One (1)

1.2K 32 0
                                    

   Sinar perak rembulan menyinari keagungan luar angkasa, hanya terlihat lengkungan garis tipis tak sempurna bak gadis perawan yang malu-malu menutup tubuhnya dengan kain gelap abu-abu arang. Alexis duduk dengan posisi menekuk kedua lututnya. Hembusan angin cukup kencang membuat helaian rambutnya berterbangan menghiasi paras cantik namun datar dalam kegelapan malam. Sedikit tersirat raut kekhawatiran dan gelisah, entahlah, mungkin ia kembali memikirkan nasib keluarganya. Air matanya mengalir, ditutupnya kertas itu kembali. Baru saja Alexis membaca surat dari ibunya bahwa hutang ibunya semakin menumpuk dan untuk sementara ini Mariah tak bisa mengirimkan sejumlah uang untuk keperluan sekolah Alexis. Entahlah sejak kapan kepalanya pening sehingga ia menopang dengan kedua tangannya, ia tak peduli dengan ibunya tak mengirimkan uang namun yang ia pikirkan sekarang adalah hutang ibunya. bagaimanapun juga ia harus membantu ibunya. Keluarga kecil yang berasal dari Los Angeles, kota yang mendominasi banyak warganya berkantung tebal. Tapi tidak untuk keluarga Alexis, John Jenner-ayahnya-sudah meninggal 6 tahun silam saat Alexis masih berumur 12 tahun sedangkan ibunya, Mariah Jenner menjadi babysitter di Mexico. Alasan mengapa Alexis masih bertahan tinggal di Los Angeles adalah melanjutkan sekolah beasiswanya yang kurang beberapa bulan lagi akan diselesaikannya. ia juga bekerja paruh waktu tanpa terikat kontrak resmi diberbagai rumah makan atau apapun yang ia mampu lakukan untuk menunjang kehidupan sehari-harinya dan yang pasti ia tak akan berbuat hal gila seperti menjual dirinya agar mendapatkan uang, diusianya yang ke 18 tahun kemungkinan kecil bagi warga Amerika tidak pernah bercinta, namun tidak untuk Alexis menikmati ciuman pertamanya saja ia belum pernah. Dalam benaknya, ia hanya akan melepas keperawanannya hanya untuk lelaki yang benar-benar ia cintai.

***

   Ponsel yang berada di sakunya berdering, seketika lamunannya buyar begitu saja. Ia meronggoh kantung celana pendek berwarna hijau tua denga malas. Ternyata sebuah pesan, pesan peringatan untuk segera mengisi ulang saldo nomor ponselnya. Alexis hanya mendengus kesal dan membanting ponsel sialan itu keatas meja belajarnya kasar. Ia kembali menatap langit kota Los Angeles dari balik jendela kamar apartment reot yang sudah ditempatinya  selama satu tahun terakhir.
   Kembali ponselnya berdering, memberikan getaran pada meja belajar coklat muda yang sudah lapuk.
     "hello.." ucap Alexis dengan sisa-sisa suaranya yang habis karena tangisannya beberapa menit yang lalu.
    "Benar kau bernama Alexis Genner? Aku mempunyai pekerjaan untukmu, dengan upah yang besar. pekerjaan yang tak cukup sulit"
     "Kau siapa? aku tidak mengerti apa yang kau katakan"
     "Aku tau kau mungkin bingung tapi jika kau menerima tawaranku mari kita bernegoisasi temui aku malam ini di taman kota jam 8. Ku harap kau lebih cepat dari seekor siput yang tidak makan selama 2 hari"
    "what?"
tuut..tutt...tuuutt... panggilan berakhir.
"dasar orang sinting!" gerutu Alexis.

   Alexis kembali melamun, ia merenungkan betapa sial hidupnya. Ia merasa bahwa Tuhan tidak adil, salah apa keluarganya hingga mendapatkan musibah sedemikian rupa, mengapa Tuhan tak memberikan musibah pada orang-orang yang kejam dan hina.
   Alexis terus memaki-maki Tuhan, ia selalu mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan namun apa yang Tuhan balaskan tak setimpal dengan yang Alexis perbuat pada Tuhan, ia selalu menyembah dan memujinya setiap minggu pagi, ia tak pernah berbuat jahat pada semua orang, selama ia bisa membantu seseorang ia akan melakukannya.
   Terlalu larut dengan apa yang dipikirkannya, ia pun menangis dalam posisi terduduk di depan meja belajarnya serta membenamkan wajahnya diantara kaki yang ia tekuk.
   Tiba-tiba ia teringat seseorang yang menelponnya beberapa menit yang lalu, dilihatnya jam dinding diatas ranjangnya jam 19.49. tak perlu waktu lama ia bangkit, mengambil ponselnya dan meninggalkan apartementnya cepat.

To be continue....

ONE (JUSTIN BIEBER FANFICTION INDONESIA)Where stories live. Discover now