reckless

9 1 0
                                    

Studio musik telah menjadi tempat pelarian Jihoon selama sebulan terakhir. Di sini, di antara tumpukan kertas berisi lirik setengah jadi dan melodi yang belum sempurna, dia mencoba memahami apa yang baru saja terjadi dalam hidupnya.

Soonyoung mengkhianatinya.

Jihoon tertawa getir mengingat betapa naifnya dia dulu. Semua tanda-tanda sudah ada - panggilan yang semakin jarang, pesan yang dibalas terlambat, dan alasan-alasan yang terdengar dibuat-buat. Tapi Jihoon memilih untuk percaya. Dia selalu percaya pada Soonyoung.

"Maafkan aku, Jihoon-ah," kata-kata Soonyoung saat itu masih terngiang. "Aku... aku tidak bermaksud menyakitimu."

Tapi dia melakukannya. Dengan segala kesadarannya, Soonyoung memilih untuk mengkhianati kepercayaan Jihoon. Memilih untuk membagi hatinya dengan orang lain sementara Jihoon masih memberikan seluruh hatinya.

Di depan member lain, Jihoon bersikap profesional. Mereka masih harus bekerja bersama, bagaimanapun juga. Tapi di malam-malam seperti ini, ketika studio menjadi saksi bisu, Jihoon membiarkan dirinya tenggelam dalam rasa sakit dan pengkhianatan.

"Kau tahu apa yang paling menyakitkan, hyung?" Jihoon berbisik pada ruangan kosong, seolah Soonyoung ada di sana. "Bukan karena kau menemukan orang lain. Tapi karena kau membuatku merasa begitu bodoh telah mempercayaimu sepenuhnya."

Jihoon menatap piano di sudut ruangan. Dulu, Soonyoung sering duduk di sana, mendengarkan Jihoon bermain sambil memberikan komentar konyol yang selalu berhasil membuat Jihoon tersenyum. Sekarang, piano itu hanya mengingatkannya pada janji-janji kosong dan kepercayaan yang hancur.

Tangannya bergerak di atas keyboard komputer, mengetik lirik baru. Kali ini, dia tidak akan menulis tentang cinta. Dia akan menulis tentang pengkhianatan, tentang kepercayaan yang disalahgunakan, dan tentang pelajaran pahit yang dia dapatkan.

Sebulan berlalu sejak kejadian itu, dan Jihoon masih belum bisa tidur nyenyak. Setiap kali dia memejamkan mata, bayangan Soonyoung dengan orang lain memenuhi pikirannya. Bagaimana bisa seseorang yang mengklaim mencintaimu dengan begitu mudah menyakitimu?

"Jihoon-ah," suara Seungcheol memecah keheningan studio. "Sudah larut. Pulanglah."

Jihoon menggeleng pelan. "Sebentar lagi, hyung. Aku perlu menyelesaikan ini."

Seungcheol menghela napas, tahu betul bahwa musik adalah cara Jihoon menghadapi kesedihannya. "Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri."

Tapi bagaimana tidak? Jihoon merasa perlu menghukum dirinya sendiri karena telah begitu ceroboh dengan hatinya. Dia telah memberikan segalanya - kepercayaannya, cintanya, seluruh hatinya - pada seseorang yang menganggapnya tidak lebih dari sebuah permainan.

Di layar komputernya, sebuah judul lagu baru terketik: "Foolish Heart"

Mungkin suatu hari nanti, Jihoon akan bisa memaafkan. Mungkin suatu hari, luka ini akan sembuh. Tapi untuk sekarang, dia akan menuangkan seluruh rasa sakitnya ke dalam musik. Karena hanya itu yang dia miliki sekarang - kepingan hati yang hancur dan melodi yang belum selesai.

Setidaknya dari pengalaman ini, Jihoon belajar satu hal: terkadang, orang yang kau percaya untuk menjaga hatimu justru menjadi orang yang menghancurkannya dengan begitu sembrono.

Snapshots of Life : SoonHoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang