8

9 4 0
                                    

happy reading


_

Mereka semua diam, menatap selembar kertas putih yang tergeletak begitu saja di lantai. Setiap gerakan terasa lebih lambat, lebih berhati-hati, karena semua orang merasa seolah-olah ada yang mengawasi mereka.

"Ini... ini bisa jadi jebakan," kata Bagas, memecah keheningan. "Kalian yakin gak ada yang sengaja naruh ini di sini?"

"Siapa yang mau buat kayak gini?" jawab Isyihira, dengan suara sedikit gemetar. "Gak ada yang mau bawa masalah kayak gini ke sini, kan?"

William menyeringai tipis. "Bisa jadi ada yang berusaha main-main sama kita. Tapi kita gak tahu siapa."

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di belakang mereka, membuat semua langsung menoleh dengan cepat. Tapi ketika mereka melihat sekeliling, hanya ada keheningan dan angin yang semakin kencang.

"Ada apa lagi?" tanya Deon, dengan nada cemas.

"Kenapa kita malah jadi semakin curiga satu sama lain?" Naomi bertanya dengan nada bingung. "Ini bukan lagi soal lampu mati atau alarm. Ini... ini kayak permainan yang gak ada habisnya."

Alexa berdiri, menatap ke arah villa yang gelap. "Mungkin kita cuma harus tenang dulu," katanya dengan suara tenang, meskipun setiap kata yang diucapkannya menambah ketegangan. "Kita nggak bisa saling curiga terus."

Tapi begitu mereka mulai bergerak kembali ke dalam villa, suara itu terdengar lagi. Keras, lebih dekat, seakan-akan mengikutinya. Semua menoleh ke belakang, tapi hanya ada bayangan pohon yang bergoyang tertiup angin.

Naomi menggigit bibirnya. "Apa itu tadi?"

"Kayaknya cuma suara angin," jawab Ezra, meskipun dia sendiri tampak ragu.

Mereka masuk kembali ke dalam villa, tapi suasananya kini berbeda. Semua bergerak dengan hati-hati, seakan-akan ada sesuatu yang mengintai dari setiap sudut ruangan.

Di ruang tamu, mereka duduk dengan cemas. Setiap detik terasa semakin berat. Tapi tak satu pun dari mereka yang bisa menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Harusnya kita mikirkan rencana," kata Sèanne, mencoba untuk tetap berpikir jernih. "Kita gak tahu siapa yang ngatur semua ini, tapi kita harus berpikir lebih hati-hati."

"Jangan bilang lo nyarankan kita cari siapa yang nyuruh kita ngerasain semua ini, kan?" tanya Noah, sedikit geli. Tapi di balik candaan itu, ada ketegangan yang sangat jelas.

Alexa memandang mereka semua, tanpa mengatakan apa-apa. Semuanya masih bingung dan saling memandang, seolah-olah ada yang bisa memberi petunjuk, tetapi tidak ada satu pun yang tahu siapa yang benar-benar bertanggung jawab.

Di luar, langit gelap semakin mendekat, seolah menambah beratnya suasana. Angin berhembus lebih kencang, dan bayangan-bayangan di sekeliling villa mulai terlihat lebih menakutkan.

Mereka tak tahu harus berbuat apa, tapi satu hal yang pasti: sesuatu yang sangat besar sedang menunggu untuk terjadi. Semua mulai merasakan bahwa villa ini lebih dari sekadar tempat liburan biasa—ini adalah tempat di mana setiap langkah bisa membawa mereka lebih dalam ke dalam misteri yang tak terpecahkan.

Dan setiap dari mereka mulai berpikir... siapa yang harus dipercaya, dan siapa yang bisa jadi bagian dari permainan ini?

---

Setelah kembali ke dalam villa, ketegangan semakin meningkat. Semua duduk di ruang tengah, saling memandang satu sama lain, mencoba mencari jawaban atas segala yang terjadi. Tapi satu hal yang mulai terlihat jelas: William.

Who is the culprit?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang