11

2.3K 42 1
                                    

Pertama kali saya bertemu Baek Sa-eon adalah saat pertama kali masuk ke rumah Ketua Hong.

'Anak perempuan yang dibawa oleh wanita yang berasal dari penyanyi klub.'

Sejak hari pertama, saya mendengar gosip seperti itu. Ibuku, yang hanya akan melempar kosmetik murahan di depan ayahku, akan berlari tanpa alas kaki begitu melihat Ketua Hong, menyapanya dengan senyuman di wajahnya.

Kakak perempuan yang cantik tapi dingin itu hanya mengabaikanku dan berlalu begitu saja.

Ibu lebih suka mengurus asbak Ketua Hong daripada makanan saya.

Heejoo yang masih kecil berkeliaran di sekitar lingkungan tanpa ada yang bisa dilakukan karena saya merindukan ayah saya.

'Ini sangat besar ......'

Pagar-pagar di lingkungan yang kaya ini sangat tinggi. Pagar-pagar tinggi mengelilingi rumah-rumah besar.

Berkeliaran di gang-gang seperti itu terasa seperti terjebak dalam labirin.

Sebagai seorang gadis kecil, saya sering secara naluriah menggali ke tempat-tempat yang sempit dan gelap karena saya merindukan ayah saya.

Hari itu tidak lebih dari hari biasa.

"......!"

Namun, sudah ada seorang pria yang berdiri membeku di sana.

Sosok tinggi yang tidak terlihat seperti anak berusia sembilan tahun atau orang dewasa, sesuatu di antaranya.

Kakak laki-laki yang mengenakan seragam sekolah itu terlihat pucat seperti hantu.

Bahunya menjorok keluar, begitu kurus hingga tidak ada satu ons pun daging yang terlihat. Kemeja putih lengan pendeknya berkibar tertiup angin

berkibar-kibar, tubuh bagian atasnya yang kurus terlihat.

Kulitnya yang pucat terlihat seperti kekurangan gizi, tetapi yang paling menonjol adalah batang hidungnya yang tinggi.

Matanya yang gugup setajam pisau pahat, dan seluruh tubuhnya memancarkan aura yang sangat kritis dan sensitif.

Saya melihat remaja ini dari dekat dan mendapati dia begitu baru, sehingga saya tidak bisa mengalihkan pandangan saya darinya.

Hanya ada orang yang lebih tua di klub itu.

Meskipun wajahnya masih terlihat muda, namun wajahnya yang putih dan tanpa cela itu sungguh mengagumkan.

"Wow. ......"

Kepala anak laki-laki itu tertunduk hingga terasa sakit.

Pada saat itulah kedua mata mereka bertemu.

"......!"

Remaja yang sedingin es itu tiba-tiba meneteskan air mata.

Momen itu tampaknya berlangsung selama hari sekolah.

Segera setelah remaja itu mengenali orang lain sebagai seorang anak kecil, ia segera berpegangan pada dinding dan menundukkan kepalanya. Rasa nyaman yang aneh muncul dengan keluar dengan desahan.

"Jadi, ...... itu yang membuatmu tidak nyaman?"

"......."

Remaja itu menatap tajam pada anak itu dengan mata merah. Mata merah itu mengintimidasi.

'Ya Tuhan ......'

Heeju hendak mundur ketika tiba-tiba sebuah tangan mengulurkan tangan.

"......!"

Tangan besar itu menekan dahinya dengan kuat, seakan-akan ingin meraih kepala anak itu. Jari-jari tangan yang ramping itu

jari-jari tangan itu menekan pelipisnya, dan telapak tangannya mengaburkan penglihatannya.

When The Phone Rings/ The Call You Just Made IsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang