Malam semakin larut. Suasana di tempat hiburan malam itu semakin ramai. apalagi ketika pukul dua puluh tiga malam, diskotik mulai dibuka di tempat hiburan itu, suara dentuman musik yang dimainkan oleh DJ cukup membuat pecah seisi ruangan.
Suara musik saling bertabrakan. Ada yang menyanyi di room-room karaoke, ada juga yang berjoged di diskotik tempat hiburan malam.
"Satya, jangan terlalu banyak minum! Ingat, kamu tidak biasa minum banyak!" bisik Dirga saat sahabatnya itu berulang-ulang meneguk gelas yang berisi minuman keras.
Sepertinya Satya tidak mendengarkan nasihat Dirga. Pria itu benar-benar lepas kendali hingga dia mabuk berat malam ini.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Dirga segera berpamitan pada Mr. Jhonson untuk undur diri.
Dipapahnya seorang pria yang berjalan sempoyongan itu keluar dari area klub malam menuju tempat parkir mobil.
"Aku bahagia, aku bahagia!" teriak Satya saat berada di area parkir.
"Jangan teriak-teriak, bikin malu!" ucap Dirga kesal saat melihat sahabatnya bertingkah seperti orang gila.
"Ayo masuk!" Dirga berusaha membimbing Satya untuk masuk ke dalam mobil.
Namun tiba-tiba.
"Uweek!" Satya memuntahkan isi perutnya ke pintu mobil Dirga, dan muntahannya sedikit menciprati pakaian pengacara muda itu.
"Sial!" maki Dirga kesal.
Laki-laki itu segera membuka pintu mobil dan bergegas mendorong tubuh sahabatnya masuk ke dalam mobil.
Saat ini dirga sudah mengemudikan mobilnya.
"Aku antar pulang ke mana? Ke rumahmu, atau ke rumah Clarissa?" tanya Dirga dengan melirik sahabatnya kesal.
"Jangan! Mamaku dan Clarissa ... pasti marah ... jika melihatku mabuk seperti ini," sahut Satya dengan suara yang diseret pelan.
"Terus, kamu mau tidur di mana?"
"Uweek!" Satya kembali memuntahkan isi perutnya. Kali ini dia muntah di dalam mobil Dirga.
"Sial!" maki Dirga lagi.
"Aku... tidur... di apartemenmu saja," kata Satya kemudian dengan menyadarkan punggungnya di kursi mobil dengan perlahan memejamkan mata.
"Tidak! Aku tidak mau apartemenku kotor dengan muntahan yang keluar dari perutmu" jawab Dirga. "Aku antar ke apartemenmu saja, di sana ada Hilya yang akan mengurusmu," putus pengacara muda itu.
"Iya, iya, iya, terserah kamu," sahut Satya lirih.
"Hmmh!"
Dirga mulai membuang napas keras seraya melirik sahabatnya yang terkulai lemas dengan bau tajam alkohol dan muntahan yang sangat mengganggu penciumannya.
"Sial!" maki laki-laki itu lagi.
Selang beberapa menit mobil yang dikemudikan Dirga telah sampai di apartemen yang ditempati Hilya.
Dirga berusaha memapah sahabatnya untuk masuk ke dalam apartemen tersebut.
Ceklek!
Bergegas laki-laki itu membuka pintu saat telah sampai apartemen.
"Masya Allah! Mas Satya?"
Hilya yang saat itu baru selesai salat malam, bergegas menghampiri suara pintu yang terbuka.
"Suamimu... masuk angin, dia muntah-muntah," terang Dirga dengan tersenyum tipis, meyakinkan gadis polos yang tampak panik saat melihat suaminya terkulai di pelukan Dirga.
"Oooh ... " Hilya membulatkan mulutnya, kemudian bergegas menggantikan posisi Dirga memapah suaminya.
"Hmmmh!" Tiba-tiba Hilya membuang napas keras dan memalingkan muka saat mencium bau yang menyengat dari mulut Satya.
"Suamimu habis minum?" kata Dirga.
"Minum?" Hilya mengernyitkan dahi penuh tanya.
"Maksudku minum obat herbal, makanya mulutnya bau, kan?" jelas Dirga dengan wajah panik karena takut Hilya akan mengetahui kalau mereka habis minum alkohol.
"Oooh, minum obat herbal untuk masuk angin?" tanya Hilya kemudian.
Dirga mengangguk dengan tersenyum puas. Bodoh sekali! Ternyata gadis desa ini benar-benar naif. Bahkan tidak mengetahui kalau bau tajam yang keluar dari mulut suaminya adalah bau minuman keras.
"Uweek!" Satya kembali memuntahkan isi perutnya. Kali ini muntahan itu mengenai pakaian Hilya.
"Ya Allah, Mas!" Hilya semakin terlihat panik. Gadis itu bergegas memapah Satya untuk berbaring di tempat tidurnya.
"O, iya. Mas? Apa Mas Satya tidak perlu dibawa ke rumah sakit?" tanya Hilya dengan menoleh ke arah laki-laki yang berdiri di sampingnya.
"Untuk apa?"
"Aku cemas, dari tadi dia muntah-muntah."
"Tidak perlu. Besok pagi Satya pasti sudah sehat," jawab laki-laki itu.
"Oooh..." Hilya mengangguk, kemudian mulai membenarkan posisi tidur suaminya.
"O, iya. Aku pamit dulu. Jaga suamimu dengan baik," pamit Dirga kemungkinan.
"Iya, Mas," sahut Hilya dengan mengangguk.
***
Setelah Dirga keluar dari apartemen. Hilya mulai memandangi suaminya yang terbujur lemas di atas tempat tidur. Perlahan disentuhnya dahi pria berjas dengan kemeja warna putih itu.
Bau menyengat di tubuhnya yang sangat mengganggu penciuman Hilya, membuat gadis ini buru-buru membuka almari untuk mencari baju ganti.
Gadis berabaya warna pastel ini segera menyiapkan air hangat untuk menyeka tubuh suaminya yang lengket dengan noda muntahan.
Perlahan gadis itu mulai membuka kancing baju suaminya dengan sesekali memperhatikan dada bidang laki-laki yang berulang-ulang menggeliat itu.
"Aku seka dulu, Mas," kata Hilya lembut setelah semua pakaian terlepas dari tubuh suaminya.
Dengan lembut gadis ini mengusapkan waslap yang telah dibasahi air hangat ke tubuh suaminya. Dia melakukannya dengan sangat hati-hati hingga tubuh laki-laki itu bersih dan tidak berbau lagi.
Selanjutnya Hilya mengusap wajah suaminya, saat tangan lembutnya mulai menyentuhkan was lap ke bibir laki-laki itu, tiba-tiba dia terjaga.
Hilya pun langsung membulatkan mata.
"Mas Satya sudah bangun? Mau aku buatkan minuman hangat?" tanya Hilya lembut.
Satya hanya bergeming. Mata sendunya tampak menatap dalam wajah Hilya, dan senyum tipis juga perlahan terlukis.
Hilya mengerutkan dahi dengan menelan ludah karena merasa ada yang aneh pada diri suaminya. Meski ragu, gadis ini tetap membalas senyum laki-laki yang saat ini duduk di hadapannya itu.
"Hilya!" sebutnya lirih, saat Hilya beranjak dari tempat tidur untuk meletakkan baskom air dan lap yang sudah dipakai.
"Iya, ada apa?" Hilya menoleh seraya meletakkan baskom itu di atas laci sisi tempat tidur.
Tiba-tiba tangan kekar Satya menarik lengan Hilya. Spontan tubuh Hilya pun jatuh di atas tempat tidur.
Mata Satya kembali menatap Hilya, kali ini dengan tatapan lembut. Hilya pun membeku saat menerima tatapan itu, dan gadis ini semakin membeku saat laki-laki bertubuh kekar itu tiba-tiba menyentuhkan bibirnya di area sensitif yang ada di bawah hidung Hilya.
Jantung Hilya seketika berdegup kencang, aliran darahnya pun terasa panas.
Sepertinya gadis ini langsung hanyut dalam sentuhan, perlahan dia memejamkan mata menikmati sikap impulsif suaminya.
Di bawah pengaruh alkohol laki-laki itu mulai melakukan kewajibannya sebagai seorang suami, dan Hilya pun menyambutnya dengan suka cita, melayaninya dengan rela.
Tidak terasa air mata Hilya menetes. Ada rasa berbeda yang dia rasakan saat ini. Kehangatan dari suami yang tiba-tiba menyentuhnya dengan lembut dan penuh cinta.
Bersambung

KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Spesial
RomancePengusaha kaya bernama Satya ini mengira kalau gadis yang dinikahinya adalah gadis yang bodoh, karena gadis itu berasal dari desa. Dia tidak menyangka kalau niatnya memanfaatkan gadis itu berbuntut menjadi cinta.