Semua bermula 10 tahun lalu di desa Konoha tempat dimana Naruto tumbuh besar. Saat itu usia naruto 17 tahun dan dia sudah menginjak jenjang pendidikan sekolah menengah atas. Naruto adalah anak yatim piatu, disana ia hanya tinggal bersama ayah angkatnya, Iruka.
Fugaku sedang melakukan perjalanan bisnisnya ke desa itu untuk memeriksa pembangunan jembatan penyeberangan antar desa yang dipercayakan kepada perusahaan kontraktor miliknya . Ketua desa disana adalah Iruka, ayah angkat Naruto.
Iruka dan Fugaku sudah lama mengenal. Mendiang suami Iruka adalah sahabat dekat Fugaku semasa kuliah. Fugaku sering mendengar cerita tentang Naruto, namun mereka baru sekali bertemu disaat pemakaman Kakashi. Saat itu Naruto masih berusia 7 tahun
Kesan pertama yang Fugaku dapat ketika bertemu anak itu adalah betapa bersinarnya Naruto. Bukan hanya rambutnya, namun juga kepribadiannya. Dia anak yang ceria, cerewet, aktif dan juga manja.
"Aku tidak bisa meninggalkan desa ini tapi aku khawatir dengan masa depan Naruto"
Itulah yang selalu di keluhkan Iruka. Ia diangkat sebagai kepala desa setempat dan mempunyai banyak tanggung jawab yang tak bisa ditinggalkan. Sementara itu, dalam beberapa bulan naruto akan lulus dan harus melanjutkan kuliah. Iruka ingin naruto melanjutkan sekolahnya dan menggapai impiannya seperti apa yang selalu ia diskusikan bersama Kakashi.
"Kau bisa mengirimnya ke Tokyo, dia sudah besar" ujar fugaku santai sambil menghisap rokoknya.
Iruka menggeleng cepat. Sahabatnya ini memang kelewat santai menanggapi semuanya.
"Dia terlalu lugu untuk dibiarkan sendiri. Selama ini kami tinggal di desa. Pergaulan disini tak sebebas pergaulan di kota, bagaimana jika terjadi sesuatu padanya disana?"
Fugaku melirik Iruka sejenak lalu menghembuskan asap rokoknya sembarang.
"Kau selalu khawatir berlebihan"
Iruka memasang wajah sedih.
"Tentu saja, hanya dia satu-satunya yang aku miliki sekarang"
Fugaku tahu itu tapi, tetap saja tak paham bagaimana bisa Iruka dan Kakashi menyayangi anak yang bukan darah daging mereka begitu besar, sementara itu dirinya masih belum bisa menerima sepenuhnya kehadiran istri dan anak-anaknya. Sudah bertahun-tahun mereka menikah tapi ia tak bisa memberikan hatinya pada sang istri. Keberadaan kedua anaknya tak merubah apapun. Tak ada cinta dalam kehidupan rumah tangganya, ada ada rasa tanggung jawab dan beban moral yang harus ia pikul selaku kepala keluarga.
"Kau masih belum bisa mencintainya?" tanya Iruka tepat sasaran mendengar nada datar Fugaku. Tak setahun dua tahun mereka bersahabat, Iruka cukup mengenal Fugaku dengan baik, termasuk mengenai isi hati dan kepalanya.
"Ya. Sepertinya aku tidak akan pernah bisa mencintainya"
Iruka meringis mendengarnya. Dua puluh enam tahun lamanya fugaku menikah dengan Mikoto, namun hingga detik ini Fugaku tak pernah mencintainya. Pernikahan itu adalah paksaan dari kedua orang tuanya, Fugaku tidak pernah jatuh cinta, tidak pada Mikoto, tidak pada siapapun. Bahkan setelah memiliki 2 putra ia tidak pernah merasa puas ataupun bahagia. Rasanya seperti ada yang kurang, sesuatu yang ia sendiri tak tau apa itu.
Selama ini ia hanya menjalankan perannya sebagai suami dan ayah yang baik. Ia hanya berusaha menjalankan kewajibannya. Sekalipun semuanya terasa membosankan, Fugaku tidak bisa mengabaikannya karena ia membawa nama besar keluarga uciha yang dituntut sempurna dan tanpa cela.
Ditengah keterdiaman itu, tiba-tiba saja pintu masuk terbuka dan suara lengkingan seorang remaja terdengar.
"Ayaaah ku pulaaaaaang~"
Fugaku terlonjak kaget mendengar suara nyaring Naruto yang baru saja pulang. Iruka tertawa kecil melihat reaksi Fugaku. Ia lalu berjalan menuju pintu depan untuk menyambut kedatangan putra kesayangannya.
"Sssst kau membuat tamu ayah terkejut"
"eh?" pipi Naruto memerah. Ia tidak tau sedang ada tamu di rumahnya.
Iruka menarik Naruto ke ruang tamu dan memperkenalkan Naruto kepada Fugaku.
"Cepat beri salam, ini teman ayah dan juga ayah Kakashi, Paman Fugaku namanya"
Naruto menggaruk lehernya yang tak gatal lalu tersenyum lebar. Senyum secerlcah matahari yang selalu ia berikan pada semua orang. Senyum lebar yang membuat pipinya terkembang dan matanya menyipit lucu.
"Maaf sudah membuat keributan, aku Naruto, paman. Senang bertemu dengan anda"
Deg
Detik itu juga Fugaku merasakan sesuatu yang tak biasa di dalam dirinya. Fugaku pernah bertemu anak itu dulu tapi rasanya tak begini. Mata birunya begitu mengikat. Senyuman lebarnya perlahanmenghangatkan hati beku Fugaku . Dan lagi lantunan suaranya terdengar begitu merdu ditelinga Fugaku.
"Umm paman?" panggil Naruto ketika melihat Fugaku tak kunjung membalas sapaannya.
"uh? Yaaa. Senang bertemu denganmu, Naruto" balas Fugaku sambil menepuk kepala Naruto.
Begitu tangannya menyentuh surai emas Naruto, dadanya berdesir hangat. Apa ini? Pikir Fugaku. Kenapa tiba-tiba ia merasakan hal seperti ini pada anak yang baru ditemuinya setelah sekian lama.
"Naruto, pergi ke kamarmu. Sebentar lagi waktunya makan malam, kita akan makan malam bersama paman Fugaku"
"Ramen ya, ayah?"
"Ramen lagi?? Memangnya tidak bosan? Sudah 3 hari kita makan malam dengan ramen"
Naruto menggeleng lucu lalu bergelayut manja pada Iruka. Bibirnya mengerucut lucu. Ia lalu menggisokkan kepalanya kebahu Iruka persis seperti seekor kucing yang sedang merayu.
"Ayolah ayah sudah janji. Kalau nilai ulanganku bagus selama seminggu aku bebas makan ramen"
Iruka menghela nafas. Tak menyangka janji yang ia buat menjadi bumerang untuknya sendiri.
"baiklah-baiklah, sana pergi mandi"
"Yaaaay~ aku sayang ayah~"
Fugaku tanpa sadar ikut tersenyum melihat tingkah Naruto yang mengemaskan. Berbeda sekali dengan putranya yang selalu serius dan tak banyak bicara, Naruto terlihat lucu dengan tingkah manjanya pada Iruka. Lihat saja, anak itu berjalan menuju kamarnya sambil berjingkrak kesenangan hanya karena ramen.
"Seoertinya dia anak yang sangat lucu dan menggemaskan, tak heran jika kau dan Kakashi sangat menyayanginya" ujar Fugakudengan senyuman yang jarang sekali ia perlihatkan pada siapapun.
"Ck, lihat saja nanti. Setelah seminggu tinggal disini kau akan merubah penilaianmu itu"
Fugaku menggedikkan bahunya tak acuh. Entah mengapa walau hanya sesaat ia merasakan kenyamanan ketika berinteraksi dengan anak itu. Mungkin karena sifat Naruto yang ramah dan lucu.
Ya, mungkin saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milikku
FanfictionIni cerita punya @boojaebaby hayati pub disini atas permintaan dia karena dia berhenti nulis