Chapter 15 [revisi]

15 8 0
                                    

Nyata Tapi Tak Nampak

---

Mereka tetap melanjutkan pencarian Thorn meskipun keadaan semakin tidak memungkinkan. Kini, tujuan mereka bukan hanya mencari Thorn, tetapi juga menemukan cara untuk keluar. Mengapa cara dan bukan jalan?

Karena menemukan jalan keluar mungkin mustahil, tetapi menemukan cara untuk keluar masih memungkinkan.

---

"Kita harus ke mana lagi? Menurutku kita hanya berputar-putar saja," ujar Solat seraya mengusap peluh di dahinya.

Halilintar menatap Aliya, adiknya, yang tampak gelisah. Kerutan di wajahnya menandakan ia masih berpikir.

"Aliya? Are you okay?" tanya Halilintar, menyentuh pundaknya.

Aliya tersentak, seolah baru saja kembali dari lamunannya. "Uh?"

"Ada apa?" Halilintar kembali bertanya.

Aliya menggeleng pelan. "Tidak apa-apa, hanya kepikiran sesuatu..."

"Kepikiran apa?" sahut Blaze yang berdiri di belakangnya.

Aliya menghela napas, ragu untuk bercerita. "Itu… tentang sosok yang seperti Nona Sara..."

Semua diam, menunggu kelanjutannya.

"Iya, lalu?"

"Karena dia memang benar-benar Nona Sara."

Ucapannya membuat semua terkejut.

"J-jadi... Dia beneran Nona Sara? Bisa-bisanya dia menipu kita!" seru Blaze, marah.

"Tunggu, Blaze! Jangan marah dulu. Aku yakin ini semua hanya ilusi," kata Aliya, mencoba menenangkan.

"Ilusi?" Blaze mengernyit.

Aliya menunduk, menatap nanar lantai yang kotor dan berdebu. "Iya... Semua yang kita lihat hanyalah karangan belaka. Ada sesuatu yang lebih besar menanti kita."

---

Angin berdesir aneh. Ruangan yang tadinya remang kini seakan berdenyut, seperti makhluk hidup yang bernapas. Cahaya di sudut-sudut redup, seolah ditelan kegelapan yang makin pekat.

"Jadi kita masih terjebak dalam ilusi?" tanya Solat, waspada.

Aliya mengangguk. "Nyata, tapi tak nampak. Itulah yang terjadi di sini."

Tiba-tiba, langkah kaki terdengar menggema di kejauhan. Bukan satu, tapi banyak. Suara gesekan sepatu di lantai bercampur dengan sesuatu yang lebih mengerikan—suara napas berat dan lirihan yang nyaris terdengar seperti bisikan.

Mereka saling pandang.

"Kalian dengar itu?" tanya Halilintar, berbisik.

Semua mengangguk.

Blaze mengepalkan tangan, siap menghadapi apa pun yang datang. "Kalau ini ilusi, berarti kita bisa mematahkannya. Kita hanya perlu mencari celah..."

"Tidak semudah itu," gumam Aliya.

Langkah kaki itu semakin mendekat. Kini, samar-samar, mereka bisa melihat sosok-sosok tinggi berdiri di lorong gelap.

Tanpa wajah.

Tanpa bentuk yang jelas.

Hanya bayangan bergerak yang terasa lebih nyata daripada apa pun di ruangan itu.

"Sial," bisik Solar.

Aliya meremas jemarinya sendiri, menahan gemetar. "Mereka ada di antara kita selama ini..."

DU APARTEMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang