FIRST SMILE

1.4K 59 0
                                    

"Tamia,"panggilnya dengan datar di depan pintu.

Apa yang dilakukannya disini? Menggangguku?

"Apa?"tanyaku sambil berdiri.

Dia menarik lenganku.

"Apa yang kau lakukan?"tanyanya datar.

"Bekerja."

"Pulanglah."

Aku menatapnya heran dan berkata, "Tidak akan."

Dia menarik lenganku dengan paksa dan aku memukul lengannya. Aku berhasil melepaskan diri darinya dan langsung masuk ke dalam kelas.

"Apa yang terjadi?"tanya Janie.

Aku menggeleng dan tersenyum dengan terpaksa.

Marine terus menatapku dan aku menghampirinya. Dia hanya terdiam dan Todd terus memperhatikanku.

Janie menghampiriku dan berbisik, "Siapa dia?"

"Hanya temanku. Lupakan saja."

Pintu kembali diketuk dan kini, Margareth. Dia memanggilku dengan senyumnya dan berkata dengan lembut, "Pergilah. Tunanganmu terus memaksaku untuk menyuruhmu pulang. Dia bilang, kalian harus pergi ke sebuah tempat untuk mempersiapkan pernikahan kalian.

Tunangan? Persiapan pernikahan? Ugh.

"Tunggu,"ujarku mulai menghampiri Dylan.

Aku melihat Dylan yang sedang berdiri sendirian dan menampilkan wajahnya yang seolah-olah berkata, "Aku akan membunuhmu, Tamia."

"Apa maksudmu? Tunangan? Persiapan pernikahan? Apa kau gila? Kau tidak perlu memaksaku untuk pulang. Dengar, kau tidak berhak untuk memaksaku, mengaturku dan..."

"Dia memang sedikit gila,"ujar Dylan sambil memelukku dengan sangat kencang.

"Kau tidak perlu terlalu stres, sayang!"ujar Dylan dengan nada lembut.

Aku berusaha melepaskan diri dan Dylan berkata, "Maaf, kami harus segera pergi."

"Baiklah,"ujar Margareth dengan lembut.

"Terima kasih banyak karena telah menolongku."

"Tentu, aku sangat senang bisa menolongmu juga,"ujar Margareth dengan lembut.

Kami pergi meninggalkan tempat itu dan Dylan menggandengku. Aku terus menggerutu.

Kami masuk ke dalam mobilnya dan Dylan mengendarai mobilnya.

"Ingat, aku tahu kau adalah gadis ceroboh yang bisa membuat masalah. Aku harus menjagamu dan aku juga sudah berjanji kepada ayahmu,"peringatnya dengan wajah dingin.

"Aku tidak ceroboh,"ujarku sambil menggerakan badan.

Sebuah kotak tisu terjatuh.

"Lihat?"ujarnya.

Aku menatapnya dengan ketus dan berkata, "Aku bisa menjaga diriku sendiri. Aku sudah dua puluh tiga tahun dan aku bisa bertanggung jawab atas kecerobohanku."

Dylan hanya terdiam. "Kau menyebalkan."

Dylan masih terdiam dan aku mencubit lengannya. "Turunkan aku disini. Aku bisa membuktikanmu kalau aku tidak apa-apa sendirian."

Dylan menepi dan menurunkanku di tepi jalan. Aku turun dan berjalan sendirian, sedangkan Dylan memantauku.

Jadi, aku harus kemana?

Aku terus berjalan dan melihat sebuah truk es krim. Aku berhenti dan membeli sebuah es krim.

"Satu es krim coklat,"ujarku.

Black GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang