16. tak sama (Haechan-Jeno)

843 213 55
                                    

Chapter selanjutnya tentang Hachan Jeno yang "Syndrom" itu gak gue lanjutnya.

Kita move ke cerita yang ini aja. 

BTW INI CHAPTER INI PANJANG BANGET, HAMPIR 3000 KATA!!

Vote komen jangan lupa





..........

Siapa yang tidak mengenal Haechan?

Pribadi hangat degan seribu cerita. Senyum yang membuat siapa saja nyaman dengan keberadaannya. Laki-laki yang mengenal seluruh penghuni sekolah sebab kehebatanya dalam bersosialisasi.

Tentunya setiap ada Haechan, ada Jeno pula disana.

Jeno selalu menganggap Haechan sebagai adik yang paling berharga. Sejak kecil, mereka tumbuh bersama, berbagi segalanya. Entah itu tawa, luka, dan rahasia. Mereka hanya terpaut satu tahun, cukup dekat untuk bertengkar tapi juga cukup dekat untuk saling melindungi.

Jeno yang selalu membela ketika ada yang menganggu Haechan disekolah, Jeno yang selalu meluangkan waktunya hanya untuk menemani sang adik bermain, atau Jeno yang rela uang jajan nya terpotong hanya untuk membelikan beberapa camilan pengganjal perut untuk Haechan.

Namun, segala kebiasaan itu berubah ketika sang ayah memutuskan untuk menikah lagi. 

Jeno masih remaja saat itu, dan tiba-tiba ia harus menerima seorang ibu tiri serta seorang saudara tiri, Renjun.

Awalnya, Jeno merasa canggung, tapi lambat laun, Renjun dengan kelembutan dan kepintarannya berhasil menempati ruang yang semakin besar dalam hidup Jeno. Mereka menjadi dekat, terlalu dekat, sampai Jeno tak sadar bahwa dirinya mulai mengabaikan Haechan.

"Bang, besok peresmian Echi jadi ketua BEM. Abang mau gak dateng buat liat Echi disana?"

Jeno mendesah berat, merasa bersalah pada Haechan, karena lagi-lagi Jeno tidak bisa ikut serta di hari penting sang adik.

"Abang harus ikut Renjun kerja kelompok. Sory Echi."

"Abang kan beda tingkat sama Renjun." Kata Haechan yang masih berusaha mengemis waktu Jeno untuknya.

"Dia gak ngerti materinya, jadi besok abang temenin sambil ikut ngajarin."

"Dateng buat foto aja gak papa kok bang. Echi mohon, ini kan pencapaian yang Echi tunggu sejak SMA. Kata abang, jadi ketua BEM itu keren."

"Haechan tolong ngerti, kali ini aja plissss tolong jangan bersikap kayak anak TK. Lo udah kuliah, bisa bedain mana yang lebih penting sama mana yang sia-sia."

Haechan mengatupkan rahangnya rapat-rapat. Dadanya naik turun, menahan sesuatu yang terasa mengganjal di tenggorokannya. Dia tahu Jeno bukan tipe orang yang asal bicara, tapi mendengar kata "sia-sia" keluar dari mulut sauda kandungnya terasa seperti pukulan telak.

"Sia-sia, ya?"

Renjun yang sedari tadi diam, menggigit bibirnya. "Kakak keren banget, maaf ya abang tadi cuma salah bicara aja." Katanya, mencoba meredakan suasana. "Eh abang, kalau abang gak bisa nemenin aku, gak papa kok, lagian acaranya kakak lebih penting."

Jeno menatap Haechan, ikut terkejut dengan perkataan yang terlontar oleh mulut sialannya, "Abang harus adil. Abang udah janji duluan ke Renjun."

"Ya udah," katanya lirih. "Semoga kerja kelompoknya lancar."

Tanpa menunggu balasan, Haechan berbalik, berjalan menjauh dengan langkah cepat. Renjun hendak memanggilnya, tapi Jeno menahan lengan adiknya, menggeleng pelan.

ONE SHOT (Lee Haechan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang