"APA!? LEUKIMIA DOK!? TIDAK! Itu tidak mungkin!" Hatiku sangat terguncang. Rasanya bagaikan ditusuk beribu-ribu pedang. Dan juga seperti dihantam batu yang sangat besar. Kenapa takdirku tidak memihak pada arah kebahagiaan?
"Tidak mungkin...." Ku rasakan mataku mulai memanas. Air mata yang sebenarnya ku usahakan agar tidak jatuh, akhirnya telah meluncur keluar dengan lancangnya. Membasahi pipi tirusku, membuat aliran-aliran sungai kecil disana. Rasanya sudah tidak kuat aku berusaha menahannya. Taeyeon yang sedari tadi setia berada di sampingku, ia kini sudah memelukku erat.
"Apakah sahabat saya benar-benar terkena leukimia dok? Atau dokter salah mengambil data yang seharusnya milik orang lain?" Taeyon terus dan terus bertanya pada dokter, namun dokter terus menggelengkan kepalanya. Apa yang dapat dikata? Aku harus menerima semua ini meski ini rasanya sangat teramat pahit bagiku.
Taeyeon terus dan terus menyabarkanku. Ia masih memelukku dengan erat sembari sesekali tangan mungilnya itu ia eluskan pada bahu sempitku. Mataku masih menyisahkan beberapa butir air mata yang tertahan di pelupuk mataku. Rasanya untuk menangis sekali lagi saja tidak sanggup bagiku. Mungkin stok air mataku kini sudah mulai menipis, karena terlalu lamanya aku menangisi takdirku yang menurutku sangatlah tidak adil bagiku.
Masih terngiang di gendang telingaku perkataan dr. Choi. Ia berkata bahwa umurku hanya dapat bertahan dua sampai tiga tahun kedepannya. Rasanya kepalaku pusing jika harus mengingat kenyataan pahit ini.
Kami berjalan menuju rumah kami. Namun sekarang Taeyeon akan menginap di rumahku. Dia memaksaku agar memperbolehkannya menginap untuk beberapa hari ini saja. Dia masih terus khawatir akan keadaanku dan ia tidak henti-hentinya menyemangatiku. Hentikan Taeyeon, hentikan! Rasanya semua ini makin terasa menyakitkan hatiku. Semua kata-kata semangat yang terlontar dari mulutnya itu bukannya menyemangatiku, namun sebaliknya. Seolah-olah aku akan meninggal esok hari. Aku benci mengakui ini!
Saat perjalanan pulang, aku dan Taeyeon menyaksikan secara langsung sebuah kecelakaan maut yang melibatkan mobil Ferrari 458 berwarna merah, mobil kontainer besar dan beberapa pejalan kaki. Terlihat begitu memilukan hati. Suara teriakan-teriakan meminta tolong itulah yang membuat telingaku seakan-akan ingin menangis. Begitu memekakan telinga. Dan ku lihat seorang ibu paruh baya yang berusaha meminta tolong pada orang-orang yang ada di sekitarnya. Dan kini, ia sedang berusaha meminta tolong pada seorang lelaki yang sedang berjalan di sekitar tempat perkara itu dengan santainya. Ibu itu juga sampai berlutut di hadapannya. Namun, lelaki itu tetap tidak menggubris permintaan tolong dari ibu paruh baya itu. Ia dengan dinginnya tetap melangkahkan kakinya tanpa keraguan. Namun, tiba-tiba lelaki itu menatapku. Manik sabit miliknya menatap lekat manik kucingku. Rasanya ada yang aneh. Kenapa jantungku berdegup dengan cepat saat ia menatapku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Gift ✔
FanfictionDisetiap pertemuan, pasti akan ada yang namanya perpisahan... meski itu menyakitkan dan juga menyedihkan....