"Tolong."
....
"Tolong kami!"
....
"Siapapun tolonglah kami!"
....
WUSH~
Ku rasakan semilir angin menerpa tubuhku yang sedang berjalan pulang ini, sesaat setelah aku memutuskan untuk pulang dari kampus dan meninggalkan jam kuliahku yang masih tersisa 30 menit lagi. Pasti kalian bertanya kenapa aku melakukan hal sebodoh itu, iya kan? Jika semua itu bukan karena ulah bocah sombong itu, pasti aku tidak menerima bentakan keras dosenku.
Aku memang seperti ini. Sedari kecil, aku memang memiliki sifat yang mungkin bisa dikatakan 'sedingin bongkahan es'. Tidak mudah mencair begitu saja hanya karena aku melihat kejadian yang bahkan memilukan hati sekalipun. Jika aku harus dikatakan egois? Ya, memang. Aku memang egois. Namun, aku tidak peduli dengan semua hal yang tengah terjadi di sekitarku. Aku bahkan tipikal lelaki yang hemat bicara. Jarang ada orang yang mau berteman denganku. Karena, ya... mereka tahu. Aku ini bagaimana. Bahkan sifat dinginku ini tetap tidak akan mudah cair begitu saja hanya karena seorang wanita cantik atau wanita sexy. Maaf, aku mungkin tak begitu tertarik dengan wanita. Bahkan, aku juga tidak begitu percaya dengan yang namanya CINTA. Aku pikir, cinta hanyalah sebuah mitos belaka yang banyak dialami oleh kaum remaja. Bukan untukku, yang kini sudah menginjak 25 tahun. Bahkan, saat tubuhku sudah tepat berdiri di sekitar para korban kecelakaan maut yang menewaskan kurang lebihnya 5 orang ini, tidak menggubris sama sekali akan semua teriakan permintaan tolong yang begitu menyedihkan ini.
"Nak! Tolonglah ibu nak! Tolonglah kami! Ibu mohon!" Tubuhku bahkan tetap berjalan santai saat ada seorang ibu paruh baya yang memohon di depanku untuk segera menolongnya. Namun ia tetap memohon dan meminta tolong padaku, hingga kini ia sudah berlutut di hadapanku. Tetap saja, karena sifat dinginku yang begitu melekat kuat pada diriku, aku tetap mengacuhkannya dan kembali melangkah pulang. Aku benar-benar tidak peduli meski semua orang harus menangis darah di hadapanku. Aku tetap harus melangkahkan kakiku pulang.
Namun, saat baru saja aku melangkahkan kakiku, ku palingkan wajahku dan tiba-tiba manik sabitku ini menatap manik seseorang. Manik yang begitu cantik, terlihat tajam bagaikan mata kucing yang sedang mengintai namun terlihat begitu sayu. Ku tangkap sosok perempuan ramping berambut panjang yang sedang berdiri tidak jauh dariku itu, sedang menatapku intens. Namun, kenapa aku merasakan hal yang aneh. Jantungku berdegup begitu cepat. Dan aku merasakan ada yang berubah dalam diriku.
SYUUU....
Seakan bongkahan es yang ada di dalam hati dan pikiranku itu cair dengan seketika. Tapi, kenapa? Kenapa aku merasa luluh hanya dengan menatap manik kucingnya? Hanya karena seorang gadis misterius yang entah siapa namanya itu terus menatapku intens? Bahkan, ia tidak begitu sexy. Namun wajah tirusnya begitu terlihat bersinar terang. Seolah-olah, ia adalah sebuah matahari yang bersinar menghangati tubuhku dan mencairkan kutub es dalam diriku. Sebenarnya siapa dia?
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Gift ✔
FanfictionDisetiap pertemuan, pasti akan ada yang namanya perpisahan... meski itu menyakitkan dan juga menyedihkan....