Chapter Three

401 27 2
                                    

Author POV

"GWIBOONIE!" Taeyeon berteriak histeris saat Gwiboon jatuh pingsan lagi. Namun, dengan cekatan lelaki bersifat dingin yang bernama Jinki itu menopang tubuh lemah Gwiboon dengan lengan kekarnya. Manik sabitnya memandang lekat wajah Gwiboon yang memucat. Tidak biasanya dia seperti ini. Ia bahkan merasa kasihan pada gadis yang ada di hadapan wajahnya itu.

"Dia kenapa?" tanya Jinki tiba-tiba. Ia juga bingung kenapa mulutnya mau berbicara pada seorang gadis yang berdiri di sebelahnya.

"Dia temanku... sahabatku. Dia memiliki penyakit leukimia stadium lanjut. Dia dan aku baru saja pulang dari rumah sakit." Taeyeon terlihat khawatir dan panik.

"Kenapa kalian tidak naik taxi? Dia harus segera beristirahat!" ujar Jinki dengan nada tegas.

"A-aku tidak membawa dompet," jawab Taeyeon takut-takut. Ia tahu, ia sedang berbicara dengan siapa.

"Ya sudah, aku akan mengantarnya pulang. Tubuhnya terasa dingin sekali." Jinki tanpa ragu membopong tubuh ramping Gwiboon, ala bridal style. Taeyeon yang mendengar itu hanya menganggukan kepalanya.

"Baik, terima kasih." Taeyeon membungkukkan badannya. Namun Jinki tidak menggubris ucapan terima kasih Taeyeon. Ia langsung melangkahkan kakinya itu dengan cepat dan meninggalkan Taeyeon yang sedang membungkan badannya itu. Jinki juga tidak memepedulikan sekitarnya, ia hanya peduli akan satu hal. Yaitu gadis yang sedang ia gendong itu. Ia merasa sangat kasihan padanya. Sesekali manik sabitnya itu menatap lekat wajah cantik Gwiboon yang kini sudah memucat. Rasanya ia tidak ingin gadis yang sedang ia tatap wajahnya itu kenapa-kenapa. Ini aneh, ia merasa sangat khawatir padanya.

"Cantik," gumam Jinki dalam hatinya. Sesekali bibir tebalnya itu memaparkan senyuman cerah.

"Apa yang aku katakan tadi? Cantik? Ini aneh, sangat aneh! Kenapa hatiku tergerak saat wanita ini pingsan? Aku bahkan merasa khawatir padanya. Aku tidak ingin wanita ini kenapa-kenapa. Namun, kenapa tiba-tiba aku merasakan ada perubahan dalam diriku ini? Dimana sikap acuh dan dinginku? Seperti hilang begitu saja saat aku sedang berada dekat dengannya. Rasanya hatiku sangat hangat. Mungkin memang benar, ia adalah matahari yang menghangatkan hatiku yang dingin sedingin bongkahan es." Jinki bergumam lagi dalam hatinya.

"Bukankah kau... Lee Jinki?" tanya Taeyeon tiba-tiba.

"Ya, ini aku," ujar Jinki singkat. Ia masih terlihat sangat dingin.

"Kenapa kau sampai mau repot-repot menolong kami?" tanya Taeyeon lagi. Namun Jinki tidak mempedulikan pertanyaannya. Ia masih fokus menatap jalanan. Dan sesekali tatapannya ia alihkan pada gadis dalam dekapannya itu. Taeyeon yang mengetahui bahwa dirinya sedang diacuhkan oleh lelaki yang menolongnya mengangkat tubuh sahabatnya itu hanya dapat bungkam. Ia tahu benar, lelaki yang bernama lengkap Lee Jinki itu orang yang seperti apa. Ia bisa mengetahui semuanya karena ia selalu hadir dalam obrolan-obrolan temannya yang selalu membicarakan gosip-gosip terhangat lelaki di kampusnya.

Jinki dan Taeyeon sudah berjalan sangat jauh, namun ia belum juga sampai pada rumah Gwiboon. Sehingga Jinki mulai membuka mulutnya lagi dan bertanya pada Taeyeon.

"Sebenarnya dimana rumah gadis ini? Kenapa belum sampai juga?"

"Kita harus masih terus berjalan dan saat ada rumah yang bertuliskan nomor 214 di gerbangnya, itulah rumah Gwiboon." Taeyeon menjelaskan. Jinki hanya menganggukkan kepalanya. Sebenarnya ia tidak merasa berat saat menggendong tubuh Gwiboon. Karena tubuh Gwiboon yang sangat ramping, sehingga Jinki nyaman membawanya. Ia bahkan berpikir dalam hatinya, ia ingin selalu menggendong tubuh rampingnya. Meski pikiran hatinya itu bertolak belakang dengan logika dan pikirannya yang terlanjur dingin itu.

Last Gift ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang