Chapter 5

3.3K 187 0
                                    

Genap sebulan setelah kepindahanku ke Indonesia, banyak kejadian yang tidak terduga terjadi. Besok adalah tanggal 14 Februari yang selalu orang2 katakan adalah hari kasih sayang, aku memutuskan untuk membuat kue dan coklat yang akan kuberikan kepada kembaranku sendiri- Nathan. Untungnya hari ini dia ada ekskul futsal, jadi kemungkinan dia akan pulang malam hari. Bi Nisum membantuku membawakan barang2 yang baru kubeli di supermarket.

"Non kalo butuh apa2 panggil Bibi aja ya, jangan maksain."

"Haha Bibi kan tau aku suka masak, udah tenang aja."

Bi Nisum tersenyum mendengar jawabanku kemudian dia melenggang pergi meninggalkan dapur. Aku mulai membuat cokelat dan beberapa cupcakes, entah kenapa aku terpikir untuk membuatkan Andrew dan Radit. Tapi mengingat hubunganku dengan Radit yang tidak cukup baik belakangan ini, aku hanya membuat untuk Nathan dan Andrew, oh iya aku juga membuatkan untuk Casey, Bi Nisum dan Pak Amat. Valentine itu kan bukan hanya kasih sayang kepada lawan jenis, jadi aku akan memberikan kepada orang2 yang aku sayangi.

*

Keesokan harinya aku sengaja bangun pagi sekali dan membuat sarapan untuk Nathan, Bi Nisum juga membantuku di dapur. Terdengar suara langkah kaki berlari kecil menuruni tangga dan mengarah ke dapur.

"BIBI! Kinthan dimana ya? Kok dikamar gaada, dikamar mandinya juga gaada, di ruang ganti ga-" Kata2nya terhenti ketika melihatku sedang tersenyum di sebelah Bi Nisum.

"Pagi Kak, pagi2 udah bikin heboh satu rumah aja sih haha."

"Yaampun Kin, kamu ngapain disini? Dikirain kemana."

"Aku lagi bikin sarapan nih, udah gih sana aja tunggu di ruang makan." Nathan menuruti kata2ku dan berjalan menuju meja makan, aku senang hubunganku dengan dia bisa seperti dulu waktu kami masih kecil. Walaupun memang Nathan selalu memerhatikanku berlebihan tapi aku tidak terlalu memusingkannya sekarang. Aku membawakan sarapan ke meja, Bi Nisum dibelakangku membawa 2 gelas susu untukku dan Nathan.

"Enak Kin, kayak masakan bunda." Nathan berbicara dengan mulut masih mengunyah makanannya.

"Telen dulu kenapa sih Kak, keselek aja nanti,"

Piring didepan Nathan sudah bersih, sedangkan seperti biasa makananku tidak pernah habis. Dia melangkah menuju kamarnya untuk mengambil tas sekolah, aku pergi menuju dapur mengambil beberapa cupcakes dan cokelat yang sudah kusiapkan. Punya Bi Nisum dan Pak Amat sudah kuberikan tadi, aku memasukkan sisanya ke dalam tas dan memegang yang akan kuberikan kepada Nathan. Aku berlari keruang keluarga menuju sebuah kaca besar disana, kurapihkan rambutku yang hari ini kukuncir kuda.

"Kin ayo berangkat." Nathan berada dibelakangku, dia ikut2an merapihkan dirinya di depan kaca.

"Ini buat Kak Nathan, überlebt Valentinstag." Aku memberikan cokelat dan cupcakes buatanku kemudian aku memeluknya dan mencium pipi kanannya.

(Selamat hari Valentine)

"Danke mein Zwilling, du bist zu süß." Dia mengacak rambutku dan membalas mencium pipiku yang mendapat protes pelan dariku.

(Terimakasih kembaranku, kau manis sekali)

Casey menghambur ke pelukanku ketika kuberikan coklat dan cupcakes kepadanya, mukanya terlihat senang sekali mendapat pemberian itu.

"Terimakasih sahabatku yang paling cantik, maaf aku tidak memberimu apa2."

"Haha tenang aja Cas."

"Oh iya, Tan mau membantuku?" Katanya ragu.

"Tentu, bantuan apa Cas?"

"Hmm..gajadi deh Tan, gapapa kok."

"Aku tau, kamu mau ngasih Nathan coklat? Baik, sini nanti aku berikan kepadanya." Tebakanku membuat Casey terbelalak kaget.

"Kok- kok kamu tau sih?"

"Keliatan kalii haha, tenang aku ga ngasih tau siapa2 kok termasuk Nathan." Semburat merah muncul di pipi Casey, dia hanya tersenyum malu kearahku.

Istirahat kali ini akan kuhabiskan diatap sekolah untuk menemani Andrew, kami cukup dekat sekarang. Dia juga sangat lucu dan selalu membuatku tertawa, setiap aku sedih pasti dia bisa membuatku melupakan kesedihanku. Lagu A Thousand Years berbunyi dari iPhoneku, terdapat panggilan masuk yang terpampang jelas dilayar, melihat nama yang terdapat dilayar membuatku tersenyum simpul dan dengan segera aku mengangkatnya.

"Kamu dimana Tan?" Terdengar suara dari sebrang sana.

"Dikelas nih, kenapa?"

"Gapapa, aku kesana ya. Tunggu aja." Telfon terputus sebelum aku menjawabnya, kumasukkan iPhone ke dalam kantong seragam dan aku memutuskan untuk duduk kembali di bangkuku menunggu orang itu.

Gelap. Seperti ada orang yang dengan sengaja menutup kedua mataku sehingga pemandangan yang bisa kulihat hanya hitam, aku berusaha melepaskan tangan itu tapi tangan itu terlalu kuat.

"Siapa sih ini? Lepasin dong." Bukannya melepaskan tangannya malahan terdengar suara tawa keras, aku sangat mengenal tawa ini.

"Andrew? Galucu ih bercandanya, udah ah lepasin dong."

Dia melepaskan tangannya dan menarik bangku ke sebelahku "Kan yang lucu cuma kamu Tan haha." Katanya yang telah membuat pipiku sepanas kepiting rebus.

"Tumben tadi nelfon cuman buat bilang mau kesini, kenapa sih emang?"

"Gapapa, kali2 aja aku yang kesini."

"Eh iya ada sesuatu nih buat kamu Drew." Aku merogoh tasku untuk meraih coklat dan cupcakes, kemudian aku memberikan kepadanya.

"Apaan ini Tan?"

"Ini coklat sama kue buat kamu."

"Emang ada apaan kamu ngasih ini ke aku?"

"Yaudah deh kalo gamau sini balikin aja." Aku mengambil pemberianku yang kemudian direbut lagi oleh Andrew.

"Aku tau kok ini buat hari Valentine kan? Jadi ceritanya sayang nih sama aku? hahaha."

"Yee apaansih Drew, aku kan ga ngasih kamu aja. Gausah pede deh woo."

"Iyaiya, gracias mi princesa."

(Terimakasih tuan putriku)

"Ngomong apa sih kamu? Bahasa spanyol ya? Apa ga artinya?"

Andrew tidak menjawab, dia hanya mengacak2 rambutku yang kini pasti terlihat berantakan. Kami berdua tertawa bersama yang memenuhi ruangan kelasku, untung saja di kelas hanya ada kami berdua. Tanpa kuketahui terdapat kedua pasang mata yang menatap kami dari depan kelas, tangannya mencengkeram bajunya dan kemudian dia melenggang pergi meninggalkan ruangan kelas dengan perasaan yang terluka.

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang