8

86 19 1
                                    

Wajah Naruto pucat pasi mendapati keadaannya saat ini. Tubuhnya telanjang bulat sementara itu pakaiannya berserakan dimana-mana. Sekelebat bayangan kejadian semalam bermunculan di kepalanya.

"Itu..... Bukan mimpi?"

Naruto kira semua hal yang terjadi antara dirinya dan Fugaku hanya mimpi. Tapi begitu ia mencoba bangkit dari tempat tidur rasa sakit di bagian bawahnya membuat Naruto sadar bahwa kejadian tadi malam benar-benar terjadi.

Ceklek

"Kau sudah bangun?"

Fugaku memasuki kamar Naruto dengan membawa nampan berisi sarapan. Sengaja ia keluar lebih dulu untuk menyiapkan sarapan dan untuk mengantisipasi  Naruto yang histeris jika melihatnya dalam keadaan sama-sama telanjang.

Sekarang saatnya mereka bicara serius.

Naruto yang melihat Fugaku panik bukan main. Ia tidak bisa berlari menghindari Fugaku sebab bagian bawah tubuhnya terasa sangat sakit. Lagi pula, bagaimana mungkin ia bisa pergi dengan tubuh telanjang? Itu memalukan. Akhirnya jalan satu-satunya yang terpikir oleh Naruto adalah bersembunyi di bawah selimut.

"Keluarlah, Kita harus bicara"

Tubuh Naruto menegang mendengar suara Fugaku yang kini sudah duduk tepat di sampingnya. Tidak, untuk saat ini Naruto belum mau bertatap muka dengan Fugaku, rasanya terlalu canggung.

Naruto tak habis pikir, seberapa mabuk dirinya sampai ia dengan suka rela disetubuhi oleh Fugaku. Dan lagi, kenapa Fugaku melakukan hal itu padanya? Apa mungkin karena terbawa suasana? Tapi Fugaku tidak mabuk. Dan tadi malam pria dewasa menjurus matang itu juga berkata bahwa ia mencintai Naruto. Bagaimana ini? Apa yang harus Naruto lakukan?

Melihat Naruto yang tidak punya niatan untuk keluar dari persembunyiannya tidak membuat Fugaku kelimpungan. Ingat, ia sudah memiliki dua anak. Dan ia tahu bagaimana cara menghadapi remaja tanggung yang sedang dilanda emosi.

"Tadi malam itu, bukan kesalahan. Aku memang mencintaimu, Naruto"

Naruto tetap tak bergeming. Ia menggigit bibirnya keras dan menolak bersuara.

"Kau tahu Naruto, selama 43 tahun aku hidup sekalipun aku tak pernah menjalaninya sebagai diriku sendiri. Sejak aku masih kecil aku sudah dilimpahi banyak tanggung jawab karena nama keluarga besarku. Semuanya sudah diatur sesuai keinginan orang tuaku"

Naruto masih tidak merespon. Tapi kali ini ia mendengarkan cerita Fugaku dengan seksama.

"Makanan kesukaan, Cara berpakaian, hobi, jurusan kuliah bahkan calon istri, semuanya diatur oleh keluargaku. Dan aku tidak pernah bisa menolak, karena hanya aku satu-satunya pewaris mereka dan aku harus melakukan semuanya tanpa cela"

Mungkin dari sanalah semuanya bermula. Fugaku yang tak pernah menjadi dirinya sendiri selalu dituntut ini dan itu sesuai harapan keluarganya. Pernah ia mencoba memberontak, tapi hanya sesaat. Sebab, apapun yang ia lakukan pada akhirnya percuma.

Karena semua tuntutan itulah perlahan Fugaku mati rasa. Ia memandang semua hal di dunia ini berdasarkan materi dan kepentingan. Salah satunya ialah menikah  bukan karena cinta tapi untuk meneruskan garis keturunan keluarga sekaligus memperkuat kerajaan bisnisnya. Walau begitu, ia tak pernah mengkhianati istrinya. Fugaku  mungkin tak mencintai Mikoto, tapi ia juga menghormatinya sebagai partner sekaligus ibu dari kedua anaknya.

Sampai ia bertemu dengan Naruto, orang yang kini ia anggap sebagai belahan jiwanya.

"Aku tidak pernah menjadi diriku sendiri. Tapi ketika bersama denganmu rasanya aku bisa mengekspresikan diriku dengan baik. Aku begitu bahagia bersamamu walau hanya makan bersama. Hal sekecil apapun itu, jika itu denganmu aku bahagia menjalaninya"

Pertahanan diri Naruto mulai goyah mendengar cerita Fugaku. Ia tak bisa membenci sahabat dari ayahnya itu setelah mendengar cerita hidupnya.

"Tapi ini salah" ucap Naruto, masih diposisi bersembunyi di dalam selimut.

"Apanya yang salah?"

"Paman sudah punya anak dan istri. Aku tidak mau menjadi perusak rumah tangga orang"

"Tapi aku mencintaimu, perasaanku padamu tak sama dengan perasaanku pada istriku"

"Tetap saja semua ini salah, paman!" bentak Naruto sambil keluar dari tempat persembunyiannya.

Matanya biru itu menatap garang sosok Fugaku yang duduk tepat disampingnya. Mana bisa begitu? Fugaku sudah menikah, sudah punya anak, tak sepantasnya berbuat seperti ini pada dirinya. Naruto tak terima kesuciannya harus direnggut oleh sahabat dari ayahnya sendiri.

"Aku mencintaimu Naruto, tak ada alasan lain mengapa aku melakukan ini, aku menginginkan mu"

Tidak! Naruto tidak mau menjadi penyebab keretakan hubungan orang lain. Ia datang ke Tokyo untuk menimba ilmu, untuk membuat Iruka bangga, bukan meniduri suami orang lain dan menjadi perebut suami orang.

"Tidak, paman. Tidak! Aku tidak mau! Kita tidak boleh begini. Ini gila!"

"Aku memang sudah gila, aku tergila-gila padamu, Naruto!"

Sekali lagi, Fugaku menerjang tubuh telanjang Naruto. Penolakan Naruto membuat hatinya sakit. Pertama kalinya dalam hidup Fugaku ja di tolak dan rasanya sungguh tidak enak.

"ahhh....jang-jangan lagiiih" terang Naruto frustasi. Ia tak mau melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Namun Fugaku seakan tuli dan mengabaikan penolakan Naruto.

"Hiks....jangan begini paman, aku tidak mau hiks"

Tangisan Naruto membuat pergerakan Fugaku terhenti. Pria dewasa itu lalu menatap kekasih hatinya dengan tatapan sendu.

"Jangan tolak aku, Naruto. Aku mencintaimu, sungguh"

Naruto tercengang. Baru pertama ia melihat Fugaku seperti ini. Terlihat menyedihkan, hilang arah dan putus asa. Dan semua itu karena dirinya.

"Paman—

"Aku mencintaimu, aku mencintaimu"

Naruto lagi-lagi tak berkutik mendengar pernyataan cinta Fugaku. Semua ini salah, tapi ia begitu iba melihat keadaan Fugaku yang menyedihkan. Naruto merasa, jika ia menolak Fugaku maka Fugaku akan melakukan hal gila seperti menyakiti dirinya sendiri.

"Aku mencintaimu Naruto, jadilah milikku, aku mohon"

Lama sekali Naruto terdiam. Diperhatikannya wajah lelah Fugaku dan sorot mata putus asanya. Tatapan mata itu persis seperti tatapan Iruka ketika kakashi meninggal. Naruto tak akan pernah bisa menolak Fugaku dalam keadaan seperti ini.

"Nar—

"Baiklah"

"Ap—apa?"

"Aku bilang baiklah, paman. Tapi tolong rahasiakan ini dari ayah"

"Terimakasih! Terima kasih, sayang"

Berhasil! Batin Fugaku penuh kemenangan.

Sudah ia duga, Naruto tak akan mampu menolaknya jika ia terlihat tak berdaya. Anak itu memiliki empati yang besar, tak pernah bisa melihat orang lain kesusahan dan Fugaku memanfaatkan kelemahan Naruto dengan baik.

"Terima kasih, sayang. Aku janji akan membuatmu bahagia"

Kali ini Fugaku bersungguh-sungguh, ia akan membuat Naruto bahagia. Tidak, lebih dari itu, ia akan membuat Naruto bergantung pada keberadaannya, ia akan membuat Naruto tak bisa berpaling darinya, dengan begitu Naruto tak akan pernah meninggalkannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MilikkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang