anjing ini gue nulis jam 1 malem, tiba-tiba banget dapet ide, kalau gak langsung ditulis, bakalan lupa.
Gak mau tau, pokonya habis ini kalian semua sujud sama ketua.
.........
POV JAEHYUN
Jaehyun menatap layar ponselnya, memperhatikan foto terbaru yang Haechan unggah di media sosial.
Foto itu menampakan gambar Haechan yang tersenyum cerah, dikelilingi 2 orang pria dan 1 orang wanita. Disana Haechan menuliskan caption: Family dinner with my favorite people!
Jaehyun menghela napas, jemarinya mengusap layar ponsel pelan. Entah sejak kapan Haechan mulai menemukan rumah baru di negeri yang jauh itu.
Sampai kapan ia harus melihat anaknya lebih banyak tertawa dengan orang lain daripada dengan keluarganya sendiri?
"Oh jadi gini rasanya lihat orang yang kita sayang deket sama orang baru?Apa ini yang adek rasakan dulu?"
Jaehyun merasa seperti orang asing bagi anak bungsunya sendiri.
Kalau Jaehyun tidak menelepon lebih dulu, Haechan tidak akan menghubungi. Dan sekalipun menelepon, obrolan mereka tidak pernah lebih dari beberapa menit.
Hanya sekedar basa basi dan formalitas saja. Alurnya selalu sama, bertukar kabar dan memeberi nasehat.
Jaehyun ingin marah, ingin bertanya kenapa Haechan mulai menjauh. Tapi di sisi lain, Jaehyun tahu jawaban dari pertanyaan itu.
Faktanya, bukan Haechan yang menjauh. Tapi Jaehyun sendiri lah yang terlalu sibuk untuk menyadari sejak kapan jarak itu mulai terbentuk.
Mungkin, kalau dulu ia lebih peka, andai saja dulu ia lebih banyak mendengarkan daripada menganggap semuanya baik-baik saja. Haechan tidak akan mencari kenyamanan di tempat lain. Tidak akan menemukan "keluarga" baru selain mereka.
Dan inilah penyesalan yang Jaehyun pikul. Sebab kelalaiannya dalam memahami perasaan si kecil. Mampu mengubah hidupnya menjadi kosong tak berantah.
Jaehyun mengembuskan napas panjang, mulai mengetik pesan.
"Adek, kamu kapan ada waktu buat Papa? Bisa bicara sebentar? Papa mau cerita."
Jaehyun menunggu.
Dua menit. Lima menit. Sepuluh menit.
Tidak ada balasan.
Layar ponselnya hanya menunjukkan tanda centang dua biru. Haechan sudah membaca pesannya, tapi tidak membalas.
Jaehyun menghela napas, menyandarkan kepalanya di sofa. Ruang tamu terasa lebih sunyi dari biasanya.
Rindu yang tidak tersampaikan ini, hanya bisa terobati dengan melihat kembali beberapa foto yang ada di galeri ponselnya.
Di sana, ada ratusan foto masa remaja Haechan.
Foto-foto itu berhenti tepat setelah Haechan menyelesaikan pendidikan menengah atas.
Entah kenapa, Jaehyun tak lagi mengabadikan setiap momen anak bungsunya seperti dulu. Tidak ada lagi foto ulang tahun, momen kebersamaan saat makan malam, atau sekadar potret candid Haechan yang tertawa lepas.
Semakin lama jarinya menggulir kebawah, semakin sesak pula dirasa.
"Ah adek, papa kangen."
Album di ponselnya yang dulu penuh dengan gambar-gambar Haechan kini terasa kosong. Waktu berlalu begitu saja, dan tanpa disadari, empat tahun telah terlewat tanpa ada satu pun foto baru yang Jaehyun simpan.

KAMU SEDANG MEMBACA
ONE SHOT (Lee Haechan)
General FictionGue tau ini gila, bikin book ketiga disaat book yang lainnya masih terbengkalai. Tapi sumpah kadang ada aja ide yang muncul diluar skrip. hehe sory yaaaa. ENJOYYYYYY MY BABY