⋆ 23: Hiro and the Damages ⋆

130 15 2
                                    

Vicky melaju dengan mobilnya di jalanan yang cukup padat. Pekerjaan yang menunggu dan kuliah yang semakin padat membuatnya merasa sangat lelah. Pikirannya terbagi antara tugas yang harus diselesaikan dan pekerjaan yang harus dipersiapkan. Raut wajahnya tampak serius, namun matanya mulai berat karena rasa kantuk yang tak tertahankan.

Vicky melirik ke arah spion, mencoba memastikan posisi mobilnya di jalur kiri. Tanpa sadar, ia sedikit mengalihkan perhatiannya dari jalan depan, dan tiba-tiba terdengar bunyi keras sebuah tabrakan.

Mobilnya menabrak seorang pengendara motor yang sedang melaju di sampingnya. Kejadian itu berlangsung sangat cepat. Hiro, pengendara motor itu, terjatuh dan motor miliknya sedikit rusak pada bagian depan. Vicky terkejut dan segera menepi ke pinggir jalan, ia membuka pintu mobil dan berlari mendekat, masih dengan wajah kebingungan.

Hiro bangkit dari jatuhnya, tampak marah dan kesal. "Lo lagi! Dasar pembawa sial!" teriak Hiro, suaranya penuh amarah, meski ada sedikit rasa sakit di tubuhnya setelah tahu siapa yang menabraknya.

Vicky juga terkejut, cowok di depannya ini waitress yang beberapa hari lalu berdebat kecil dengannya.

Vicky berdiri terpaku, bingung dan cemas. "Ma-maaf! Gue nggak sengaja… Gue buru-buru, dan-" suara Vicky terhenti sejenak, tubuhnya sedikit gemetar, "gue nggak liat!"

Hiro mendekat dengan langkah cepat, menunjuk ke arah motor yang rusak. "Motor gue rusak karena kelalaian lo! Gue gak mau tahu lo harus tanggung jawab!" katanya dengan suara tegas.

Vicky semakin merasa tersudut disentak Hiro seperti ini.

"Gue gak peduli alasan lo, gue tunggu di kafe jam 10 malam, jangan telat." Hiro mengeluarkan ponselnya dan mengambil foto mobil Vicky sebagai bukti. "Ini buat bukti kalau lo nggak bisa tanggung jawab," tambahnya dengan nada yang lebih serius.

Vicky hanya bisa terdiam, bingung dengan situasi ini. Hiro melihat ke arah motor yang sedikit rusak, kemudian menatap Vicky satu detik sebelum melangkah pergi.

Tanpa berkata lagi, Hiro pergi dengan motornya yang untungnya masih bisa dikendarai dengan baik.

Sementara Vicky yang masih shock itu hanya bisa menghubungi Mirela, dengan tangan yang masih bergetar, Vicky menekan panggilan itu.

──★──

Saat ini, mereka berada di dalam unit apartemen Javier, dan Vicky juga ikut berada di sana. Mirela memberikan segelas air putih pada Vicky yang masih tampak terkejut dengan kejadian sebelumnya.

“Makasih,” ucap Vicky pelan sambil menerima air itu.

"Lo kan sering banget bolak-balik urus kerjaan sama kuliah, kayaknya lo butuh supir pribadi deh," celetuk Mirela.

Vicky tampak merenung sejenak, matanya tertuju pada Mirela.

Javier, yang ikut berada di sana, turut menyetujui usulan Mirela. "Iya, bener. Dengan gitu, lo nggak bakal capek. Waktu perjalanan bisa lo manfaatin buat tidur atau ngerjain hal-hal penting lainnya. Tapi tergantung lo nyaman atau nggak."

Vicky mendengarkan saran dari keduanya, tampak mempertimbangkan dengan serius, sepertinya ia mulai setuju dengan ide itu.

“Tapi, gue nggak tahu harus nyari orangnya dari mana,” kata Vicky, agak ragu.

“Gue sama Javier bisa bantu kok,” jawab Mirela dengan penuh keyakinan.

“Kalau bisa yang kalian kenal, biar gue juga lebih aman,” kata Vicky, berharap bisa menemukan solusi yang tepat.

──★──

Malam ini, Vicky dan Mirela datang ke kafe tempat Hiro bekerja. Awalnya, Mirela tidak tahu bahwa orang yang ditabrak Vicky itu adalah Hiro. Namun, saat mereka masih berada di luar kafe, Mirela sangat mengenali tempat ini, tempat dimana Hiro bekerja.

Vicky hampir saja masuk, tapi Mirela menahan lengannya. "Woni, jangan bilang lo bermasalah sama Hiro?" tanya Mirela, menebak.

"Gue nggak tahu siapa namanya," jawab Vicky.

"Fix, ini pasti si Hiro. Lo nggak perlu takut sama dia. Emang sih orangnya emosian dan dendaman, tapi tenang aja, kali ini lo cukup ganti rugi aja, pasti dia terima. Soalnya dia lagi butuh duit," jelas Mirela.

"Serius?"

"Iya, gue bakal temenin lo. Lo nggak usah nunjukin ketakutan di depan dia, yang ada lo di manfaatin." Jelas Mirela.

Vicky menghela napas dan mengangguk. Mereka pun masuk ke dalam kafe yang sudah hampir tutup pada jam 10 malam itu.

Begitu mereka masuk, mereka langsung melihat Hiro yang sedang beres-beres dan langsung menghentikan aktivitasnya untuk mendekati Vicky dan Mirela.

"Lo ngapain?" tanya Hiro, memandang Mirela.

"Gue temennya Wonika," jawab Mirela singkat.

Hiro tertawa meremehkan, melihat kedua gadis yang bermasalah dengannya ternyata temenan.

"By the way, gue mau ganti rugi soal kejadian tadi siang," kata Vicky dengan tegas.

"Jadi lo mau tanggung jawab langsung dengan ganti rugi?" tanya Hiro.

Tanpa ragu, Vicky mengangguk.

"Yakin?" tanya Hiro lagi, memastikan.

Vicky mengerutkan keningnya, tapi ia tetap mengangguk.

"Oke, 1 M," kata Hiro dengan nada santai.

"Hah?" Vicky terkejut, begitu juga Mirela yang kaget.

"Hiro, yang bener aja lo," kata Mirela dengan kesal.

Hiro hanya mengangkat bahunya, seolah tak peduli.

"Gila, lo rampas duit orang kali?" gumam Mirela.

"Tapi setau gue, lo nggak ada yang luka dan motor lo juga nggak rusak parah. Gak mungkin kan biaya perbaikan sampai 1 M?" tanya Vicky bingung.

"Mungkin! Tapi gue rugi waktu pas lo tabrak, badan gue sakit, gue telat masuk kerja dan gaji gue dipotong, gue juga telat ngumpulin tugas gara-gara insiden tadi siang, motor gue dibawa ke bengkel, dan gue gagal jemput bos gue yang mau datang ke kafe. Masih mau gue sebutin kerugian lainnya?" jelas Hiro dengan nada sinis.

Vicky bingung, namun dia tahu 1 M jelas terlalu besar untuk sekadar ganti rugi.

"Tapi tetap aja, nominal yang lo sebutkan itu nggak masuk akal, Hiro," kata Mirela dengan tegas.

"Terus, kalian mau gue jawab berapa? Seratus ribu?" Hiro membalas dengan nada kesal.

"Apaan sih lo, nggak masuk akal banget, Hiro. Wonika nggak bakal tanggung jawab kalau alasan lo nggak jelas dan nominal yang lo sebutin nggak masuk akal!" Mirela menggerutu, lalu menarik tangan Vicky untuk pergi.

"Kalau lo mau minta ganti rugi yang masuk akal, kita bakal ganti kok," kata Mirela terakhir, sebelum pergi meninggalkan kafe bersama Vicky.

THREAD OF DESTINY | 04 LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang