Chapter 1

11.2K 330 1
                                    

Mungkin kalian belum pernah merasakan bagaimana menjadi anak kembar, tapi percayalah padaku kalian tidak ingin mencobanya karena mempunyai kembaran sangatlah menyebalkan.

Aku menutup MacBook kesayanganku setelah selesai berjelajah di sebuah social media milik pribadi, tempat yang sangat menyenangkan untuk mencurahkan segala perasaan yang sedang kulalui. Suara ketukan terdengar dari luar kamarku yang memaksaku harus mengakhiri kegiatan tenang hari ini, dengan terpaksa aku beranjak dari kasurku dan membuka kunci kamar. Sesosok orang yang sedang tidak ingin aku temui menyelonong masuk dan menghempaskan badannya dikasurku dengan sembarangan, melihat hal itu rasanya aku ingin langsung membunuhnya ditempat kalau saja aku tidak mengingat statusnya adalah kembaranku, mungkin aku sudah benar2 melakukannya.

"Ngapain sih tidur di kasur gue? Lo kan punya kamar sendiri."

"Males ah, enakan kamar lo wangi."

"Makanya jangan jorok kenapa sih, udah elah sana keluar, males gue liat lo terus tiap hari."

"Pelit amat dah lu sama kakak sendiri, beresin dong kamar gue."

"Ga pantes lo jadi kakak, beda semenit aja bangga. Ogah beresin sono sendiri." Setelah mengatakan ini aku berusaha sekuat tenaga menariknya dari kasurku dan mendorongnya keluar kamar, dengan usaha yang ekstra akhirnya aku berhasil mengeluarkannya. Aku pun bersandar di balik pintu untuk mengumpulkan tenagaku.

"Dasar cewe, pasti lagi pms deh." Teriak sebuah suara dari luar kamarku yang bisa dipastikan adalah makhluk menyebalkan itu.

"Soktau lo." Dengan segera aku mengunci pintu kamar dan menghempaskan diri diatas kasur, mencoba untuk tenggelam bersama mimpi2 indah.

*

Suara yang sangat ribut memaksaku tersadar dari alam mimpi, itu adalah suara Nathan yang menggedor pintu kamarku dan memanggil namaku terus menerus. Dengan setengah hati aku pun membuka pintu dengan posisi kepala yang hanya keluar dari pintu kamar.

"Mau apa lagi sih?" Kataku dengan jengkel.

"Heh liat tuh sekarang jam berapa, udah pagi tau, sekolah oon."

Mataku seratus persen sekarang terbuka lebar mendengar perkataannya, Nathan tertawa melihatku dan langsung kembali ke kamarnya yang berada tepat di sebrang kamarku.

"Mandi cepet, mandi lo kan kayak nunggu kura2 jalan. Lama." Setelah mengejekku dia menutup pintu kamarnya yang membuatku mendengus dengan kesal.

30 menit sudah kuhabiskan untuk melakukan sebuah ritual di kamar mandi yaitu mandi, aku keluar dengan tubuh hanya di balut oleh handuk ungu kesukaanku. Aku melihat sosok orang paling menyebalkan itu sedang duduk diatas kasurku.

"KAK NATHAN!!! Keluar ga dari kamar gue, gue mau ganti baju!" Aku teriak karena mengingat pakaianku yang sekarang tidak pantas untuk dilihat, bahkan oleh kembaranku sendiri.

"Santai aja kenapa, dulu juga kita sering mandi bareng." Sahutnya santai tanpa bergeming sedikitpun.

"Keluar sekarang, kalo ga gue teriak bodo."

"Iyaiya bawel, cepetan makanya."

Dia beranjak dari tempatnya dan menutup pintu kamarku, dengan segera aku masuk ke dalam ruang ganti pakaian.

Aku turun ke ruang makan lengkap dengan seragam dan perlengkapan sekolahku, di sana sudah ada Nathan yang sedang asik mengunyah sarapannya. Tanganku menarik bangku di sebrangnya, tak lama kemudian Bi Nisum datang dan membawakanku nasi goreng serta segelas susu.

"Bi aku makan roti aja deh, nasi gorengnya buat bibi aja ya." Kataku lembut kepada pengasuh setia keluargaku dari aku kecil.

"Tapi, non kan harus makan nasi."

"Aku gapapa bi, nanti makan nasinya disekolah aja."

Baru saja Bi Nisum pergi melangkah membawa nasi goreng yang tadinya untukku, tapi langkahnya dihentikan oleh sebuah suara.

"Bi, kasih nasinya ke Kinthan. Bibi buat aja yang baru." Perintah Nathan yang dengan sigap dipatuhi oleh Bi Nisum.

"Apasih lo, gue ga-"

"Nurut deh, bunda udah nitipin lo ke gue. Kita jauh dari bunda sama ayah, jangan buat mereka repot mikirin lo doang. Kan lo yang minta buat pindah lagi kesini karena ga betah di Jerman, jadi gausah ngebantah!" Omelnya panjang lebar yang sukses membuatku membungkam mulut, dengan setengah terpaksa akupun menuruti kata2nya dan mulai memasukkan nasi ke dalam mulutku.

Nathan beranjak dari bangkunya dan menuju ke lantai atas, aku masih mencoba menghabiskan makanan didepanku yang menurutku belum berkurang banyak dari pertama kali aku memakannya. Perasaan mual menjalari tubuhku, aku pun menyudahi sarapanku dan segera pergi dari ruang makan.

"Kak Nathan, ayo nanti kita telat." Teriakku yang coba memanggilnya.

"Tunggu bentar Kin."

Aku mematut diriku di depan kaca dan mulai membenarkan letak kacamata serta rambutku yang kubiarkan tergerai dengan bebas, mendengar suara langkah kaki dari tangga aku menyudahi kegiatanku dan menyusul Nathan yang kini sudah menuju ke halaman depan rumah.

Kami berdua sudah berada di dalam mobil menuju sekolah yang dikemudikan oleh supir keluarga kami, Pak Amat. Nathan dan aku belum boleh membawa mobil sendiri, karena di Indonesia umur kami belum cukup untuk mendapatkan SIM. Suasana di dalam mobil cukup sepi, hanya terdengar suara radio yang memenuhi pendengaranku. Nathan sedang sibuk dengan blackberrynya, sedangkan aku sedang sibuk dengan iPhoneku. Tidak ada yang mencoba memulai berkomunikasi diantara kami, hanya ada kesibukan masing2.

Mobil sudah berhenti di sebuah parkiran di depan gedung megah yang bertuliskan 'Sevilla High School' kami berdua turun dan mulai melangkah ke dalam gedung tersebut, mencari ruangan kepala sekolah berada. Dengan sedikit bantuan, kami sudah berada di depan ruangan kepala sekolah. Nathan mengetuk pintu didepan dan setelah mendengar instruksi untuk masuk dari dalam kami pun membuka pintu dan memasuk ruangan tersebut.

Hanya sekitar 10 menit diruang kepala sekolah, kini aku sudah berjalan ke arah kelasku didampingi oleh seorang guru. Tadinya Nathan menolak keputusan kepala sekolah tentang kelasnya yang tidak sama denganku, untung saja beliau tetap berada pada keputusannya yang awal dan mengacuhkan keinginan Nathan. Kalau sampe aku dan dia satu kelas, bisa buruk masa2 SMA yang akan kulalui. Seorang guru keluar dari dalam kelas, dia berbincang2 sebentar dengan guru yang mengantarku kesini. Kemudian dia memintaku untuk memasuki kelas, aku melangkah dengan ragu mengikutinya. Kini kami sudah berada di depan kelas, semua mata memandang penasaran ke arahku, tidak semua sih ada juga yang melihatku dengan pandangan biasa aja, yang meremehkan juga ada.

"Baiklah anak2, kita kedatangan murid pindahan dari jauh. Silahkan perkenalkan diri." Kata guru itu yang kulihat dari tanda pengenalnya bernama Mr. Ron.

"Hai, perkenalkan namaku Kinthan Alexandra Richard. Aku pindahan dari Jerman, tapi aku sudah pernah tinggal di Indonesia. Mohon bantuannya." Aku membungkukkan setengah badanku, terbiasa dengan perkenalan formal jika berada di Jerman.

Setelah itu Mr. Ron memintaku untuk duduk di satu2nya kursi kosong yang berada di kelas, letaknya berada di barisan ke tiga dekat jendela.

Terdengar suara bisikan dari belakangku ketika aku sedang memerhatikan penjelasan Mr. Ron didepan.

"Sut, bales ya suratnya." Kata suara dibelakangku, awalnya aku mau bertanya surat apa tapi sedetik kemudian terdapat kertas yang dilemparkan ke mejaku.

'Lo itu asli orang Jerman apa gimana? Oh ya panggil aja gue Radit' terlihat tulisan tangan dikertas ini ketika aku membukanya, aku meraih pensilku dan menulis balasan dari surat tersebut.

'Gue blasteran, ayah Jerman kalo bunda Indonesia. Dari kecil gue tinggal di Jerman, tapi pas kelas 3 SD gue pindah kesini sampe 2 SMP terus balik lg deh ke Jerman. Udah ya nanyanya nanti aja pas istirahat, gue mau merhatiin pelajaran dulu.'

Aku melempar kertas tadi kebelakang mejaku, tak ada respon dari belakang mejaku yang kupikir pasti dia mengeri keinginanku. Tanpa kuketahui cowok dibelakangku menampakkan sebuah senyum lebar di bibirnya.

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang