Chapter 14 | Have You Realized Your Dream About?

6 4 0
                                    

Suara dari cincin yang terus diketuk di atas meja oleh sang atasan buat Brenda tak berani angkat kepalanya bahkan untuk satu derajat saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara dari cincin yang terus diketuk di atas meja oleh sang atasan buat Brenda tak berani angkat kepalanya bahkan untuk satu derajat saja. Konsekuensi yang datang tiba-tiba ketika ia sama sekali belum menyentuh pekerjaannya hari ini.

"Di mana temanmu?"

"A-aku akan menghubunginya nanti ...."

"Surat peringatan pertama bagi kalian." Seraya serahkan dua surat tersegel rapat kepadanya.

"Pak—"

Pria itu menggeleng. Tak ada keringanan yang diberikan. Ia tatap mata Brenda beri isyarat untuk segera keluar dari ruangannya. Buat wanita itu pasrah dan mengangguk.

Salahnya, lagi-lagi salahnya. Atau hanya dia ketimpa waktu sial. Mungkin tidak, ia bisa saja lupa perusahaannya begitu ketat. Brenda pusing, sudah dua hari Jane belum pulang. Bahkan rumahnya masih terkunci rapat. Ke mana lagi ia harus mencari.

Ia keluarkan ponselnya untuk yang kesekian kali. Jatuhkan panggilan untuk Jane. Entah sudah berapa kali dilakukannya meski berakhir nihil tanpa balasan.

'Ini Jeanne Brown, silakan tinggalkan pesan.'

"Segeralah pulang dan kabari aku. Kita dapat surat peringatan."

Mungkin Brenda perlu memastikannya lagi. Ia kemudian keluar menuju basement untuk mengambil mobilnya. Lagi-lagi tujuannya adalah rumah Jane untuk yang kelima kalinya.

Matanya memicing, pelankan kemudinya ketika sampai di halaman rumah teman wanitanya. Buru-buru lepaskan sabuk pengaman kemudian keluar dari mobilnya.

"Hei, kau menguntit, ya?" Dari belakang ia menggertak. Tangannya menunjuk ke arah Evan yang berdiri setia di teras rumah Jane.

Pria itu berbalik. "Aku mencari Jane."

Brenda pejamkan matanya, mampus. Ia putar balik badannya belakangi Evan kemudian melangkah pergi dari sana. Brenda pikir pria itu tahu. Alih-alih lega malah dibuat semakin bersalah.

"Where is she?" Tangan Evan cekatan cengkram lengan wanita itu. Menahannya untuk tetap di sana supaya tidak kabur. Meski bukan niatan Brenda untuk melarikan diri. Dan karena Evan tahu, Brenda menyembunyikan sesuatu darinya.

Ia berusaha lepaskan cengkramannya. Meski semakin besar usahanya, Evan semakin menahannya.

"SAKIT, BODOH!"

Evan tetap diam tak menanggapi. Sorot matanya menajam. Desak wanita itu untuk memberitahu yang sebenarnya terjadi.

"Aku juga mencarinya ...." Nada bicaranya memelan. Berniat agar Evan melepaskannya.

"What's happening?"

"Masuk ke mobil, biar aku jelaskan."

Evan boleh saja curiga dan tak percaya. Tapi ini bukan saat yang tepat untuk berburuk sangka pada salah satu makhluk Tuhan.

The Fallen [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang