Chapter 11

2.5K 144 1
                                    

Aku memutuskan untuk tetap berada dikamarku dengan selimut yang sudah menutupi seluruh tubuh, seharusnya sekarang Nathan sudah pulang dari sekolah tapi kenapa belum datang juga. Jika tamu itu benar-benar dia maka pasti Nathan sudah siap mengeluarkan cakarannya, tapi mana mungkin dia berada di Indonesia seharusnya kan ada di Jerman. Tapi kenapa bunda menyebut tentang pacar?

Suara ketukan pintu terdengar dari depan kamarku, oh gosh semoga bukan dia.

"Bunda?" Aku berteriak tetapi suara ketukan itu tidak berhenti.

"Ayah?" Aku terus berteriak berharap kalau itu adalah salah satu anggota keluargaku. Tetapi pintu tetap diketuk yang membuatku geram sekaligus takut.

"SIAPA?"

"Ihr Zwilling." Suara Nathan terdengar yang membuatku sangat amat lega, kusingkirkan selimut yang menutupi tubuhku dan berlari kearah pintu untuk membukanya. Aku langsung memeluk Nathan ketika melihat tubuhnya dihadapankuku.

(kembaranmu)

"Aku takut Nat."

"Takut kenapa? Bunda maksa balik ke Jerman?" Nathan memandangku dengan cemas.

"Bukan itu, tadi bunda bilang ada tamu buat aku pas aku tanya siapa katanya pacarku. Jangan-jangan dia kak?" Nathan tertawa mendengar perkataanku, tawanya sangat kencang sampai merusak keindahan suasana tadi. Aku mencubit pinggangnya keras yang membuat dia bergidik ngeri dan menyudahi tawanya.

"Iya emang ada pacar kamu, nih dibelakang kakak orangnya." Aku mengalihkan pandanganku kebelakang Nathan, aku bernafas lega ketika melihat siapa orang yang dimaksud bunda dan Nathan.

"Dia bukan pacarku." Aku menarik lengan Andrew kekamarku dan menutup pintunya dengan keras, membiarkan Nathan tertawa kencang mengejekku.

- - - - - - - -

Aku masuk kekamarku setelah lelah menertawakan kejadian Kinthan tadi, kuregangkan persendianku dan berbaring diatas kasur.

Akhir-akhir ini Andrew memang selalu main kerumah ini untuk sekedar bertemu atau membawakan Kinthan sesuatu, apalagi kalau Andrew bukan pacar Kinthan? Walaupun biasanya Kinthan cerita jika memiliki pacar baru tapi untuk kali ini aku mengerti kenapa dia tidak menceritakannya jika benar-benar dia memiliki hubungan khusus dengan Andrew. Bukan berarti aku setuju Kinthan dengan Andrew, tapi untuk kali ini biarlah agar Kinthan dapat melupakan bajingan itu.

Pintu kamarku terbuka dan muncul Radit yang langsung menyalakan komputer dan bermain game, itu memang kebiasaan dia kalau berkunjung kesini.

"Woy Dit."

"Hmm?"

"Gue kan nyuruh lo kesini bukan buat main."

"Nanti aja ngomonginnya, skor gue ketinggalan jauh nih sama lo."

"Dit serius, lo nginep aja deh nanti." Radit mengalah dan meninggalkan permainannya tersebut untuk duduk dihadapanku. Setelah itu aku mengintrogasi Radit dengan beberapa pertanyaan yang terkadang tidak dijawab oleh Radit.

"Jadi sampe kapan?" Itu pertanyaan terakhirku yang dijawab Radit dengan gelengan kepalanya.

"gue gatau, itu semua tergantung sama keadaan." Kami berdua pun terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Kinthan dimana?" Pertanyaan Radit menyadarkanku dari pikiran yang sedang berkecamuk, mendengar pertanyannya aku tersenyum. Bukan tersenyum senang melainkan tersenyum mengejek kearah Radit.

"Dikamar, lagi berduaan sama pacarnya." Radit melotot mendengar jawabanku, aku berusaha menahan tawa dengan menggigit bibir.

"Pacar? Siapa? Kok lo ngebolehin mereka berduaan dikamar?"

"Iya si Andrew, ya biarin lah suka-suka mereka ngapain juga." Aku melihat Radit yang rahangnya mulai mengeras, matanya terlihat sangat kesal dengan jawabanku.

"Cemburu nih?" Aku mulai mengeluarkan tawaku yang sudah tidak dapat kutahan.

"Shut up." Radit terlihat benar-benar jengkel denganku.

"Calm down Dit." Perkataanku tidak didengar oleh Radit, dia dengan tergesa-gesa menuju pintu kamarku "mau kemana lo?" Pertanyaanku dijawab dengan cengiran khas dari Radit.

"Gangguin orang pacaran."

"sounds great." Aku pun mengikuti langkah Radit menuju kamar Kinthan, aku yakin setelah ini Kinthan akan memaki-maki kita berdua.

- - - - - - - -

Kalau ditanya apakah aku kesal? Jawabannya adalah sangat kesal. Tapi jika ada yang bertanya apakah aku cemburu? Aku tidak tau jawaban untuk pertanyaan itu, saat mendengar perkataan Nathan tadi aku hanya merasakan kesal yang teramat sangat. Sebenarnya aku bahkan tidak tau alasan dibalik kekesalanku ini tapi masa bodo.

Aku dan Nathan dengan sembarangan membuka pintu kamar Kinthan yang menyebabkan dua penghuni didalamnya terlonjak kaget. Aku menatap Andrew dengan tatapan yang yah seperti singa ingin menerkam mangsanya, kemudian kualihkan pandanganku kearah Kinthan. Aku menatap matanya yang dapat menenggelamkanku, pernahkah kuberi tau seperti apa mata Kinthan? Matanya itu berwarna ungu yang sangat indah, mata amethyst. Kulihat raut mukanya yang memancarkan kejengkelan tetapi dia tetap tersenyum.

"Raditooo." Kinthan memelukku, bahkan itu masih tidak dapat kucerna. Memang aku pernah memeluk Kinthan bahkan mencium bibir manisnya sepersekian detik, tapi kalau dia yang duluan melakukannya sangat beda rasanya.

"Baru tidak bertemu seminggu ternyata kau sudah sangat merindukanku yah." Seperti biasa kalau laki-laki itu harus bersikap cool walaupun hatinya sedang bermain drum. Kinthan melepas pelukannya dan mencibirku, kemudian dia kembali duduk disebelah Andrew.

"In your dream." Sahutnya jutek sambil memainkan iPhone ditangannya.

"Kok aku gadipeluk juga sih Kin?" Pertanyaan itu berasal dari mulut Nathan yang sudah tersenyum menggoda ke kembaran perempuannya itu.

"Ogah, kalian ngapain sih tiba-tiba ngedobrak pintu kamar? Lo juga Dit udah seminggu ngilang sekalinya ada rusuh banget."

"Salahin Radit dong yang ngusulin gangguin kalian, gara-gara kalian pacarannya dikamar. Dia cem-" Aku menginjak kaki Nathan sebelum dia melanjutkan perkataan itu, aku kan sudah bilang kepadanya kalau aku tidak cemburu.

"Dia cem apa? Lagian Kak aku kan udah bilang kalo aku sama Andrew gapacaran, lo aja yang ngambil kesimpulan sendiri. Tanya Andrew aja kalo gapercaya." Andrew menganggukan kepalanya yang membuat wajaku dihiasi oleh senyum yang sangat lebar, aku pun melangkah dan duduk diatas kasurnya Kinthan, Nathan juga melakukan hal yang sama denganku.

"Cem apa ya, lupa aku Kin mau ngomong apa tadi."

Kami berempat menghabiskan waktu dikamar Kinthan dengan membicarakan banyak hal sampai tidak terasa matahari sudah kembali ke peristirahatannya.

Andrew pamit pulang dan sebelum dia keluar aku membisikkan kata-kata ditelinganya. "Stay away from her."

Dia tersenyum tenang mendengar perkataanku "Never."

"This means war." Aku melangkah pergi meninggalkannya, terdengar balasan dari mulut Andrew "Accepted."

**

butuh saraan, ngebosenin kah ceritanya? atau baiknya gimana biar ceritanya lebih menarik untuk dibaca? thanks for readers xx

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang