____
Matahari mulai tenggelam perlahan, menciptakan semburat jingga di langit. Tawa mereka masih terdengar dari taman belakang villa. Kartu-kartu remi berserakan di atas meja kayu, dan sisa-sisa keripik serta minuman bertebaran di sekitar mereka.
"Gue nyerah, deh," ujar Michelle sambil menyandarkan tubuh ke kursi. "Main sama lo semua bikin kepala gue pusing. Pada licik banget!"
Naomi tertawa keras. "Emang lo aja yang kurang strategi, Chel! Main kartu itu bukan cuma keberuntungan, tapi juga taktik."
"Taktik apaan? Lo tadi curang jelas-jelas!" balas Michelle, tapi dia ikut tertawa.
Bagas menepuk bahu Michelle. "Santai, Chel. Yang penting lo gak kalah jauh banget. Liat tuh, Noah, dia dari tadi kalah mulu."
"Eh, lo nyebut gue, Gas?" Noah mendelik sambil menunjuk Bagas dengan bungkus keripik kosong. "Mainnya jago dikit, dong. Jangan lempar kekalahan lo ke gue."
Suasana kembali dipenuhi tawa. Alexa, yang dari tadi hanya duduk sambil meminum lemon tea-nya, sesekali tersenyum tipis. Naomi yang selalu penuh semangat, Michelle yang sering mengeluh tapi tetap bertahan, Gavian dan Deon yang sering saling mengejek, dan Noah yang suka membela diri tapi akhirnya ikut tertawa bersama. Semuanya terasa begitu... normal.
"Eh, udah jam segini," ujar Kai sambil melirik arlojinya. "Mataharinya udah hampir habis. Mau lanjut di dalam aja, gak? Mulai agak dingin di luar."
Sèanne mengangguk. "Setuju. Gue udah mulai kedinginan juga. Lagian gue laper lagi, nih."
"Laper terus, lo," ledek Ezra sambil mengemasi kartu remi.
Mereka beranjak dari taman, membawa makanan dan minuman sisa kembali ke dapur. Begitu masuk ke ruang tengah, Deon langsung menghidupkan musik dari ponselnya, membuat suasana villa kembali hangat dengan alunan lagu-lagu pop.
Naomi mengusulkan untuk memasak makan malam bersama lagi. "Gimana kalau malam ini kita bikin barbeque? Kan ada halaman depan yang luas tuh, bisa bakar-bakaran di sana."
"Barbeque? Gue suka ide itu," kata Bagas antusias. "Tapi siapa yang masak? Jangan sampe makanannya gosong kayak tadi siang."
"Tenang, gue yang ngatur," Naomi berkata percaya diri. "Kita bagi tugas. Yang cowok siapin panggangan, cewek nyiapin bumbunya."
"Lo ngomong gitu karena lo cuma mau jadi supervisor, kan?" tanya Gavian sambil menyipitkan mata.
Naomi tertawa. "Yah, ketahuan deh."
Mereka semua akhirnya setuju dengan rencana itu. Beberapa dari mereka pergi ke dapur, sementara yang lain mulai menyiapkan panggangan di halaman depan. Langit malam perlahan gelap, dihiasi bintang-bintang kecil. Cahaya lampu dari villa membuat suasana semakin nyaman.
Alexa dan Michelle sibuk memotong sayuran dan menyiapkan daging.
"Lo seriusan gak tau siapa yang naro buku itu di gudang, Lex?" tanya Michelle tiba-tiba, nadanya ringan tapi menyimpan rasa penasaran.
Alexa menoleh, mengangkat bahu. "Gue beneran gak tau, Chel. Villa ini udah lama banget jadi tempat keluarga gue. Mungkin aja itu peninggalan orang-orang dulu."
Michelle mengangguk pelan, meskipun matanya tetap menyimpan sedikit kekhawatiran. "Iya, sih. Tapi gue harap gak ada yang aneh-aneh lagi, ya."
"Santai aja," ujar Alexa sambil tersenyum. "Gue yakin kita aman di sini. Lagian, kita rame-rame, kan?"
Michelle tersenyum kecil. "Iya, lo bener."
Di luar, Deon dan Noah sudah berhasil menyalakan arang. Asap mulai mengepul, dan aroma daging panggang perlahan memenuhi udara. Sèanne dan Naomi membawa minuman dingin ke luar, sementara Ezra dan Gavian sibuk menata kursi di sekitar panggangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Who is the culprit?
Cerita Pendeklangsung baca aje, ae bingung mo ngasih deskripsi kek gmna follow Instagram @pisangg.gorengg_ ON GOING