sebuah ruangan kecil dan suram dengan dinding beton yang dingin. Ada seorang pria tinggi berpawakan kasar-Robert, yang berdiri di depan nya.

"Kau beruntung aku menyelamatkan mu," katanya dengan dingin. "Keluargamu sudah tiada. Kau hanya punya aku sekarang, tidak ada yang lain."

Aretha, yang masih kecil, hanya bisa menangis tanpa suara. Kenangan tentang ayah, ibu, dan rumah yang terbakar terasa samar. Dia tidak ingat banyak, hanya rasa takut yang terus menghantuinya.

---

Robert perlahan mulai membentuk Aretha menjadi seseorang yang berbeda. Dia tidak membiarkannya menjalani kehidupan normal. Sebaliknya, Aretha dipaksa untuk belajar bertahan hidup di dunia yang keras dan brutal.

"Mulai sekarang, aku akan mengajarimu cara bertahan," kata Robert suatu hari. Dia mengangkat senapan laras panjang dan menyerahkannya kepada Aretha yang masih berusia delapan tahun. "Anggap ini bagian dari tanganmu. Kau akan hidup atau mati karenanya."

Aretha memandang senapan itu dengan ragu. "Apa yang harus aku lakukan?" tanyanya, suara kecil dan gemetar.

Robert menunjuk seekor kelinci yang terikat di kejauhan

"Kelinci itu...kenapa harus dia?"

"Karena kau harus belajar. Dunia ini tidak punya belas kasihan, Aretha. Kalau kau tidak bisa membunuh, kau akan terbunuh."

"Sekarang Tembak!"

Tangan kecil Aretha gemetar saat dia mengarahkan senapan ke kelinci itu. Nafasnya berat, matanya berkaca-kaca.

"Jangan ragu," perintah Robert. "Ragumu adalah kelemahan mu."

Dengan hati-hati, Aretha menarik pelatuk. Suara letusan menggema, dan kelinci itu terkapar di tanah tak bernyawa. Air mata Aretha mengalir deras, tapi Robert hanya menatap nya dengan ekspresi datar.

"Bagus. Tapi kau lambat. Kau harus belajar lebih cepat." tuntut Robert.

---

Pelatihan itu berlanjut selama bertahun-tahun. Robert tidak hanya mengajarinya menggunakan senapan, tetapi juga pistol kecil dan belati. Dia memaksanya untuk memburu dan membunuh hewan liar, mulai dari kelinci, burung, babi hutan, hingga hewan yang lebih besar.

"Belati adalah alat paling dekat dengan jiwa pembunuh," kata Robert suatu hari, menyerahkan belati tajam kepada Aretha. "Belajarlah untuk menyelesaikan pekerjaan dengan tangan mu sendiri."

Aretha mulai belajar menusuk sasaran tiruan, lalu hewan-hewan kecil yang dilepaskan di hadapannya. Awalnya, setiap kali dia berhasil, dia merasa mual dan sakit hati, tetapi Robert tidak memberinya waktu untuk menunjukkan kelemahan.

"Jangan pernah tunjukkan emosi," katanya keras. "Emosi adalah musuhmu. Dunia ini tidak peduli pada air mata."

Perlahan Aretha tumbuh menjadi seseorang yang dingin dan terlatih. Setiap kali dia membidik, setiap kali dia memegang belati, dia ingat kata-kata Robert. Dunia tidak punya belas kasihan, dan kau harus siap untuk melawan apapun yang datang.

Namun, di lubuk hatinya yang paling dalam, Aretha masih menyimpan sisa-sisa rasa sakit dan kerinduan akan keluarga yang tak pernah dia ingat sepenuhnya. Bahkan dia lupa dengan wajah maupun suara orang tuanya.

---

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


---

Hai readers 👋🏻👋🏻

Gimana bab 2 nya?
Memuaskan? atau kurang?
Kalo kurang tulis saran n kritik di komentar :>

Janlup voting ya! n terus dukung aku <⁠(⁠ ̄⁠︶⁠ ̄⁠)⁠>

See you, all (⁠.⁠ ⁠❛⁠ ⁠ᴗ⁠ ⁠❛⁠.⁠)

Takdir Sang Pemburu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang